Tuesday, March 14, 2017

Laporan perlakuan bahan organik sebagai pembenah tanah dan pemupukan pada lahan marginal

LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA 3251)



ACARA I
PERLAKUAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PEMBENAH TANAH DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN MARGINAL


 










Semester :
Ganjil 2016




Oleh :
Rizki Novandi
NIM. A1L014111
Rombongan V







KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI  DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang berkepentingan terhadap tanah. Tanah sebagai sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam aktivitas guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya yang digunakan untuk keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang dapat pulih (reversible) dan dapat pula sebagai sumberdaya yang dapat habis (Santoso, 1991). Dalam usaha pertanian tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan. 
Pada awal budidaya pertanian, hara yang diperlukan untuk produksi tanaman hanya mengandalkan sumber alami dari tanah, baik yang bersumber dari bahan organik dan dari bahan mineral tanah, tanpa adanya pasokan hara dari luar. Petani peladang berpindah memilih tanah sebagai tempat usahanya hanya mendasarkan pada tebal tipisnya lapisan humus dan ketersediaan airnya saja. Setelah hara setempat habis atau produktivitasnya menurun, mereka pergi meninggalkan tempat usahanya untuk mencari lahan yang baru yang mempunyai lapisan humus tebal yang relatif lebih produktif, sehingga akan memberikan harapan terhadap ketersediaan hara untuk budidaya pertanian berikutnya.
Menyadari dampak negatif pada tanah dari pertanian yang boros energi tersebut, maka berkembanglah pada akhir-akhir ini konsep pertanian organik, yang salah satu langkah untuk pemeliharaan kesuburan tanahnya, adalah dengan penggunaan kembali bahan organik. Walaupun penggunaan bahan organik sudah bukan bahan yang baru lagi, namun mengingat betapa pentingnya bahan organik dalam menunjang produktivitas tanaman dan sekaligus mempertahankan kondisi lahan yang produktif dan berkelanjutan, maka pembahasan terhadap bahan organik tidak henti-hentinya untuk dikaji.
Bahan orgnik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. Peran bahan organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi.
Salah satu yang termasuk ke dalam lahan marginal adalah lahan pasir. Selama ini penanganan lahan pasir masih relatif kurang. Lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal dengan ciri-ciri antara lain : tekstur pasiran, struktur lepas-lepas, kandungan hara rendah, kemampuan menukar kation rendah, daya menyimpan air rendah, suhu tanah di siang hari sangat tinggi, kecepatan angin dan laju evaporasi sangat tinggi. Upaya perbaikan sifat-sifat tanah dan lingkungan mikro sangat diperlukan, antara lain misalnya dengan penyiraman yang teratur, penggunaan mulsa penutup tanah, penggunaan pemecah angin (wind breaker), penggunaan bahan pembenah tanah (marling), penggunaan lapisan kedap, dan pemberian pupuk (baik organik maupun anorganik).
Salah satu upaya perbaikan kualitas tanah yang dapat ditempuh adalah penggunaan bahan-bahan yang tergolong sebagai bahan pembenah tanah. Dalam upaya meningkatkan kualitas sifat fisik, kimia, serta biologi tanah, sebaiknya dipilih bahan pembenah dari bahan yang sulit terdekomposisi agar dapat bertahan lama dalam tanah. Bahan organik merupakan suatu sistem zat yang paling rumit dan dinamik.

B. Tujuan
1.        Mempelajari cara pemberian pembenah tanah pada  lahan marginal
2.        Mempelajari cara pemberian pupuk pada lahan marginal
3.        Mengetahui pengaruh pemberian pembenah tanah dan pemupukan pada tanah pasir pantai terhadap pertumbuhan tanaman 







