Tuesday, March 14, 2017

TUGAS TERSTRUKTUR
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA3521)




                                                                                                  

                                                                                                               




Semester :
Ganjil 2016
Oleh :
Indriani Utami Dewi                         (A1L014088)
Anisa Ulfa                                          (A1L014093)
Rahmadiansyah                                (A1L014094)
Mufida Rizqi Agustina                     (A1L014099)
Purnama Ayu                                    (A1L014100)
Dian Ayu Kartika                             (A1L014101)
Devia Puspitasari Girsang                (A1L014109)
Rizki Novandi                                    (A1L014111)






KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2016

I.     PENDAHULUAN
Lahan merupakan faktor produksi yang utama dalam usahatani. Proses alih fungsi lahan menyebabkan pemilikan lahan oleh rumah tangga petani semakin sempit. Dalam kurun waktu 1991 – 2020 diperkirakan sekitar 680.000 hektar lahan pertanian di Jawa akan berubah menjadi lahan non pertanian. Hal yang sama juga akan terjadi di luar Jawa terutama di Bali, Sumatra dan Sulawesi, sehingga dalam kurun waktu tersebut lahan pertanian berkurang seluas 807.000 hektar. Mengingat masalah tersebut, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah perluasan areal pertanian ke arah lahan marjinal. Salah satu lahan marjinal yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian adalah lahan pantai.
Area lahan pertanian yang sekarang semakin sempit, sehingga mungkin atau tidak mungkinnya teknologi baru di terapkan pada teknologi pertanian. Kegunaan pasir pantai dalam pertanian mulai di terapkan kepada petani. Lahan pasir pantai adalah lahan pantai dicirikan oleh tekstur tanahnya yang berupa pasiran,struktur tanahnya lepas dan sangat porus,sehingga kemampuannya dalam menahan air rendah. Kondisi tersebut menjadi tidak menguntungkan bagi setiap upaya pemupukan, karena kebutuhan pupuk menjadi berlipat. Selain itu lahan pasir memiliki bahan organik dan nitrogen yang rendah.
Lahan pasir pantai merupakan lahan marginal dan belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerhati masalah pertanian melihat lahan pasir dapat menjadi tempat budidaya pertanian merupakan hal yang mustahil akan tetapi melalui serangkaian pengkajian, lahan pasir dapat dikembangkan menjadi areal pertanian produktif.
 Cabai merah keriting (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis di Indonesia.Kebutuhan cabai keriting di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Luas panen cabai keriting pada tahun 2012 seluas 211.566 hektar dengan produksi sebesar 1.053.060 ton sementara untuk tingkat konsumsi cabai keriting sebesar 1,13 % per tahun, dengan rata-rata konsumsi 1,550 kg per kapita (BPS.2013).
Lahan pasir pantai memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian dengan meningkatkan produktivitas cabai merah. Namun, disisi lain lahan pasir pantai memiliki beberapa kekurangan dalam hal menyimpan air, kandungan bahan organik rendah, dan porositas tanah yang tinggi (Gunawan Budiyanto, 2009). Penambahan bahan organik pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah.






