TUGAS TERSTRUKTUR
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA3521)
Semester :
Ganjil 2016
Oleh :
Indriani Utami Dewi (A1L014088)
Anisa Ulfa (A1L014093)
Rahmadiansyah (A1L014094)
Mufida Rizqi Agustina (A1L014099)
Purnama Ayu (A1L014100)
Dian Ayu Kartika (A1L014101)
Devia Puspitasari Girsang (A1L014109)
Rizki Novandi (A1L014111)
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2016
I.
PENDAHULUAN
Lahan merupakan faktor
produksi yang utama dalam usahatani. Proses alih fungsi lahan menyebabkan
pemilikan lahan oleh rumah tangga petani semakin sempit. Dalam kurun waktu 1991
– 2020 diperkirakan sekitar 680.000 hektar lahan pertanian di Jawa akan berubah
menjadi lahan non pertanian. Hal yang sama juga akan terjadi di luar Jawa
terutama di Bali, Sumatra dan Sulawesi, sehingga dalam kurun waktu tersebut
lahan pertanian berkurang seluas 807.000 hektar. Mengingat masalah tersebut,
salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah perluasan areal pertanian ke
arah lahan marjinal. Salah satu lahan marjinal yang potensial untuk dijadikan
lahan pertanian adalah lahan pantai.
Area lahan pertanian
yang sekarang semakin sempit, sehingga mungkin atau tidak mungkinnya teknologi
baru di terapkan pada teknologi pertanian. Kegunaan pasir pantai dalam pertanian
mulai di terapkan kepada petani. Lahan pasir pantai adalah lahan pantai
dicirikan oleh tekstur tanahnya yang berupa pasiran,struktur tanahnya lepas dan
sangat porus,sehingga kemampuannya dalam menahan air rendah. Kondisi tersebut
menjadi tidak menguntungkan bagi setiap upaya pemupukan, karena kebutuhan pupuk
menjadi berlipat. Selain itu lahan pasir memiliki bahan organik dan nitrogen
yang rendah.
Lahan pasir pantai
merupakan lahan marginal dan belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemerhati
masalah pertanian melihat lahan
pasir dapat menjadi
tempat budidaya
pertanian merupakan hal
yang mustahil akan tetapi melalui serangkaian pengkajian, lahan pasir dapat
dikembangkan menjadi areal pertanian produktif.
Cabai merah keriting (Capsicum annuum L)
merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis di
Indonesia.Kebutuhan cabai keriting di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Luas panen cabai keriting pada
tahun 2012 seluas 211.566 hektar dengan produksi sebesar 1.053.060 ton
sementara untuk tingkat konsumsi cabai keriting sebesar 1,13 % per tahun,
dengan rata-rata konsumsi 1,550 kg per kapita (BPS.2013).
Lahan
pasir pantai memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian dengan meningkatkan produktivitas cabai
merah. Namun, disisi lain lahan pasir pantai memiliki beberapa kekurangan dalam
hal menyimpan air, kandungan bahan organik rendah, dan porositas tanah yang
tinggi (Gunawan Budiyanto, 2009). Penambahan bahan organik pada tanah dapat
memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah.
II. PERMASALAHAN
Cabai merupakan tanaman
hortikultura yang dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, salah satunya di lahan
pasir pantai. Lahan dengan ciri utama bertekstur pasir, kandungan hara yang
rendah, mudah tererosi oleh angin yang sangat kencang serta suhu udara yang
tinggi merupakan kendala utama apabila dikembangkan untuk budidaya tanaman
pangan maupun tanaman hortikultura.
Berbagai macam kendala
yang muncul di lahan pasir pantai menuntut petani menggunakan faktor produksi
yang lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas. Petani berharap dengan
menggunakan faktor produksi yang lebih banyak produksi akan tinggi. Di sisi
lain produksi dan harga cabai sangat tergantung pada musim. Musim penghujan hanya sedikit petani
yang menanam cabai karena resikonya besar sehingga harga cabai di pasar cukup tinggi.