II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam sistematika tumbuh-tumbuhan menurut Warisno (2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae                                                                    
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Tanaman jagung termasuk jenis tanaman semusim. Akar tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada kondisi tanah yang subur dan gembur, jumlah akar tanaman jagung sangat banyak. Sementara pada tanah yang kurang baik akar yang tumbuh jumlahnya terbatas. Batang tanaman jagung bulat silindris, tidak ber lubang, dan beruas – ruas (berbuku – buku) sebanyak 8 – 20 ruas. Jumlah ruas tersebut bergantung pada varietas yang ditanam dan umur tanaman (Nuning dkk, 2012).
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.  Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah (Warsino, 2007).
 Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Warsino, 2007).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gadum. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60-300 cm, tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (AAK, 2010).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap stoma dikelilingi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Warsino, 2007). Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga (Warsino 2007).
Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Umumnya buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji (AAK, 2010)
Untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman maka perlu dilakukan penambahan unsur hara berupa penggunaan pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan sisa makhluk hidup, seperti tanaman, hewan dan limbah organik. Pupuk ini umumnya merupakan pupuk lengkap artinya mengandung beberapa unsur hara makro dan mikro dengan jumlah yang tertentu (Marsono dan Lingga, 2003). Menurut Sutanto (2002) pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang lebih baik daripada bahan pembenah buatan, walaupun pada umumnya pupuk organik mempunyai kandungan hara makro N,P,K yang rendah tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Ditambahkan oleh Indriani (2001) penggunaan pupuk organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan pupuk an organik karena tidak menimbulkan sisa asam organik di dalam tanah dan tidak merusak tanah jika pemberiannya berlebihan.
Salah satu jenis pupuk organik diantaranya adalah bokashi. Bokashi adalah kompos yang dihasilkan melalui fermentasi dengan pemberian Effective Microorganism-4 (EM-4) yang merupakan salah satu aktivator untuk mempercepat proses pembuatan kompos (Indriani, 2001). Banyak hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa bokashi mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan teknik pengomposan secara sederhana.
Pemberian bokashi yang difermentasikan dengan EM-4 merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi anah serta dapat menekan hama dan penyakit serta meningkatkan mutu dan jumlah produksi tanaman (Nasir, 2008). Upaya pemupukan sudah jelas mampu membantu penyediaan unsur hara serta akan menjadi lebih efektif apabila dilaksanakan dengan pemilihan cara, dosis dan jenis pupuk yang tepat dan sesuai dengan kondisi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis bokashi yang memberikan hasil yang terbaik terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum).
Pemberian pupuk NPK terhadap tanah dapat berpengaruh baik pada kandungan hara tanah dan dapat berpengaruh baik bagi tanaman karena unsur hara makro yang terdapat dalam unsur N. P. dan K diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sutejo, 2002),
Salah satu cara dalam memperbaiki kondisi tanah tersebut dengan menambahkan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah (soil conditioner) adalah bahan-bahan alami yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Sutono dan Abdurachman, 1997). Pembenah tanah alami dapat berasal dari tanaman, banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai pembenah tanah khususnya tanaman air. Menurut Pratama (2011), tumbuhan akuatik memiliki daya retensi air yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap penahanan air di dalam tanah. Pembenah tanah dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga air akan dapat tertahan lebih lama di dalam tanah. Pembenah tanah akan menghalangi evaporasi pada tanah, sehingga tanaman tidak akan banyak kehilangan air, serta mempengaruhi kapasitas lapang dan pertumbuhan tanaman (Hickman and Whitney, 1990). Kapasitas lapang (field capacity) adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi (Yanwar, 2003).











III. METODE PRAKTIKUM
A.    Tempat dan Waktu
Praktikum Budidaya Tanaman pada Lahan Marginal acara satu yaitu perlakuan bahan organik sebagai pembenah tanah dan pemupukan pada lahan marginal dilaksanakan pada hari kamis 29 september 2016 di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.

B.     Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain ; tanah pasir pantai, bahan organik : pupuk kandang atau bokashi, bahan pupuk : NPK majemuk, benih tanaman jagung, pestisida : fungisida dan insektisida dan air siraman. Sedangkan alat-alat yang digunakan yaitu screen house, polybag, timbangan, ember, sprayer, alat pengamatan : penggaris, timbangan elektrik, alat tulis dll.
C.    Prosedur Kerja
1.        Tanah pasir disiapkan dengan menimbang sejumlah 5 kg
2.        Dosis perlakuan bahan pembenah tanah yaitu :
Bokashi    B0 : 0 gram
                 B1 : 250 gram (50 %)
                 B2 : 500 gram (100 %)