II.  PERMASALAHAN

Cabai merupakan tanaman hortikultura yang dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, salah satunya di lahan pasir pantai. Lahan dengan ciri utama bertekstur pasir, kandungan hara yang rendah, mudah tererosi oleh angin yang sangat kencang serta suhu udara yang tinggi merupakan kendala utama apabila dikembangkan untuk budidaya tanaman pangan maupun tanaman hortikultura.
Berbagai macam kendala yang muncul di lahan pasir pantai menuntut petani menggunakan faktor produksi yang lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas. Petani berharap dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak produksi akan tinggi. Di sisi lain produksi dan harga cabai sangat tergantung pada musim. Musim penghujan hanya sedikit petani yang menanam cabai karena resikonya besar sehingga harga cabai di pasar cukup tinggi. Musim kemarau banyak petani yang menanam cabai akibatnya harga cabai di pasar menjadi relatif rendah.
Kendala utama dalam pemanfaatan tanah pasir yaitu miskin mineral, lempung, bahan organik dan tekstur yang kasar. Tekstur yang kasar dan struktur berbutir tunggal menyebabkan tanah ini bersifat porus, aerasinya besar, dan kecepatan infiltrasinya tinggi. Keadaan tersebut menyebabkan pupuk yang diberikan mudah terlindi. Unsur hara tersebut masih dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman karena belum mengalami pelapukan lebih lanjut. Untuk mempercepat proses pelapukan tersebut diperlukan pemupukan dengan bahan organi yaitu pu puk kandang atau pupuk hijau (Munir, 1996).
Rendahnya luas permukaan tanah menyebabkan kemampuan mengabsorbsi dan menyimpan air, batas plastis dan cairnya makin rendah. Kapasitas pertukaran kation (KPK) dipengaruhi oleh jumlah muatan negatif pada permukaan jerapan. Jumlah muatan negatif ditentukan oleh luas permukaan, sehingga kapasitas pertukaran kation tergantung pada tekstur tanah, kandungan bahan organik,dan mineral lempung. Makin kasar tekstur tanahnya, makin rendah luas permukaannya dan makin rendah kapasitas pertukaran kationnya. Muatan negatif dapat berasal dari bahan organik maka peranan bahan organik sangat menentukan besarnya nilai kapasitas pertukaran kation. Rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah pasiran menyebabkan suasanalingkungan yan g kurang sesuai bagi perkembangbiakan mikroorganisme.
Selain permasalahan mengenai sifat-sifat tanah pasiran, faktor iklim di daerah pantai juga berpengaruh besar terhadap keberhasilan pengelolaan tanaman. Keberhasilan produksi tanaman mensyaratkan sumber daya iklim seperti penyinaran, matahari, CO2, dan air secara efisien. Pentingnya pengelolaan air bagi terhadapketersediaan N dalam tanah, pada kondisi kelebihan atau kekurangan air. Kelebihan air dapat membatasi hasil tanaman, demikian juga responnya terhadap N akan terbatasi.
Tingginya intensitas sinar matahari yang sampai ke permukaan tanah menyebabkan tingginya suhu udara dan tanah, sehingga memacu laju evapotranspirasi semakin besar. Adanya angin dengan kecepatan tinggi dan membawa kadar garam tinggi secara terus menerus akan merusak maupun memati kan tanaman baik langsung maupun tidak langsung. Terbukanya lahan menyebabkan suhu 0 permukaan tanah mencapai 55-60 0C selama kurang lebih 4-6 bulan dalam setahun. Struktur lepas pada tanah ini menyebabkan rentan terhadap erosi angin maupun air. Permukaan lahan pasir pantai sering berubah mengikuti arah angin kencang (13-15 m/detik). Kondisi tersebut di atas menunjukkan masih banyaknya faktor pembatas pertumbuhan sehingga sangat kurangmenguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena perlu dilakukan upaya modifikasi lahan dan lingkungan mikroklimat pertanaman guna mengubah kondisi lahan mendekati optimal bagi pertumbuhan tanaman, khususnya komoditas hortikultura.