Musim kemarau banyak petani yang menanam cabai akibatnya harga cabai di pasar
menjadi relatif rendah.
Kendala utama dalam pemanfaatan
tanah pasir yaitu miskin mineral, lempung, bahan
organik dan tekstur yang kasar. Tekstur yang kasar dan struktur berbutir
tunggal menyebabkan tanah ini
bersifat porus, aerasinya besar, dan kecepatan infiltrasinya tinggi. Keadaan tersebut menyebabkan
pupuk yang diberikan mudah
terlindi. Unsur hara tersebut masih dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman
karena belum mengalami pelapukan lebih lanjut. Untuk mempercepat proses pelapukan
tersebut diperlukan pemupukan dengan bahan organi yaitu pu puk kandang atau pupuk
hijau (Munir, 1996).
Rendahnya luas permukaan tanah
menyebabkan kemampuan mengabsorbsi dan menyimpan
air, batas plastis dan cairnya makin rendah. Kapasitas pertukaran kation (KPK) dipengaruhi oleh jumlah muatan
negatif pada permukaan jerapan.
Jumlah muatan negatif ditentukan
oleh luas permukaan, sehingga kapasitas pertukaran kation tergantung pada tekstur tanah,
kandungan bahan organik,dan mineral lempung. Makin kasar tekstur tanahnya, makin rendah
luas permukaannya dan makin rendah kapasitas pertukaran
kationnya. Muatan negatif dapat berasal dari
bahan organik maka peranan bahan
organik sangat menentukan besarnya nilai kapasitas pertukaran kation. Rendahnya kandungan bahan organik
dalam tanah pasiran menyebabkan suasanalingkungan yan g kurang sesuai bagi
perkembangbiakan mikroorganisme.
Selain permasalahan mengenai
sifat-sifat tanah pasiran, faktor
iklim di daerah pantai juga
berpengaruh besar terhadap keberhasilan pengelolaan tanaman. Keberhasilan produksi tanaman
mensyaratkan sumber daya iklim
seperti penyinaran, matahari,
CO2, dan air secara efisien. Pentingnya pengelolaan air bagi
terhadapketersediaan N dalam tanah, pada kondisi kelebihan atau kekurangan air.
Kelebihan air dapat membatasi
hasil tanaman, demikian juga responnya terhadap N akan terbatasi.
Tingginya intensitas sinar matahari yang sampai ke permukaan tanah menyebabkan tingginya suhu udara dan tanah,
sehingga memacu laju evapotranspirasi semakin besar. Adanya angin dengan kecepatan tinggi dan membawa kadar garam tinggi
secara terus menerus akan merusak
maupun memati kan tanaman baik
langsung maupun tidak langsung. Terbukanya
lahan menyebabkan suhu 0 permukaan tanah mencapai
55-60 0C selama kurang lebih 4-6
bulan dalam setahun. Struktur lepas pada tanah ini menyebabkan rentan terhadap erosi
angin maupun air. Permukaan lahan pasir pantai sering berubah mengikuti arah angin
kencang (13-15 m/detik). Kondisi tersebut di atas menunjukkan masih banyaknya faktor
pembatas pertumbuhan sehingga sangat kurangmenguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman. Oleh karena perlu dilakukan upaya modifikasi
lahan dan lingkungan mikroklimat pertanaman guna mengubah kondisi lahan mendekati optimal bagi
pertumbuhan tanaman, khususnya komoditas hortikultura.
III.
PEMECAHAN
MASALAH
Lahan pantai yang
didominasi tanah berpasir menyebabkan lahan tersebut kurang sesuai untuk
kegiatan pertanian. Seiring dengan kebutuhan bahan pangan yang semakin
meningkat, salah satunya adalah kebutuhan kedelai. Lahan pantai dapat menjadi
alternatif untuk pengembangan kegiatan pertanian. Lahan pasir umumnya mempunyai
sifat tanah tidak stabil, lengas tanah rendah, evapotranspirasi tinggi,
kandungan garam tinggi, kandungan bahan organik, kandungan unsur hara rendah
(Sumardi, 2009). Reklamasi lahan pantai untuk kegiatan pertanian akan
meningkatkan kandungan bahan organik, phospor, nitrogen dan stabilitas tanah
dalam waktu 30 tahun setelah reklamasi (Jianguo et al. 2014).