3.        Dosis perlakuan pemberian pupuk ditentukan dengan menghitung :
Pupuk NPK          P0 : 0 gr
                             P1 : 5 gr
                             P2 : 10 gr
4.        Perlakuan dosis pembenah tanah dan dosis pupuk disusun ke dalam rancangan faktorial 3x3 ada 9 kombinasi, dan diulang sebanyak 3 kali, jadi total 27 unit percobaan.
5.        Pembenah tanah dan pupuk diberikan sesuai dengan perlakuan dosis, dicampur hingga merata dengan tanah pasir yang sudah disiapkan lalu diberi label pada setiap polybag.
6.        Bibit/benih tanaman jagung sebanyak 3 biji/polybag ditanam masing-masing polybag, sebelum ditanam disiram sampai kapasitas lapang.
7.        Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman sejumlah air 200 ml/polybag
8.        Pengendalian OPT dilakukan secara insidential
9.        Pengamatan terhadap variabel tinggi dan jumlah tanaman diamati setiap 1 minggu sekali.
10.    Variabel diamati bobot basah tajuk, panjang akar, bobot akar dilakukan setelah 4 minggu.
D.    Rancangan Percobaan
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Perlakuan : Bokashi    B0 : 0 gr          : 0 %
                                    B1 : 250 gr      : 50 %
                                    B2 : 500 gr      : 100 %
            Pupuk NPK     P0 : 0 gr
                                    P1 : 5 gr
                                    P3 : 10 gr
Kombinasi perlakuan : B0P1, B0P1, B0P2
                                      B1P0, B1P1, B1P2
                                      B2P0, B2P1, B2P2
Diulang sebanyak 3 kali        (n-1) (r-1) > 12 – 16
B2P2
 
B1P1
 
B2P1
 
B1P0
 
B2P0
 
B0P11
 
B1P2
 
B0P2
 
B0P0
 
Denah percobaan :
I
B2P2
 
B1P1
 
B0P2
 
B1P2
 
B2P1
 
B0P0
 
B2P0
 
B0P0
 
B0P1
 
                                
B1P0
 
II
B0P1
 
B1P0
 
B2P1
 
B2P2
 
B0P2
 
B1P1
 
B0P0
 
B1P2
 
B2P0
 
                              
III

Perhitungan :
1)      Media Polybag
VT = luas permukaan    x kedalaman akar
      =                      x 15 cm
    = 3,14 ()         x 15 cm
    = 7359,37
BT = VT x BJI
     = 7359,37 x 1,6
     = 11775,04 gr
     = 11,78 kg (ideal)
   = 5 kg (1 polybag)
2)      Bahan Organik
BO = (   ) x BT x
      = (   ) x 5000 x
     = 482,5 gr
3)      Pupuk NPK
PP    = ( KH – KT ) x VT x BJI x
       = ( 0,21 – 0,065 ) x 7359,37  x 1,6 gr/x
       = 106 gr
Untuk 5 kg/polybag
  =
530 gr = 11,78 x
    x     = 44,99
            =  gr
            = 11,25 gr
4)      Penyiraman
ET crop = ET0 x Kc
             = 4 mm x 1,17
             = 4,68 mm/tanaman
Air yang dibutuhkan = ET crop x Ls polybag
                                    = 4,68 mm/tanaman x 3,14 ()
                                     = 229,6
                                 = 0,2 L/polybag


                       


















IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Tabel 1. Hasil sidik ragam perlakuan bokhasi dan pupuk NPK majemuk terhadap pertumbuhan tanaman jagung
No.
Variabel
Perlakuan
B
P
BxP
1
Tinggi tanaman
N
tn
tn
2
Jumlah daun
N
tn
n
3
Bobot basah tajuk
N
tn
tn
4
Bobot akar
tn
tn
tn
5
Panjang akar
N
n
tn
Keterangan : B= pupuk bokhasi, P= pupuk NPK majemuk, BxP= kombinasi pupuk bokhasi dan pupuk NPK majemuk. sn= sangat nyata, n= nyata dan tn= tidak nyata
Kesimpulan:
1.      Pemberian perlakuan pupuk bokasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk dan panjang akar tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot akar.
2.      Pemberian perlakuan pupuk NPK majemuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar, tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk dan bobot akar.
3.      Kombinasi pemberian perlakuan pupuk bokasi dan pupuk NPK memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun, tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah tajuk, bobot akar dan panjang akar.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan pupuk bokhasi dan pupuk NPK majemuk terhadap pertumbuhan tanaman jagung
Perlakuan
Variabel
TT
JD
BBT
BA
PA
B0
62,27 b
7,22 b
12,27 b
3,54
56,51 a
B1
80,61 a
8,78 a
24,81 a
4,78
37,28 b
B2
85,61 a
8,89 a
24,25 a
4,81
39,33 b
P0
74,83
8,11
19,34
4,03
51,23 a
P1
82,44
8,67
24,20
5,61
47,47 ab
P2
71,22
8,11
17,79
3,49
34,42 b
B0P0
53,33
5 d
5,1
2,13
68,67
B0P1
64,5
8 bc
14.4
4,60
58,7
B0P2
69
8,67 abc
17,31
3,91
42,16
B1P0
84,33
9,67 a
28,62
4,89
38,76
B1P1
89
9,33 ab
29,02
6,35
43,16
B1P2
68,5
7,33 c
16,8
3,09
29,93
B2P0
86,83
9,67 a
24,30
5,06
46,26
B2P1
93,83
8,67 abc
29,19
5,89
40,56
B2P2
76,16
8,33 abc
19,27
3,48
31,16
Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil (a,b) yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata setelah diuji menggunakan DMRT (α= 0,05). TT= Tinggi tanaman, JD= Jumlah daun, BBT= Bobot basah tajuk, BA= bobot akar dan PA= Panjang akar.