III.             PEMECAHAN MASALAH
Lahan pantai yang didominasi tanah berpasir menyebabkan lahan tersebut kurang sesuai untuk kegiatan pertanian. Seiring dengan kebutuhan bahan pangan yang semakin meningkat, salah satunya adalah kebutuhan kedelai. Lahan pantai dapat menjadi alternatif untuk pengembangan kegiatan pertanian. Lahan pasir umumnya mempunyai sifat tanah tidak stabil, lengas tanah rendah, evapotranspirasi tinggi, kandungan garam tinggi, kandungan bahan organik, kandungan unsur hara rendah (Sumardi, 2009). Reklamasi lahan pantai untuk kegiatan pertanian akan meningkatkan kandungan bahan organik, phospor, nitrogen dan stabilitas tanah dalam waktu 30 tahun setelah reklamasi (Jianguo et al. 2014).
Tanah pasir dicirikan dengan porositasnya yang tinggi, sehingga tanah pasir adalah tanah yang kurang produktif. Hanafiah (2005), menjelaskan bahwa tanah pasir merupakan tanah yang memiliki banyak pori makro atau  porus. Pori makro pada tanah pasir disebabkan karena struktur tanahnya yang tidak padat padat. Antara agregat-agregat tanah sangat banyak terdapat celah atau ruang. Hal tersebut menyebabkan udara tidak terbatas dan air susah untuk terperangkap, sehingga tanah liat mudah untuk meloloskan air atau dengan kata lain permeabilitasnya tinggi. Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas fisik tanah liat adalah dengan penambahan bahan pembenah tanah (soil conditioner). Menurut Hickman dan Whitney (2000), bahan pembenah tanah adalah material yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
Teknologi dalam praktek budidaya di lahan pasir pantai dan upaya-upaya perbaikan (manipulasi) lahan antara lain :
1. Penggunaan Lapisan Kedap
Beberapa bahan sebagai penyekat lapis olah, antara lain: aspal, lempung padas, semen, dan plastik lembaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian plastic lembaran lebih efektif dan efisien (Djadmo et al., 2001cit. Yudono et al., 2002).Penggunaan lapisan kedap yang terbuat dari lembaran plastik berwarna perak-hitam yang ditanam pada jeluk 30 cm dari permukaan tanah tersebut dimaksudkan untuk menciptakan suatu lapisan kedap guna mencegah/menghambat agar air irigasi yang diberikan dapat ditahan oleh lapisan tersebut sehingga ketersediaan air meningkat dan efisiensi pemanfaatan air oleh tanaman dapat ditingkatkan (Kastono, 2007).
Cara ini digunakan untuk menekan  pelindian (leaching) terhadap unsur hara yang berasal dari pupuk yang diberikan baik anorganik maupun organik oleh air irigasi, sehingga diharapkan penyerapan unsur-unsur hara oleh akar tanaman juga dapat ditingkatkan. Penggunaan lapisan kedap diharapkan dapat mengurangi pemborosan dalam penggunaan air irigasi, hal ini sesuai dengan kondisi bahwa ketersediaan air untuk irigasi di kawasan ini terbatas.Pemberian lapisan kedap tergantung dari kebutuhan air tiap jenis tanaman. Pada tanaman yang kurang membutuhkan lengas dalam jumlah besar seperti tanaman terong,ternyata menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang kurang baik apabila diberi perlakuan rekayasa lahan dengan plastik dasar bedengan (Kastono, 2007).
2. Pencampuran tanah permukaan dengan lempung dan pupuk organik
Tanah lempung adalah tanah berukuran lebih kecil d ari 2 micron yang mempunyai mineral tertentu yang menghasilkan sifat plastis bila dicampur dengan air. Tanah lempung (vertisol atau grumusol) di Indonesia terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 meter di atas permukaan laut dengantopografi sedikit bergelombang sampai berbukit, temperatur tahunan rata-rata 25 0C dengan curah hujan kurang dari 2.500 mm dan pergantian musim hujan dengan musim kemarau nyata.
Bahan induknya terbatas pada tanah bertekstur halus atau terdiri atas bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff, endapan aluvial dan abu vulkanik (Maas, 1997). Pencampuran tanah permukaan setebal kira kira 10 cm dengan lempung dan pupuk kandang sapi dimaksudkan untuk terjadinya perubahan sifat tanah, terutama adanya peningkatan kesuburan fisika, kimia, dan biologi tanah lapisan atas yang pada dasarnya merupakan mintakat (zone) utama bagi pertumbuhan dan perkembangan akartanaman. Di dalam mintakat inilah hampir segala kebutuhan akar akan air dan unsur hara, serta tempat berpegangnya akar secara mekanis pada tanah dapat berlangsun baik.
Dengan penambahan lempung dan bahan organik secara bersama-sama kedalam tanah pasir diharapkan dapat memberikan keuntungan terhadap perbaikan kualitas struktur tanah. Dengan struktur tanah yang baik serta dengan perimbangan dan penyebaran pori yang baik, maka agregat tanah dapat pula memberikan imbangan padat dan ruang pori yang lebih menguntungkan terutama bagi tanaman.