Tanah pasir dicirikan
dengan porositasnya yang tinggi, sehingga tanah pasir adalah tanah yang kurang
produktif. Hanafiah (2005), menjelaskan bahwa tanah pasir merupakan tanah yang
memiliki banyak pori makro atau porus.
Pori makro pada tanah pasir disebabkan karena struktur tanahnya yang tidak
padat padat. Antara agregat-agregat tanah sangat banyak terdapat celah atau
ruang. Hal tersebut menyebabkan udara tidak terbatas dan air susah untuk
terperangkap, sehingga tanah liat mudah untuk meloloskan air atau dengan kata
lain permeabilitasnya tinggi. Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas fisik
tanah liat adalah dengan penambahan bahan pembenah tanah (soil conditioner).
Menurut Hickman dan Whitney (2000), bahan pembenah tanah adalah material yang
dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
Teknologi
dalam praktek budidaya di lahan pasir pantai dan upaya-upaya
perbaikan (manipulasi) lahan antara lain :
1.
Penggunaan Lapisan Kedap
Beberapa bahan sebagai penyekat
lapis olah, antara lain: aspal, lempung padas, semen, dan plastik lembaran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemakaian plastic lembaran
lebih efektif dan efisien (Djadmo et
al., 2001cit. Yudono et al.,
2002).Penggunaan lapisan kedap yang terbuat dari lembaran plastik berwarna
perak-hitam yang ditanam pada
jeluk 30 cm dari permukaan tanah tersebut dimaksudkan untuk menciptakan suatu lapisan kedap guna
mencegah/menghambat agar air irigasi yang diberikan
dapat ditahan oleh lapisan tersebut sehingga ketersediaan air
meningkat dan efisiensi pemanfaatan
air oleh tanaman dapat ditingkatkan (Kastono, 2007).
Cara ini digunakan untuk menekan pelindian (leaching) terhadap unsur hara yang berasal dari pupuk yang diberikan baik
anorganik maupun organik oleh air
irigasi, sehingga diharapkan penyerapan unsur-unsur hara oleh akar tanaman juga dapat ditingkatkan. Penggunaan lapisan kedap diharapkan dapat mengurangi pemborosan dalam penggunaan air
irigasi, hal ini sesuai dengan
kondisi bahwa ketersediaan air
untuk irigasi di kawasan ini terbatas.Pemberian lapisan kedap tergantung dari
kebutuhan air tiap jenis tanaman. Pada tanaman
yang kurang membutuhkan lengas dalam jumlah besar seperti tanaman terong,ternyata
menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang kurang baik apabila diberi perlakuan rekayasa
lahan dengan plastik dasar bedengan (Kastono, 2007).
2.
Pencampuran tanah permukaan dengan lempung dan pupuk organik
Tanah lempung adalah tanah
berukuran lebih kecil d ari 2 micron yang mempunyai
mineral tertentu yang menghasilkan sifat plastis bila dicampur dengan air. Tanah lempung (vertisol atau grumusol)
di Indonesia terbentuk pada tempat-tempat yang
tingginya tidak lebih dari 300 meter di atas permukaan laut dengantopografi sedikit bergelombang sampai berbukit,
temperatur tahunan rata-rata 25 0C dengan curah hujan kurang dari 2.500 mm dan
pergantian musim hujan dengan musim kemarau nyata.
