LAPORAN
PRAKTIKUM
BUDIDAYA
TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA
3521)
ACARA
II
PENGAPURAN
TANAH MARGINAL
Semester :
Ganjil 2016
Oleh:
Rizki Novandi
NIM. A1L014111
Rombongan V
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Usaha
peningkatan produksi pangan salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan
ekstensifikasi / perluasan lahan. Akan tetapi, di Indonesia jumlah lahan yang
dapat dimanfaatkan untuk pertanian semakin berkurang akibat alih fungsi lahan.
Lahan yang dialihfungsikan tersebut sebaian besar adalah lahan-lahan yang
produktif, sehingga secara tidak langsung pengalihfungsian lahan dapat
menurunkan produksi pangan dan tidak mampu mencukuoi kebutuhan masyarakat. Guna
mengantisipasi hal tersebut, mulailah usaha-usaha penggunaan lahan-lahan yang
kurang produktif marginal.
Lahan
marginal adalah lahan yang kehilangan kemampuan untuk mendukung proses
pertumbuhan dan produksi tanaman dengan baik sehingga menjadi terpinggirkan
karena produktivitasnya rendah. Hasil ekonominya pun lebih rendah dari nilai
inputnya. Lahan tersebut terbentuk akibat dari proses pembentukan, peristiwa
alami atau akibat aktivitas manusia. Saat ini, sudah banyak masyarakat yang
memikirkan cara untuk memanfaatkan lahan-lahan marginal yang ada untuk tetap
dapat memproduksi tanaman yang mencukupi kebutuhan pangan bagi masyarakat luas.
Indonesia
sendiri memiliki beberapa jenis lahan marginal yang dapat dimanfaatkan, yaitu
lahan gambut (masam), sulfat masam, podsolik merah kuning dan pasir pantai.
Lahan-lahan tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia, dan dapat menjadi
potensi untuk kegiatan perluasan budidaya tanaman. Pada umunya tanah
yang mendominasi adalah ordo tanah ultisol (podsolik merah kuning) dengan pH 4-5. Tingginya tigkat keasaman pada sebagian lahan
marginal, menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan merasa tercekam. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pH tanah yaitu dengan pemberian
kapur. Manfaat pemberian kapur
di tanah masam yaitu dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah seperti
N, P, K, Mg, S dan lain-lain. Oleh karena
itu perlu diketahui macam- macam kapur yang digunakan untuk pengapuran tanah
marginal , cara pemberian daqn pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan tanaman
yang dibudidayakan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum
ini adalah:
1. Mempelajari
cara pengapuran pada lahan marginal
2. Mengetahui
pengaruh pemberian beberapa jenis kapur pada tanah marginal.
3.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sumber daya lahan merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan keberhasilan
suatu sistem usaha pertanian, karena hampir semua usaha pertanian berbasis pada sumber daya lahan.
Lahan adalah suatu wilayah daratan dengan ciri mencakup semua watak yang
melekat pada atmosfer, tanah, geologi, timbulan, hidrologi dan populasi
tumbuhan dan hewan, baik yang bersifat mantap maupun yang bersifat mendaur,
serta kegiatan manusia di atasnya. Jadi, lahan mempunyai ciri alami dan budaya
(Subagyo et al. 2004). Menurut Subagyo et al. (2004), lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang
memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan
untuk suatu keperluan tertentu. Salah satu lahan
marginal yaitu lahan masam atau ordo podsolik merah kuning.
Permasalahan utama yang dihadapi pada Podsolik merah
kuning jika dijadikan lahan pertanian adalah keracunan aluminium (Al) dan besi
(Fe) serta kekurangan hara terutama fosfor (P). Unsur Al dan Fe yang banyak
larut pada tanah masam akan mudah mengikat P, sehingga penambahan pupuk P
kurang bermanfaat bagi tanaman dan efisiensi pemupukan P menjadi rendah. Podsolik merah kuning
dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga
mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan serta erosi tanah.
Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Podsolik merah kuning dan
sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena
kesuburan tanah Podsolik merah kuning hanya ditentukan oleh kandungan bahan
organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin
bahan organik dan hara (Prasetyo, 2006). Tanah Podsolik merah kuning mempunyai
tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang
dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam,
dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan
Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara
terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al
tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Darmawijaya,
1997).
Pada
umumnya Podsolik merah kuning berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Menurut
FAO (1990), Podsolik merah kuning diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah
Kuning (PMK). Warna tanah pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue dari
10YR hingga 10R, nilai 3−6 dan kroma 4−8 (Subagyo et al. 2004). Warna
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang menyebabkan
warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa
dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida besi seperti
goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah
(Hardjowigeno, 1993). Makin coklat warna tanah umumya makin tinggi kandungan
goethit, danmakinmerah warna tanah makin tinggik andungan hematit (Subagyo et
al. 2004).