Kebutuhan bahan organik pada lahan pasiran lebih banyak dari lahan konvensional yaitu sekitar 15–20 ton per ha sedangkan kebutuhan tanah lempung berkisar 60 ton/ha. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton dapat menekan penggunaan NPK menjadi 200 kg/ ha.Jumlah pupuk kandang tergantung pada jumlah peternakan yang ada saat ini. Kebutuhan pupuk kandang semakin meningkat dengan pertambahan luasan areal pertanian di lahan pasir pantai. Untuk mengantisipasi kekurangan kebutuhan pupuk kandang, maka dapat digunakan bahan pembenah tanah lainnya berupa kompos dan blotong.
Penggunaan kompos dapat untuk meningkatkan porositas, aerasi, komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, mencegah lapisan kering pada tanah, dan menghemat pemakaian pupuk kimia (Murbandono, 2002 cit. Siahaan 2012). Blotong adalah limbah industri yang dihasilkan oleh pabrik gula dari proses klarifikasi nira tebu. Blotong mempunyai potensi yang besar sebagai pupuk organickarena disamping berfungsi sebagai sumber hara yang cukup lengkap, juga dapat membantu memperbaiki sifat-sifat tanah. Blotong juga dapat membantu meningkatkan aktivitas mikrobia tanah, terutama pada tanah-tanah yang mengandung bahan organic rendah. Penambahan blotong ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah C organic dalam tanah (Triwahyuningsih, 1997).
Blotong atau dikenal dengan sebutan “filter press mud” secara umum mempunyai bentuk berupa serpihan serat-serat tebu yang mempunyai komposisi humus, N-total, C/N, PIO3, KIO, CaO, dan MgO3 cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik. Blotong dapat memperbaiki fisik tanah, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian hara dan memperbaiki drainase tanah (Santoso et al.,2003cit. Kurniawan 2009).
Penambahan tanah lempung 30 % dan pupuk blotong 30 ton/ha memberikan tinggi tanaman cabai dengan pertumbuhan tanaman yang paling cepat dan tinggi, serta ber at segar dan berat kering paling tinggi dibandingkan pemberian blotong 0 ton dan 15 ton/ha. Hal ini berkaitan dengan kandungan nutrisi dan kandungan air yang ada dalam media tanah pasir yang sudah diberi perlakuan (Kurniawan, 2009).
3. Penggunaan mulsa organik.
Penggunaan mulsa ini sangat penting di lahan pantai karena dapat menghemat lengas tanah sehingga kebutuhan lengas untuk tanaman terutama pada musim kemarau diharapkan dapat tercukupi. Mulsa organik pada lahan pasiran berfungsi untuk mempertahankan dan mengembalikan produktivitas lahan dengan cara menjaga tanah dari sinar matahari yang berlebihan pada siang hari, menjaga suhu tanah, menekan kehilangan air/evaporasi, menjaga kelembaban tanah dan mulsa yang melapuk dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah. Mulsa organik dapat berupa sisa-sisa tumbuhan seperti jerami, sekam, daun jagung, alang-alang dan sebagainya (Syarief, 1985 cit. Setiawan 1996).
Dari hasil penelitian pemberian mulsa gliricide dan jerami padi sebanyak 20-30 ton dapat meningkatkan hasil pada tanaman cabai di lahan pantai. Dengan pemanfaatan bahan organik dari campuran kotoran sapi-jerami padi tersebut, dapat menyediakan hara nitrogen sepanjang daur hidup tanaman jagung. Dengan upaya tersebut, maka bahan organik tersebut mampu meningkatkan hasil tanaman jagung dan mencapai produksi sebesar 95,9% dari produksi lokal dibandingkan dengan pupuk anorganik (urea).
4. Pemasangan Pematah Angin (wind breaker).
Fungsi utama wind breaker adalah untuk mereduksi kecepatan angin. Selain itu juga berfungsi untuk mengurangi kerusakan mekanis karena patah atau hilangnya organ-organ tanaman, kegagalan pembungaan danpenyerbukan, bentuk habitus dan pertumbuhan yang mengalami kelainan serta untuk mengurangi laju evapotranspirasi yang tinggi. Pematah angin dapat berupa tanaman dan juga bangunan sementara. Bangunan sementara dapat dibuat dari anyaman bambu, daun tebu, atau daun kelapa.
Sementara itu, pematah angin yang bersifat tetap berasal dari tumbuhan tahunan yang umurnya panjang dan dapat diatur pertumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat digunakan, misalnya: kelapa, Accasia, Gliricide,sengon, lamtoro, bunga turi dan lain-lain.
5. Penggunaan sistem lorong
Alternatif lain dalam teknologi budidaya yang dapat diterapkan untuk lahan pantai adalah sistem penanaman lorong (alley cropping). Sistem penanaman lorong merupakan sistem penanaman dengan menanam pohon-pohon kecil dan semak dalam jalur-jalur yang agak lebar dan penanaman tanaman semusim di antara jalur-jalur tersebut sehingga membentuk lorong-lorong. Tanaman lorong biasanya merupakan tanaman pupuk hijau ataulegume tree. Di lahan pantai, budidaya lorong diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti: intensitas matahari, erosi permukaan oleh angin, dan laju evapotranspirasi. Selain itu, dapat juga berfungsi sebagai pematah angin sehingga mereduksi kecepatannya (Setiawan, 1996).
6. Hidrologi dan Irigasi
Ketersediaan air irigasi di lahan pantai yang terbatas mengakibatkan perlunya upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam penggunaan air irigasi. Irigasi dilahan pantai selama ini dilakukan dengan cara penyiraman dan penggunaan sumur renteng. Di kawasan gumuk pasir pantai Propinsi DIY ini telah disediakan 2 (dua) embung, 10 reservoir, dan lebih dari 4.600 bak/sumur renteng.