Bahan induknya terbatas pada tanah
bertekstur halus atau terdiri atas bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu
kapur, batu napal, tuff, endapan aluvial dan abu vulkanik (Maas, 1997). Pencampuran tanah permukaan setebal
kira kira 10 cm dengan lempung dan pupuk
kandang sapi dimaksudkan untuk terjadinya perubahan
sifat tanah, terutama adanya
peningkatan kesuburan fisika, kimia, dan biologi tanah lapisan atas yang pada dasarnya merupakan mintakat (zone)
utama bagi pertumbuhan dan perkembangan akartanaman. Di dalam mintakat inilah
hampir segala kebutuhan akar akan air dan unsur hara, serta tempat berpegangnya akar secara mekanis pada tanah dapat
berlangsun baik.
Dengan penambahan lempung dan bahan
organik secara bersama-sama kedalam tanah pasir diharapkan dapat
memberikan keuntungan terhadap perbaikan kualitas struktur tanah. Dengan struktur tanah
yang baik serta dengan perimbangan dan penyebaran
pori yang baik, maka agregat tanah dapat pula memberikan imbangan padat dan ruang pori yang lebih
menguntungkan terutama bagi tanaman.
Kebutuhan bahan organik pada lahan
pasiran lebih banyak dari lahan konvensional
yaitu sekitar 15–20 ton per ha sedangkan kebutuhan tanah lempung berkisar 60 ton/ha. Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton dapat menekan penggunaan NPK
menjadi 200 kg/ ha.Jumlah pupuk kandang tergantung pada jumlah peternakan yang
ada saat ini. Kebutuhan pupuk
kandang semakin meningkat dengan
pertambahan luasan areal pertanian
di lahan pasir pantai. Untuk mengantisipasi kekurangan kebutuhan pupuk kandang, maka dapat digunakan bahan
pembenah tanah lainnya berupa
kompos dan blotong.
Penggunaan kompos dapat untuk
meningkatkan porositas, aerasi, komposisi mikroorganisme
tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, mencegah lapisan kering pada tanah, dan menghemat
pemakaian pupuk kimia (Murbandono, 2002 cit. Siahaan 2012). Blotong adalah limbah industri yang
dihasilkan oleh pabrik gula dari proses klarifikasi
nira tebu. Blotong mempunyai potensi yang besar sebagai pupuk organickarena
disamping berfungsi sebagai sumber hara yang cukup lengkap, juga dapat membantu memperbaiki sifat-sifat
tanah. Blotong juga dapat membantu meningkatkan aktivitas mikrobia tanah, terutama
pada tanah-tanah yang mengandung bahan organic rendah. Penambahan blotong ke dalam
tanah akan meningkatkan jumlah C organic dalam
tanah (Triwahyuningsih, 1997).
Blotong atau dikenal dengan sebutan “filter press mud” secara umum mempunyai bentuk berupa serpihan
serat-serat tebu yang mempunyai komposisi humus, N-total, C/N, PIO3, KIO, CaO, dan MgO3
cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik.
Blotong dapat memperbaiki fisik tanah, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian
hara dan memperbaiki drainase tanah (Santoso et
al.,2003cit. Kurniawan 2009).
Penambahan tanah lempung 30 % dan pupuk blotong 30 ton/ha
memberikan tinggi tanaman cabai
dengan pertumbuhan tanaman yang paling
cepat dan tinggi, serta ber at
segar dan berat kering paling tinggi dibandingkan pemberian blotong 0 ton dan
15 ton/ha. Hal ini berkaitan
dengan kandungan nutrisi dan kandungan air yang ada dalam media tanah pasir yang sudah diberi
perlakuan (Kurniawan, 2009).
3.
Penggunaan mulsa organik.
Penggunaan mulsa ini sangat penting
di lahan pantai karena dapat menghemat lengas
tanah sehingga kebutuhan lengas untuk tanaman terutama pada musim kemarau diharapkan dapat tercukupi. Mulsa
organik pada lahan pasiran berfungsi untuk mempertahankan
dan mengembalikan produktivitas lahan
dengan cara menjaga tanah dari
sinar matahari yang berlebihan pada siang hari, menjaga suhu tanah, menekan kehilangan air/evaporasi, menjaga
kelembaban tanah dan mulsa yang melapuk dapat meningkatkan
kadar bahan organik tanah. Mulsa organik
dapat berupa sisa-sisa tumbuhan
seperti jerami, sekam, daun jagung, alang-alang dan sebagainya (Syarief, 1985 cit. Setiawan 1996).