Kandungan
hara pada tanah Podsolik merah kuning umumnya rendah karena pencucian
basaberlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah
Podsolik merah kuning yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya
bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit
pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga
kapasitas tukarkation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi
liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Podsolik merah kuning
dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan,dan pemberian
bahan organik (Hardjowigeno, 1993).
Salah
satu cara memperbaiki tanah Podsolik merah kuning adalah dengan melakukan
pengapuran. Pengapuran merupakan kegiatan memberikan kapur pada tanah untuk ameliorasi
(Hardjowigeno, 1993). Pengapuran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
ketersediaan hara P dalam tanah (Ispandi dan Munip, 2005). Pengapuran juga
dapat dilakukan untuk meningkatkan pH tanah. Namun demikian, untuk mengubah
kondisi tanah dari masam ke mendekati netral diperlukan lebih dari 3 ton kapur
per hektar per musim tanam, sehingga kurang efektif dan efisien penggunaannya
(Supardi, 1983). Manfaat pemberian kapur di tanah masam yaitu dapat
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah seperti N, P, K, Mg, S dan lain-lain
(Ispandi dan Munip, 2005).
Pengapuran pada tanah
masam dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan dengan nyata konsentrasi
Fe, Al dan Mn dalam keadaan sangat masam dapat mencapai konsentrasi yang
bersifat racun bagi tanaman. Menurut penelitian, pemberian kapur setara 1,5 x
Aldd (1,5 ton CaCO3/ha setiap 1 me Aldd/100 g tanah) dapat meningkatkan
produksi tanaman (Wahjudin, 2006). Absorbsi unsur-unsur Mo, P dan Mg akan
meningkat. Namun demikian, pengapuran tidak boleh dilakukan secara sembarangan,
karena kelebihan kapur pada tanah mengakibatkan tanaman kerdil, Mn dan P
menjadi tidak tersedia (Hardjoloekito, 2009).
Kapur
adalah setiap bahan yang mengandung kalsium yang dapat diberikan kepada tanah
guna menaikkan pH yang bereaksi asam menjadi mendekati netral dengan nilai pH
sekitar 6,5 (Hardjowigeno, 2010). Kenaikan pH ini dapat berlangsung karena
beberapa faktor ion Hidrogen (H+) dalam larutan tanah dinonaktifkan.
Kapur dalam bidang pertanian dapat berupa bermacam-macam bahan yang digunakan
untuk kesuburan tanah . Contohnya adalah sebagai berikut:
1.
Kapur giling : kapur super kalsit kelas 1
2.
Kapur tohor : kapur hidup kalsit kelas 2
3.
Kapur dolomite : CaMg(CO3)2
4.
Kapur mati : Ca (OH)2
5.
Kapur liat : napal
6.
Kapur tulis : kapur halus Ca(HCO3)2
7.
kapur bara : slag
Dolomite adalah pupuk tunggal berkadar
Magnesium tinggi, digunakan baik untuk tanah pertanian, tanah perkebunan,
kebutuhan industri dan bahkan untuk perikanan/tambak (Nyakpa, 1988). Bahan
baku Dolomite berasal
dari batuan dolomite yang ditambang. Manfaat
pupuk tunggal dolomite yang mengandung hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) adalah
(Hardjoloekito, 2009):
1.
Mengoreksi keasaman tanah agar sesuai
dengan pH yang diperlukan tanaman.
2.
Menetralisir kejenuhan zat - zat yang
meracuni tanah, tanaman, bilamana zat tersebut berlebihan seperti zat Al
(alumunium), Fe (zat besi), Cu (Tembaga).
3.
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penyerapan zat - zat hara yang sudah ada dalam tanah baik yang berasal dari
bahan organik maupun pemberian pupuk lainnya seperti Urea, TSP dan KCl.
4.
Menjaga tingkat ketersediaan unsur hara
mikro sesuai kebutuhan tanaman.
5.
Memperbaiki porositas tanah, struktur
serta aerasi tanah sekaligus bermanfaat bagi mikrobiologi dan kimiawi tanah
sehingga tanah menjadi gembur, sirkulasi udara dalam tanah lancar dan
menjadikan akar semai bebas bergerak menghisap unsur hara dari tanah.
6.
Aktivator berbagai jenis enzim tanaman,
merangsang pembentukan senyawa lemak dan minyak, serta karbohidrat.
7.
Membantu translokasi pati dan distribusi
phospor didalam tubuh tanaman.
8.