Kegiatan usahatani cabai merah di lahan pasir berawal dari upaya pengoptimalan lahan pasir sebagai lahan pertanian untuk mengatasi kebutuhan lahan pertanian yang semakin menyempit, ternyata menjadi alternatif yang layak untuk dikembangkan. Penanaman cabai merah di lahan pasir merupakan terobosan baru dari pemerintah terkait dengan pemanfaatan lahan pasir sebagai lahan pertanian. Tanaman cabai merah ditanam dengan dua cara yaitu ada yang secara bergiliran dan ada pula yang secara monokultur. Tanaman cabai yang diusahakan di lahan pasir ditanam secara monokultur. Varietas yang ditanam petani adalah cabai merah hibrida dengan varietas nusantara 32. Petani memperoleh benih cabai merah ini dari toko-toko pertanian.
Cabai (Capsicum sp.) merupakan tanaman hortikultura sayur–sayuran buah semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan dan penghangat badan.Kebutuhan terhadap mata dagangan ini semakin meningkat sejalan dengan makin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan produk ini.Selain itu, cabai rawit sebagai rempah-rempah merupakan salah satu mata dagangan yang dapat mendatangkan keuntungan bagi petani dan pengusaha.Karena selain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga termasuk mata dagangan yang mempunyai peluang pemasaran ekspor non migas yang sangat baik.
Cabai diklasifikasikan dalam taksonomi sebagai berikut:
Kerajaan          : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Subkelas          : Sympetalae
Ordo                : Tubiflorae (Solanales)
Famili              : Solanaceae
Genus              : Capsicum
Spesies            : Capsicum annum L
Teknik penanaman cabai merah di lahan pasir yang biasa dilakukan petani di daerah penelitian adalah sebagai berikut:
1.        Persiapan lahan
Persiapan lahan terdiri dari pengolahan tanah dan pemberian pupuk dasar. Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul lahan sedalam 30-40 cm dan diberi pupuk kandang kemudian didiamkan selama 10 hari. Pengolahan lahan bertujuan untuk memberantas gulma dan menggemburkan tanah.Selanjutnya dibuat bedengan selebar 110-120 cm, dengan tinggi 20-30 cm,sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan lahan yang akandigunakan sebagai areal penanaman. Setelah bedengan terbentuk diberi pupuk phonska dan pupuk KCl dan disiram dengan air dan didiamkanselama 3-7 hari agar PH tanah menjadi netral dan diberi tindakan seperti penggunaan lapisan kedap,pencampuran tanah permukaan dengan bahan organik dan lempung, penggunaan mulsa organik.
Description: 6106362_5345b7f1-5c03-46d6-8a66-d930e26a6089.jpg
2.        Persemaian dan Pembibitan
Bersamaan dengan terbentuknya bedengan maka dilakukan persemaian dan pembibitan benih. Pertama kali yang dilakukan adalah menyiapkan media persemaian yaitu sebuah papan berukur 50x80 cm dengan tinggi kotak 20 cm, serta sebuah plastik kecil sepanjang 100 cm yang diisi dengan sekam bakar dan tanah dengan perbandingan 2:1. Plastik dipotong dan digunakan sebagai polybag. Benih disemaikan dan direndam selama sehari semalam, hal ini bertujuan agar benih cepat tumbuh. Masing-masing polybag diisi dengan satu benih.
3.        Penanaman
Penanaman cabai di lapangan dapat dilakukan setelah bibit cabai merah berumur 17–23 hari atau bibit telah dilengkapi dengan tumbuhnya 2-4 helai daun dengan jarak tanam 40x60 cm. Bibit cabai merah dapat ditanam dalam lubang tanam yang telah disiapkan. Bibit cabai sebaiknya ditanam pada waktu pagi atau sore hari sehingga bibit dapat dipertahankan kesegarannya.
4.        Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman cabai merah mencakup kegiatan penyiraman dan pemupukan susulan. Penyiraman dilakukan pada tanaman muda yang baru ditanam sampai tanaman kuat. Penyiraman dapat dilakukan setiap hari mengingat daerah penelitian adalah daerah pesisir pantai dengan keadaantanah yang berpasir. Penyiraman dilakukan 1 hari 1 kali bahkan ada yang 2 kali sehari tergantung dari masing-masing petani. Penyiraman dilakukanpada waktu pagi atau sore hari, hal ini karena pada siang hari merupakantranspirasi tertinggi pada tanaman. Penyiraman di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan pompa air yang disiramkan dengan menggunakan selang. Pemupukan susulan dapat dilakukan setelah cabai berumur 50 hari.Hal ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah, serta untuk memperbaiki pertumbuhan yang kurang memuaskan.
5.        Pemanenan
Tanaman cabai merah sudah mulai berbuah pada umur 40 hari, maka tanaman cabai merah dapat dipanen 2-3 kali dalam seminggu. Tanaman cabai akan menghasilkan buah secara terus menerus. Cara panen cabai merah adalah dengan memetik buah bersama tangkainya secara hati-hatipada saat cuaca terang. Hasil panen dimasukkan ke dalam karung kemudian langsung dijual di tempat pelelangan (Triwidiyaningsih, 2011)

