Kesimpulan:
1.      Pemberian perlakuan pupuk bokasi memberikan pengaruh yang nyata terbaik terhadap tinggi tanaman pada perlakuan B1, jumlah daun pada perlakuan B1, bobot basah tajuk pada perlakuan B2, dan panjang akar pada perluan B0, tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot akar.
2.      Pemberian perlakuan pupuk NPK majemuk memberikan pengaruh yang nyata terbaik terhadap panjang akar pada perlakuan P0, tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk dan bobot akar.
3.      Kombinasi pemberian perlakuan pupuk bokasi dan NPK majemuk memberikan pengaruh yang nyata terbaik terhadap jumlah daun pada perlakuan B1P0 , tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah tajuk, bobot akar dan panjang akar.



B.     Pembahasan
Praktikum acara 1 yang telah dilaksanakan di Laboratorium agrohorti , Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman menggunakan bokashi sebagai bahan pembenah , perlakuan pemupukan dengan pupuk NPK, dan menggunakan pasir sebagai media tanamnya. Data pengamatan yang telah diambil dituliskan ke dalam tabel pengamatan dan dibuat analisis untuk menetukan perlakuan yang terbaik.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka diketahui bahwa pada tanaman jagung pemberian bokashi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, dan panjang akar. Hal ini dikarenakan menurut Dinamaria (2008), pemberian bokashi dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara, memperbaiki struktur media tanam dan daya serap air menjadi lebih baik, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman jagung. Sedangkan pemberian bokashi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot akar.
Pemberian pupuk majemuk NPK berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun dan panjang akar tanaman jagung, berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk, dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot akar. Hal ini dapat dikarenakan terjadi kesalahan dosis yang diberikan pada tanaman jagung saat praktikum. Seharusnya, menurut hasil penelitian Arafah dan Sirappa (2003) bahwa tanaman jagung sangat respon terhadap pemupukan, terutama terhadap hara N dan K, terutama pada rerata tinggi tanaman.
Hasil analisis mengenai pemberian kombinasi antara pupuk bokashi dan pupuk NPK terhadap tanaman jagung adalah berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah tajuk, bobot akar, dan panjang akar. Penggunaan pupuk anorganik memiliki unsur hara dalam bentuk tersedia sehingga dapat langsung dimanfaatkan tanaman  sesaat setelah diaplikasikan, kegunaannya untuk menambah unsur hara tanaman terutama pada media yang miskin hara. Pupuk majemuk sebagai pupuk buatan mengandung sejumlah bahan yang dapat tertinggal di media tanam setelah unsur haranya terserap oleh tanaman. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan organic untuk menetralisir pengaruh negatif dari penggunaan pupuk majemuk ini. Salah satu pupuk alam yang mengandung bahan organic adalah bokashi, di samping itu bokashi juga mengandung unsur hara dan hormon tumbuh yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Wiwie, 2011). Sehingga, seharusnya kombinasi pupuk NPK majemuk dengan pemberian bokashi akan berdampak positif pada pertumbuhan tanaman jagung, namun hasil analisis yang menunjukkan perlakuan kombinasi hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun saja dapat diakibatkan beberapa hal. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kesalahan cara pengadukan antara bokashi, pupuk NPK majemuk, dan media tanam, dapat juga dikarenakan campuran kurang merata, dan hal lainnya.