Dari hasil penelitian pemberian mulsa gliricide dan jerami
padi sebanyak 20-30 ton dapat
meningkatkan hasil pada tanaman cabai di lahan pantai. Dengan pemanfaatan bahan organik dari
campuran kotoran sapi-jerami padi tersebut, dapat menyediakan hara nitrogen sepanjang
daur hidup tanaman jagung. Dengan upaya tersebut,
maka bahan organik tersebut mampu meningkatkan hasil tanaman jagung dan mencapai produksi sebesar 95,9% dari
produksi lokal dibandingkan
dengan pupuk anorganik (urea).
4.
Pemasangan Pematah Angin (wind breaker).
Fungsi utama wind breaker adalah untuk mereduksi kecepatan
angin. Selain itu juga berfungsi
untuk mengurangi kerusakan mekanis karena patah atau hilangnya organ-organ tanaman, kegagalan
pembungaan danpenyerbukan, bentuk habitus dan pertumbuhan
yang mengalami kelainan serta untuk mengurangi laju evapotranspirasi yang tinggi. Pematah angin dapat
berupa tanaman dan juga bangunan sementara. Bangunan
sementara dapat dibuat dari anyaman bambu, daun tebu, atau daun kelapa.
Sementara itu, pematah angin yang bersifat tetap berasal
dari tumbuhan tahunan yang
umurnya panjang dan dapat diatur pertumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat digunakan, misalnya: kelapa, Accasia,
Gliricide,sengon, lamtoro, bunga turi dan lain-lain.
5.
Penggunaan sistem lorong
Alternatif lain dalam teknologi budidaya yang dapat
diterapkan untuk lahan pantai adalah
sistem penanaman lorong (alley cropping). Sistem penanaman lorong merupakan sistem penanaman dengan menanam
pohon-pohon kecil dan semak dalam jalur-jalur yang
agak lebar dan penanaman tanaman semusim di antara jalur-jalur tersebut sehingga membentuk lorong-lorong.
Tanaman lorong biasanya merupakan tanaman
pupuk hijau ataulegume tree. Di
lahan pantai, budidaya lorong diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan
seperti: intensitas matahari, erosi permukaan oleh angin, dan laju evapotranspirasi.
Selain itu, dapat juga berfungsi
sebagai pematah angin sehingga
mereduksi kecepatannya (Setiawan, 1996).
6. Hidrologi
dan Irigasi
Ketersediaan air irigasi di lahan
pantai yang terbatas
mengakibatkan perlunya upaya untuk
meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam penggunaan air
irigasi. Irigasi dilahan pantai selama ini dilakukan dengan cara penyiraman dan penggunaan
sumur renteng. Di kawasan gumuk
pasir pantai Propinsi DIY ini
telah disediakan 2 (dua) embung, 10 reservoir, dan lebih dari 4.600 bak/sumur renteng.
Kegiatan usahatani cabai merah di lahan pasir berawal dari
upaya pengoptimalan lahan pasir sebagai lahan pertanian untuk mengatasi
kebutuhan lahan pertanian yang semakin menyempit, ternyata menjadi alternatif
yang layak untuk dikembangkan. Penanaman cabai merah di lahan pasir merupakan
terobosan baru dari pemerintah terkait dengan pemanfaatan lahan pasir sebagai
lahan pertanian. Tanaman cabai merah ditanam dengan dua cara yaitu ada yang
secara bergiliran dan ada pula yang secara monokultur. Tanaman cabai yang
diusahakan di lahan pasir ditanam secara monokultur. Varietas yang ditanam
petani adalah cabai merah hibrida dengan varietas nusantara 32. Petani
memperoleh benih cabai merah ini dari toko-toko pertanian.