IV. KESIMPULAN
1. Lahan pasir pantai dapat dimanfaatkan untuk pertanian komoditas pangan dan hortikultura dengan memanipulasi lahan dan rekayasa mikroklimat lahan pertanian.
2. Teknologi yang diterapkan untuk optimalisasi pertanian lahan pasir pantai berupa penggunaan lapisan kedap, pencampuran tanah permukaan dengan lempung dan pupuk organik, penggunaan mulsa organik, penggunaan sistem lorong, dan hidrologi dan irigasi.
3. Lahan pasir pantai dapat digunakan untuk budidaya cabai merah jika diterapkan teknologi budidaya yang tepat










DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Gunawan Budiyanto. 2009. Bahan Organik dan Pengelolaan Nitrogen Lahan Pasir. Unpad Press. Bandung. 192 h.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hickman, J and Whitney, D. 2000. Soil Conditioners. Department of Agronomy Kansas State University, Kansas
Jianguo L, L. Pu, M. Zhu, Zhang J, P. Li, D. Xiaoqing , Y. Xu and L. Liu. 2014. Evolution of soil properties following reclamation in coastal areas:A review. Geoderma 226-227: 130-139.
Kastono, D. 2007. Aplikasi model rekayasa lahan terpadu guna meningkatkan peningkatan produksi hortikultura secara berkelanjutan di lahan pasir pantai.
Maas, A. 1997. Metode dan Teknik Analisis Data Aspek Geofisika-Kimia. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) dan Pusat Penelitian lingkungan Hidup UGM, Yogyakarta.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Setiawan, A. N. 1996. Teknologi budidaya pertanian lahan pantai dan permasalahannya. Agr UMY 4 (2): 42-45.
Shiddieq, D, B. D. Kertonegoro, W. Sudana. Dan Dariah. 2007. Optimalisasi Lahan Pasir Pantai Kulon Progo Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Dengan Teknologi Inovatif Berwawasan Agribisnis. Kerjasama Lembaga Penelitian UGM dengan BBPP Yogyakarta.
Siahaan, R.M.H. 2012. Pengaruh Takaran Kompos Sampah Pasar terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Hitam (Glycine max (L) Merill). Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Skripsi.
Sriyadi. 1999. Studi komparatif usahatani lahan pantai irigasi sumur pompa dan irigasi sumur tanpa pompa di kecamatan Panjatan kabupaten Kulon Progo. Agr UMY 7 (1): 31 35.
Sumardi. 2009. Prinsip silvikultur reforestasi dalam rehabilitasi formasi gumuk pasir di kawasan pantai Kebumen. Prosiding seminar nasional Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan. Yogyakarta, 24-25 November 2008, pp.58-65.Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Triwahyuningsih, N. 1997. Pengaruh pemberian pupuk organik blotong terhadap pertumbuhan akar dan hasil jagung (Zea mays, L) pada tanah pasir pantai. Agr UMY 5 (3): 1-5.
Triwidiyaningsih, Maharani. 2011. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usahatani Cabai Merah di Kabupaten Bantul. Skripsi.  Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Yuwono, N.W. 2009. Membangun kesuburan tanah di lahan marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (2): 137-141.

No comments:

Post a Comment