Unsur pembentuk warna daun (klorofil),
sehingga tercipta hijau daun yang sempurna.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum Acara II Pengapuran Tanah Marginal ini dilaksanakan di
Laboratorium Agrohorti 2 pada hari Rabu, 28 September 2016 pukul 13.30 WIB.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah screen
house, polybag, ember, gelas air mineral bekas, timbangan, penggaris,
gunting dan kamera. Bahan yang digunakan adalah tanah ultisol, kapur, pupuk,
bibit tanaman jagung, dan air.
C. Prosedur Kerja
1.
Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu.
2.
Tanah PMK ditimbangseberat 5 kg lalu
dimasukkan kedalam polybag.
3.
Kebutuhan pupuk dihitung sesuai rumus
berdasarkan kebutuhan.
4.
Pupuk dicampur merata dengan tanah
masam.
5.
Polybag disusun secara acak sesuai
dengan denah yang telah dibuat.
6.
Benih ditanam kedalam polybag sesuai
dengan jarak tanam.
7.
Kemudian, 2 tanaman dicabut /
didestruksi 5 hari setelah tanam dan disisakan 1 tanaman.
8.
Pengamatan variable tinggi & jumlah
daun tanaman setiap 1 minggu sekali.
9.
Varietas diamati bobot basah tajuk,
panjang akar, bobot akar dilakukan setelah 4 minggu.
D. Rancangan Percobaan
Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Adapun denah percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut
:
|
Blok
I
|
K1
|
D2
|
K2
|
D1
|
K
|
U
↑
|
||||||
|
Blok II
|
D2
|
K2
|
D1
|
K
|
K1
|
|||||||
|
Blok III
|
K2
|
D1
|
K
|
K1
|
D2
|
|||||||
|
Blok IV
|
D1
|
K
|
K1
|
D2
|
K2
|
|||||||
|
Blok V
|
K
|
K1
|
D2
|
K2
|
D1
|
Keterangan
:
K : Kontrol 0 gram
KS1 : Kalsit 7,32 gram 50 %
KS2 : Kalsit 14,64 gram 100 %
D1 : Dolomit 6,5 gram 50 %
D2 : Dolomit 13 gram 100 %
Perhitungan :
1. Media
(Polybag)
VT
= L permukaan x kedalamanakar
=
2
x 15 cm
=
3,14 (12,5)2 x 15
=
7359,375 cm3
BT
= VT x BJI
=
7359,4 x 1,2 gr/cm3
=
8831,28 kg
= 5
kg
2. Dolomit
PMK ̶̶̶˃ pH : 4,8
x = 
x = 13,43 gr
3. Kalsit
̶̶̶˃ pH : 4,8
X = 
X = 14,64 x 10-6 ton
X = 14,64 x 10-3 kg
X = 14,64 gr ̶̶̶˃100%
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
ACARA
2
|
Tabel 1.
Hasil sidik ragam perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
No
|
Variabel
|
Hasil
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1
|
Tinggi
tanaman
|
sn
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2
|
Jumlah
daun
|
sn
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3
|
Bobot
basah tajuk
|
sn
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4
|
Panjang
akar
|
tn
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
keterangan
: sn= sangat nyata, n= nyata dan tn= tidak nyata
Kesimpulan:
Pemberian
perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun dan bobot basah tajuk tetapi tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap panjang akar.
Keterangan
: Angka
yang diikuti huruf kecil (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata setelah diuji menggunakan DMRT (α= 0,05). TT= Tinggi tanaman, JD= Jumlah
daun, BBT= Bobot basah tajuk dan PA= Panjang akar.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kesimpulan:
Pemberian
perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata terbaik terhadap tinggi tanaman
pada perlakuan kontrol,
jumlah daun pada perlakuan kontrol, bobot basah tajuk pada perlakuan D1, tetapi
semua perlakuan tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang akar.
|
|
Tabel 3.
Nilai pH pada tanah PMK
|
||
|
No.
|
Perlakuan
|
Nilai pH
|
|
|
1.
|
Kontrol
|
5,1
|
|
|
2.
|
D1
|
5,5
|
|
|
3.
|
D2
|
5,6
|
|
|
4.
|
Ks1
|
5,6
|
|
|
5.
|
Ks2
|
5,5
|
|
Kesimpulan:
Nilai pH pada setiap perlakuan memiliki pH lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol, pH tertinggi pada perlakuan D2 dan Ks1.
B. Pembahasan
Pengapuran
merupakan kegiatan memberikan kapur pada tanah untuk ameliorasi (Hardjowigeno,
1993). Pengapuran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan
hara P dalam tanah (Ispandi dan Munip, 2005). Pengapuran juga dapat dilakukan
untuk meningkatkan pH tanah. Namun demikian, untuk mengubah kondisi tanah dari
masam ke mendekati netral diperlukan lebih dari 3 ton kapur per hektar per
musim tanam, sehingga kurang efektif dan efisien penggunaannya (Supardi, 1983).