Berdasarkan hasil analisis pengaruh perlakuan pupuk bokashi terhadap pertumbuhan tanaman jagung, maka pemberian bokashi yang paling baik terhadap tinggi tanaman adalah dengan dosis 250 gram. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yati, dkk (2013) yang menyebutkan pemberian pupuk organik kotoran ayam (bokashi) berpengaruh nyata terhadap tinggi jagung. Bokashi dapat berpengaruh terhadap tinggi tanaman karena menurut Sutanto (2002), media tanam yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan media yang dicukupi bahan organik memiliki kemampuan mengikat air yang lebih besar. Sehingga, dari pernyataan tersebut dapat ditunjukkan bahwa tanaman bokashi berpengaruh terhadap tinggi tanaman karena dengan struktur media yang baik dan daya mengikat air yang tinggi menjadikan penyerapan unsur hara dan air menjadi lebih optimal, sehingga baik untuk pertumbuhan vegetatif tanaman jagung. Penambahan pupuk organik padat pada media tanam yang ditanami jagung menyebabkan jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan subur. Pupuk organik padat dari kotoran ayam memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan pupuk organik yang lainnya, bokashi ini mudah terdekomposisi sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman, pernyataan ini sesuai dengan Buckman dan Brady (1982), bahwa bokashi merupakan bahan organik yang berkualitas tinggi dan cepat tersedia bagi tanaman.
Pemberian bokashi berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman jagung. Dosis bokashi yang paling baik untuk jumlah daun adalah 250 gram. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Yati, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa pemberian bokashi berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman  jagung pada setiap periode pengamatan yang dilakukan. Jumlah daun berpengaruh terhadap penyediaan makanan bagi tanaman (fotosintesis). Semakin banyak jumlah daun maka semakin tinggi fotosintesis yang terjadi, sehingga mempengaruhi produktivitas tanaman.
Bokashi berpengaruh terhadap bobot basah tajuk tanaman jagung. Perlakuan bokashi yang paling baik untuk bobot basah tajuk adalah 250 gram. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bokashi dengan dosis yang tidak begitu tinggi sudah dapat mendukung pertumbuhan tanaman jagung secara optimal. Pernyataan tersebut sesuai dengan Pracaya (2003), bahwa keuntungan penggunaan bokashi adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman meskipun bahan organiknya belum terurai seperti pada kompos. Bila bokashi dimasukkan ke dalam tanah, bahan organiknya dapat digunakan sebagai substrat oleh mikroorganisme efektif untuk berkembangbiak dalam tanah, sekaligus sebagai tambahan persediaan unsur bagi tanaman, sehingga tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik didukung oleh pemberian bokashi dapat dilihat dari bobot tajuknya.
Bobot akar yang paling tinggi adalah 4,78 gram dengan dosis bokashi 250 gram. Namun, pemberian bokashi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot akar. Hal ini tidak sesaui dengan literatur yang menyebutkan bahwa dengan adanya pemberian bokashi akan berperan dalam  menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman lebih baik karena dua hal. Pertama, pemberian bokashi membuat tanah dengan bobot isi rendah dan porositas tinggi yang dapat merangsang pertumbuhan akar (Hoffman dan Jungk, 1995). Kedua, perbaikan pertumbuhan dan produksi tanaman juga dapat disebabkan perbaikan sifat kimia tanah, pemberian bahan organik dapat meningkatkan ketersedian unsur hara (Utami dan Handayani, 2002).
Perbedaaan dosis pupuk bokashi berpengaruh terhadap ragamnya panjang akar  tanaman jagung. Dosis bokashi yang paling baik untuk panjang akar adalah 0 gram (tidak diberi bokashi) sebesar 56,51. Hal ini dapat disebabkan bokashi tidak mempengaruhi pertumbuhan akar. Namun hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Damayanti, dkk (2014), bahwa pemberian bokashi meningkatkan serapan N. Menurut Wahyudi (2009), bahwa peningkatan serapan N tanaman ada kaitannya dengan peningkatan bobot kering tanaman, perbaikan perkembangan akar tanaman, dan peningkatan ketersediaan N tanah. Sehingga seharusnya pemberian bokashi dapat lebih berpengaruh dibanding kontrol (tidak terdapat perlakuan bokashi)
Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perbedaan pengaruh setiap dosis terhadap variabel. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil dari setisp variabel yang paling baik ditunjukkan dari perlakuan B1. B1 adalah pemberian bokashi dengan dosis 250 gram (setara dengan 50% dosis).
Berdasarkan hasil analisis, pemberian pupuk NPK majemuk tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Rerata tinggi tanaman yang paling tinggi adalah 82.44 cm dengan dosis pupuk NPK majemuk 5 gram. Pemberian pupuk NPK majemuk tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung.
Dosis pupuk NPK majemuk yang paling baik untuk jumlah daun jika dilihat dari hasil analisis yang ada adalah P1 atau 5 gram. Menurut Wahid (2011), daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis pada tumbuhan, efektif dalam penyerapan cahaya dan cepat dalam pengambilan karbon dioksida. Nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim sedangkan unsur hara mikro berfungsi terutama dakam pembentukan daun. Apabila pembentukan daun tersebut terganggu maka proses fotosintesis akan terganggu juga dan pertumbuhan tanaman terganggu. Selain itu jika kekurangan nitrogen maka tanaman akan tumbuh lambat dan kerdil. Sehingga pemberian pupuk NPK majemuk berpengaruh terhadap pertumbuhan daun yang dilihat dari jumlah daun karena terdapat unsur N dan unsur lainnya yang mempengaruhi.
Dari ketiga data yang ada, yaitu bobot basah akar dari perlakuan P0; P1; P2 yang paling baik adalah perlakuan P1 dengan dosis 5 gram. Bobot yang dihasilkan dari perlakuan P1 adalah 5,61 gram.
Pemberian pupuk NPK majemuk tidak berpengaruh terhadap bobot akar. Bobot akar yang paling tinggi adalah 5.61 dengan perlakuan P1 (5 gram pupuk NPK). Sedangkan, Pemberian pupuk NPK majemuk berpengaruh terhadap panjang akar. Dosis yang paling baik untuk menghasilkan panjang akar tertinggi adalah 0 gram (tidak diberi pupuk) yaitu sebesar 51,23.
Pada praktikum yang dilaksanakan, diterapkan juga kombinasi perlakuan dengan dosis bokashi dan pupuk NPK majemuk yang beragam. Keberagaman ini menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap hasil setiap variabel. Selanjutnya, untuk membandingkan hasil setiap variabel, maka dilakukan pembahasan mengenai pengaruh  perlakuan kombinasi.
Kombinasi yang dibahas mengenai perbandingan B0P0, B0P1, dan B0P2 terhadap hasil tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot akar, dan panjang akar. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati, baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Ini didasarkan kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Hakim, 2009). Dosis yang menghasilkan tinggi tanaman paling tinggi adalah B1P0 dengan rerata tinggi 84,33 cm. Dosis B1P0 adalah perlakuan bokashi 250 gram dan pupuk NPK majemuk 0 gram. Namun, pemberian kombinasi bokashi dan pupuk NPK majemuk dengan dosis bokashi 250 gram yang diikuti perlakuan berbagai dosis pupuk NPK majemuk 0 gram tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman jagung. Hal ini diakibatkan oleh tanaman akan tumbuh dengan baik apabila diikuti perlakuan pupuk organik, meskipun pupuk anorganik sudah dapat membantu pertumbuhan tanaman namun belum optimal.
Pengaruh perlakuan kombinasi dengan dosis bokashi 250 gram yang diikuti oleh beragam dosis pupuk NPK majemuk 0 gram terhadap jumlah daun adalah yang paling baik menggunakan dosis B1P0. B1P0 yaitu dosis bokashi 250 gram dengan pupuk NPK majemuk 0 gram. Hal ini menunjukkan pemberian bokashi tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, sedangkan pupuk dengan dosis tidak terlalu tinggi dapat berpengaruh terhadap jumlah daun.