Cabai (Capsicum sp.)
merupakan tanaman hortikultura sayur–sayuran buah semusim untuk rempah-rempah
yang diperlukan seluruh
lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan dan penghangat badan.Kebutuhan
terhadap mata dagangan ini semakin meningkat sejalan dengan makin bervariasinya
jenis dan menu makanan yang memanfaatkan produk ini.Selain itu, cabai rawit
sebagai rempah-rempah merupakan salah satu mata dagangan yang dapat
mendatangkan keuntungan bagi petani dan pengusaha.Karena selain dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga termasuk mata dagangan yang
mempunyai peluang pemasaran ekspor non migas yang sangat baik.
Cabai diklasifikasikan dalam
taksonomi sebagai berikut:
Kerajaan :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledoneae
Subkelas :
Sympetalae
Ordo :
Tubiflorae (Solanales)
Famili :
Solanaceae
Genus :
Capsicum
Spesies : Capsicum
annum L
Teknik
penanaman cabai merah di lahan pasir yang biasa dilakukan petani di daerah
penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Persiapan lahan
Persiapan
lahan terdiri dari pengolahan tanah dan pemberian pupuk dasar. Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul lahan
sedalam 30-40 cm dan diberi pupuk
kandang kemudian didiamkan selama 10 hari. Pengolahan lahan bertujuan untuk memberantas gulma
dan menggemburkan tanah.Selanjutnya dibuat bedengan selebar 110-120 cm, dengan
tinggi 20-30 cm,sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan lahan yang
akandigunakan sebagai areal penanaman. Setelah bedengan terbentuk diberi pupuk phonska dan pupuk KCl dan
disiram dengan air dan didiamkanselama 3-7 hari agar PH tanah menjadi netral dan diberi tindakan seperti penggunaan lapisan
kedap,pencampuran tanah permukaan dengan bahan organik dan lempung, penggunaan
mulsa organik.

2.
Persemaian dan Pembibitan
Bersamaan
dengan terbentuknya bedengan maka dilakukan persemaian dan pembibitan benih. Pertama kali
yang dilakukan adalah menyiapkan
media persemaian yaitu sebuah papan berukur 50x80 cm dengan tinggi kotak 20 cm, serta
sebuah plastik kecil sepanjang 100 cm
yang
diisi dengan sekam bakar dan tanah dengan perbandingan 2:1. Plastik dipotong dan digunakan
sebagai polybag. Benih
disemaikan dan direndam
selama sehari semalam, hal ini bertujuan
agar
benih cepat tumbuh. Masing-masing polybag diisi dengan satu benih.
3.
Penanaman
Penanaman
cabai di lapangan dapat dilakukan setelah bibit cabai merah berumur 17–23 hari atau bibit
telah dilengkapi dengan tumbuhnya 2-4 helai daun dengan jarak tanam 40x60 cm.
Bibit cabai merah dapat ditanam
dalam lubang tanam yang telah disiapkan. Bibit cabai sebaiknya ditanam pada waktu pagi atau sore
hari sehingga bibit dapat dipertahankan
kesegarannya.
4.
Pemeliharaan
Pemeliharaan
tanaman cabai merah mencakup kegiatan penyiraman dan
pemupukan susulan. Penyiraman dilakukan pada tanaman muda yang baru ditanam
sampai tanaman kuat. Penyiraman dapat dilakukan setiap hari mengingat daerah penelitian adalah
daerah pesisir pantai dengan keadaantanah yang berpasir. Penyiraman dilakukan 1
hari 1 kali bahkan ada yang 2 kali sehari tergantung dari masing-masing petani.
Penyiraman dilakukanpada waktu pagi atau sore hari, hal ini karena pada siang
hari merupakantranspirasi tertinggi pada tanaman. Penyiraman di daerah
penelitian dilakukan
dengan menggunakan pompa air yang disiramkan dengan menggunakan selang. Pemupukan susulan dapat dilakukan
setelah cabai berumur 50 hari.Hal ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan
bunga dan buah, serta untuk
memperbaiki pertumbuhan yang kurang memuaskan.
5.
Pemanenan
Tanaman cabai merah sudah mulai berbuah pada umur 40
hari, maka tanaman
cabai merah dapat dipanen 2-3 kali dalam seminggu. Tanaman cabai akan
menghasilkan buah secara terus menerus. Cara panen cabai merah adalah dengan
memetik buah bersama tangkainya secara hati-hatipada saat cuaca terang. Hasil
panen dimasukkan ke dalam karung kemudian langsung dijual di tempat pelelangan (Triwidiyaningsih, 2011)
IV. KESIMPULAN
1. Lahan pasir pantai dapat dimanfaatkan untuk pertanian komoditas pangan dan hortikultura dengan memanipulasi lahan
dan rekayasa mikroklimat lahan pertanian.
2. Teknologi yang diterapkan untuk optimalisasi pertanian
lahan pasir pantai berupa penggunaan
lapisan kedap, pencampuran tanah permukaan dengan lempung dan pupuk organik, penggunaan mulsa organik,
penggunaan sistem lorong, dan hidrologi
dan irigasi.
3. Lahan pasir pantai dapat digunakan untuk budidaya cabai
merah jika diterapkan teknologi budidaya yang tepat
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia.
Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Gunawan
Budiyanto. 2009. Bahan Organik dan Pengelolaan Nitrogen Lahan Pasir. Unpad
Press. Bandung. 192 h.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu
Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hickman,
J and Whitney, D. 2000. Soil Conditioners. Department of Agronomy Kansas State
University, Kansas
Jianguo
L, L. Pu, M. Zhu, Zhang J, P. Li, D. Xiaoqing , Y. Xu and L. Liu. 2014.
Evolution of soil properties following reclamation in coastal areas:A review.
Geoderma 226-227: 130-139.
Kastono, D. 2007. Aplikasi model rekayasa lahan terpadu guna meningkatkan peningkatan produksi hortikultura
secara berkelanjutan di lahan pasir pantai.
Maas, A. 1997. Metode dan Teknik Analisis Data Aspek
Geofisika-Kimia. Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) dan
Pusat Penelitian lingkungan Hidup UGM, Yogyakarta.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Setiawan, A. N. 1996. Teknologi budidaya pertanian lahan
pantai dan permasalahannya. Agr
UMY 4 (2): 42-45.
Shiddieq, D, B. D. Kertonegoro, W. Sudana. Dan Dariah.
2007. Optimalisasi Lahan Pasir
Pantai Kulon Progo Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura Dengan Teknologi Inovatif Berwawasan
Agribisnis. Kerjasama Lembaga Penelitian UGM dengan BBPP Yogyakarta.
Siahaan, R.M.H. 2012. Pengaruh Takaran Kompos Sampah Pasar
terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Kedelai Hitam (Glycine max (L)
Merill). Fakultas Pertanian.
Universitas Gadjah Mada. Skripsi.
Sriyadi. 1999. Studi komparatif usahatani lahan pantai irigasi sumur pompa dan irigasi sumur tanpa pompa di kecamatan
Panjatan kabupaten Kulon Progo. Agr
UMY 7 (1): 31 35.
Sumardi.
2009. Prinsip silvikultur reforestasi dalam rehabilitasi formasi gumuk pasir di
kawasan pantai Kebumen. Prosiding seminar nasional Silvikultur Rehabilitasi
Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi
Hutan. Yogyakarta, 24-25 November 2008, pp.58-65.Yogyakarta: Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada
Triwahyuningsih, N. 1997. Pengaruh pemberian pupuk organik blotong terhadap pertumbuhan akar dan hasil jagung (Zea
mays, L) pada tanah pasir pantai. Agr UMY 5 (3): 1-5.
Triwidiyaningsih,
Maharani. 2011. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi
pada Usahatani Cabai Merah di Kabupaten Bantul. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Yuwono, N.W. 2009. Membangun kesuburan tanah di lahan
marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (2): 137-141.
No comments:
Post a Comment