Pemberian perlakuan bokashi 0 gram yang diikuti pemberian pupuk NPK majemuk 0gram/5gram/10 gram tidak berpengaruh terhadap bobot basah tajuk, bobot akar dan panjang akar. Namun, yang hasilnya paling tinggi untuk bobot basah tajuk adalah 0 gram bokashi dengan 10 gram pupuk NPK majemuk dengan hasil rerata bobot adalah 26.556 gram. Hasil rerata tertinggi bobot akar adalah 6.456 dengan perlakuan bokashi 0 gram dengan 10 gram pupuk NPK. Menurut Yati, dkk (2013) dosis pupuk NPK paling tinggi menghasilkan nilai rerata beberapa variabel paling tinggi karena unsur hara yang tersedia di dalam tanah mencukupi kebutuhan tanaman, sedangkan pada perlakuan tanpa pupuk atau kurang dari dosis paling tinggi mengakibatkan unsur hara yang tersedia menjadi sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan pertumbuhan tanaman terutama pada variabel tertentu seperti tinggi tanaman dan bobot basah tajuk. Sedangkan, Kombinasi B0P0 (tidak diberikan bokashi dan pupuk) menjadi perlakuan yang menghasilkan panjang akar paling tinggi yaitu dengan rerata 79.67. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bokashi dan pupuk NPK majemuk tidak mempengaruhi panjang akar.
Selanjutnya, mengenai perbedaan hasil setiap variabel yang diberikan perlakuan B1P0, B1P1, dan B1P2. Berdasarkan hasil analisis, pemberian kombinasi tersebut hanya berpengaruh terhadap jumlah daun saja. Sedangkan, tidak berpengaruh terhadap variabel lainnya. Rerata tinggi tanaman paling tinggi dari perlakuan kombinasi yang disebutkan adalah B1P1. B1P1 adalah pemberian bokashi 250 gram dengan 5 gram pupuk NPK majemuk.
Kombinasi dosis bokashi 250 gram yang diikuti pemberian pupuk NPK majemuk dengan dosis yang beragam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun. Dosis paling baik untuk mempengaruhi jumlah daun adalah B1P0 dengan 250 gram bokashi dan 0 gram pupuk NPK majemuk. Pada kenyataannya hasil B1P0 sama dengan B1P2, namun B1P0 dinyatakan paling efisien karena membutuhkan lebih sedikit bahan pembenah. Kombinasi bokashi 250 gram dengan pemberian pupuk NPK majemuk yang beragam tidak berpengaruh terhadap bobot baasah tajuk, bobot akar, dan panjang akar. Namun, pada bobot basah tajuk rerata yang paling tinggi adalah 32.316 dengan dosis B1P2. Rerata bobot akar yang paling tinggi adalah 5.96 dengan perlakuan B1P2. B1P2 adalah dosis bokashi 250 gram dengan pemberian pupuk NPK majemuk 10 gram. Sedangkan, rerata paling tinggi untuk panjang akar adalah 60.33 dengan perlauan B1P0, yaitu bokashi 250 gram dan tidak diberi pupuk NPK majemuk.
Perbandingan kombinasi yang terakhir adalah B2P0, B2P1, dan B2P2 dengan dosis bokashi 500 gram diikuti pemberian pupuk NPK majemuk 0gram/5gram/10gram. Perlakuan kombinasi 500 gram bokashi yang diikuti beragam dosis NPK majemuk hanya berpengaruh terhadap jumlah daun, dengan dosis terbaik dalah B2P0 yaitu pemberian bokashi 500 gram dan tidak diberi pupuk NPK majemuk.
Sedangkan, perlakuan kombinasi 500 gram bokashi yang diikuti beragam dosis pupuk NPK majemuk tidak mempengaruhi tinggi tanaman, bobot baasah tajuk, bobot akar, dan panjang akar. Pada tinggi tanaman rerata yang paling tinggi adalah 92.76 dengan perlakuan B2P1 (500 gram bokashi dengan 5 gram pupuk NPK majemuk). Rerata bobot basah tajuk yang paling tinggi adalah 42.8 dengan dosis 500 gram bokashi dan 5 gram pupuk NPK majemuk. Dosis yang sama yaitu B2P1 juga menjadikan rerata bobot akar paling tinggi yaitu 5.83. Sedangkan untuk rerata panjang akar paling tinggi adalah 59.167 dengan dosis B2P0, yaitu pemberian 500 gram bokashi dengan 0 gram pupuk NPK majemuk (tidak diberi pupuk NPK).









V.    KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :
1.      Pembenah tanah merupakan amelioran tanah yang mampu memperbaiki kemampuan jerap dan tukar kation, air, dan hara mikro sehingga mengurangi kehilangannya di dalam tanah, cara pemberiannya dapat dengan bahan organik seperti bokashi.
2.      Pemberian pupuk sebagai pembenah tanah dapat digunakan pupuk NPK majemuk
3.      Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perbedaan pengaruh setiap dosis terhadap variabel. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil dari setisp variabel yang paling baik ditunjukkan dari perlakuan B1. B1 adalah pemberian bokashi dengan dosis 250 gram (setara dengan 50% dosis). 

B.     Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan dengan lebih teliti dalam mengukur variabel tanaman seperti tinggi tajuk, panjang akar dll agar didapatkan hasil yang baik, serta perlu cermat dalam menganalisis data.


DAFTAR PUSTAKA
AAK, 2010. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta: Kanisius

Arafah dan M.P. Sirappa. 2003. Kajian Penggunaan Jerami dan Pupuk N, P, dan K Pada Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 4 No. 1.

Buckman H.O dan Brady N.C. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Damayanti, H, Yosep. P, dan Isrun. 2014. Pengaruh Bokashi Gamal dan kacag tanah terhadap Serapan Nitrogen Tanaman Jagung Manis pada Entisol Sidera. E-Journal Agrotekbis Vol. 2 No. 3.

Dinamaria, Lenny. 2008. Hubungan Beberapa Faktor Sosial Ekonomi dengan Sikap Petani Cabai Merah terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi. Skripsi. USU. Medan.

Hakim, MA. 2009. Asupan Nitrogen dan Pupuk Organik Cair terhadap Hasil dan Kadar Vitamin C Kelopak Bunga Rosela. UNS. Surakarta.

Hickman, J. S. and David A.Whitney. 1990. Soil Conditioners. Departemen of Agronomy Kansas State University. North Central Regional Extension Publication 295.
Indriani, Y.H. 2011. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Joffman, C dan A. Jungk. 1995. Influence of Soil Compaction o Growth and Phosphoris Supply of Plants. CRC Presss Inc. New York.

Lingga, P dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Indonesia.
Megahwati, I. 2009. Pengaruh Waktu Pemberian dan Dosis Pupuk Kandang Ayam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung pada Berbagai Dosis Pupuk Urea. IPB. Bogor

Nasir. 2008. Pengaruh Penggunaan Pupuk Bokashi pada Pertumbuhan dan Produksi Palawija dan Sayuran. www.distperternakpandeglang.go.id.
Nismawati. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Bokashi Terhadap Pertumbuhan Semai Kemiri. Jurnal Warta Rima. Vol 1 no 1 hal 1-8.

Nuning, Argo Subekti, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti. 2012, Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pratama, R. 2011. Kandungan Hara Makronutrien Pada Beberapa Tumbuhan Akuatik dan Potensinya Sebagai Material Pembenah Tanah (Soil conditiner). Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP. Semarang
Pracaya. 2003. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag. Penebar Swadaya. Depok.

Rajiman, 2011. Aplikasi Pembenah Tanah dan Jarak Tanam Dilahan Pasir Pantai Untuk Produksi Bawang Merah. Jurnal Teknologi. No 2 hal 85-91.

Rajiman, 2014. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Di Lahan Pasir Pantai Terhadap Kualitas Tanah. Seminar Nasional Lahan Suboptimal Palembang 26-27 September 2014.

Ryan, Ishak. 2010. Respon Tanaman Sawi (Brasica juncea.L.) Akibat Pemberian Pupuk NPK dan Pembenahan Bokashi Pada Tanah Asal Bumi Wonorejo Nabire. Jurnal Agroforestri, Volume 5 Nomor 4.

Santoso, P. and Ahmad Safrudin, 1991. Dampak Pembangunan Terhadap Tanah, Tataguna Lahan dan Tata ruang. Bandung.

Sutanto. 2002. Ilmu Tanah. Kanisius. Jakarta.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius.Yogyakarta.
Sutedjo, M.M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Tambunan, S. 2014. Pengaruh Aplikasi Bahan Organic Segar Dan Biocar Terhadap Ketersediaan P Dalam Tanah Di Lahan Kering Malang Selatang. Jurnal Tanah Dan Sumber Daya Lahan.Vol 11 No 1 Hal 89-98.

Utami, S dan S. Handayani. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal Ilmu Pertanian 10: 63-69.

Wahyudi, I. 2009. Serapan N Tanaman Jagung Akibat Pemberian Pupuk Guano dan Pupuk Hijau Lamtoro pada Ultisol Wanga. Agroland Fakultas Pertanian Vol.5 No. 12

Wiwie. 2011. Pengaruh Beberapa Kombinasi Pupuk Kandang Ayam dengan NPK (15:15:15) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Markisa Ungu. Universitas Andalas. Padang.

Yati, Sri Ishak, Moh. Ikbal, Marleni Limonu. 2013. Pengaruh Pupuk Organik Kotoran Ayam terhadap Pertumbuhan Tanamna Jagung di Dulomo Utara Kota Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo. JATT Vol. 2 No. 1.
LAMPIRAN


  


No comments:

Post a Comment