Manfaat pemberian kapur di tanah masam yaitu dapat meningkatkan ketersediaan
hara dalam tanah seperti N, P, K, Mg, S dan lain-lain (Ispandi dan Munip, 2005).
Pengapuran
pada tanah masam dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan dengan nyata
konsentrasi Fe, Al dan Mn dalam keadaan sangat masam dapat mencapai konsentrasi
yang bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian, pengapuran tidak boleh
dilakukan secara sembarangan, karena kelebihan kapur pada tanah mengakibatkan
tanaman kerdil, Mn dan P menjadi tidak tersedia (Hardjoloekito, 2009).
Kapur Pertanian (Kaptan) adalah bahan alamiah atau suatu produk yang mengandung
senyawa utama Kalsium (CaCO) dan
kapur CaMg(CO3)2 yang dapat digunakan untuk mengubah
sifat keasaman tanah (Miranda, 1980). Menurut Supardi (1983), senyawa-senyawa
kalsium dan magnesium biasanya disebut kapur pertanian dan memiliki keuntungan
meninggalkan residu yang tidak merugikan dalam tanah. Manfaat Kapur Pertanian (Kaptan)
terbagi menjadi beberapa bidang, yaitu :
1.
Pada lahan
pertanian: Meningkatkan pH tanah menjadi netral, meningkatkan
ketersediaan unsur hara dalam tanah, menetralisir senyawa-senyawa beracun baik
organik maupun non anorganik, merangsang populasi & aktivitas
mikroorganisme tanah
2.
Pada tanaman:
Memacu pertumbuhan akar dan membentuk perakaran yang baik, membuat tanaman
lebih hijau dan segar serta mempercepat pertumbuhan, meningkatkan produksi dan
mutu hasil panen
3.
Pada tambak:
Meningkatkan pH pada tambak yang rendah, menyediakan kapur untuk ganti kulit,
memberantas hama penyakit, mempercepat proses penguraian bahan organik,
meningkatkan kelebihan gas asam arang (CO) yang dihasilkan oleh proses
pembusukan.
4.
Pada ikan dan
udang:
Dengan kondisi air dan tanah yang baik akan mempercepat perkembangan ikan dan
udang serta memudahkan reproduksi, meningkatkan produksi ikan dan udang.
Telah dilakukan
praktikum mengenai pengapuran tanah marginal. Contoh tanah marginal yang
digunakan adalah tanah Podsolik merah kuning (PMK). Tanaman yang digunakan
adalah jagung
(zea mays). Variabel yang
diamati adalah tinggi tanaman ,
jumlah daun, bobot basah tajuk dan
panjang akar. Praktikum diawali dengan memasukkan pasir ke dalam
20 polybag yang berbeda dengan berat
masing-masing 5 kg. Polybag tersebut
dibawa ke screen house, lalu disusun
dengan rapi menjadi 5 blok,
masing-masing blok terdiri dari 5 perlakuan. Masing-masing polybag ditambahkan kapur sesuai perlakuan dengan 2 taraf perlakuan
yaitu :
·
Kalsit
KS1 : 7,32 gram 50 %
KS2 : 14,64 gram 100 %
·
Dolomit
D1 :
6,5 gram 50 %
D2 : 13 gram 100 %
·
Kontrol
K : 0 gram
Tanah Podsolik merah kuning kapur pertanian serta dolomite dengan
dosis masing-masing 2 dan 4 g serta kontrol (dosis 0 g) pada hari praktikum.
Kemudian diberikan pupuk NPK Mutiara dengan dosis 25 g pada hari ke 10 pasca
praktikum, sehingga terdapat 5 kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan
tersebut diulang 5
kali, sehingga total ada 25
perlakuan. Rancangan praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Setelah itu setiap polybag diberi
label sesuai dengan perlakuan. Kemudian benih jagung ditanam pada polybag sebanyak 3 benih kemudian
disiram. Penyiraman dan pemeliharaan dilakukan setiap hari Setelah pemupukan,
dipilih 1 jagung
yang tumbuh paling baik untuk dijadikan objek pengamatan. Total tanaman yang
diamati adalah 25
tanaman.
Kegiatan pengamatan
terhadap tinggi tanaman dilakukan setiap 2 hari sekali dan dihitung
rata-ratanya. Jika selama pengamatan ada tanaman yang mati, maka dilakukan
penyulaman. Total kegiatan penyiraman, pemeliharaan dan pengamatan adalah 26
hari. Setelah 26 hari pengamatan, jagung dicabut dari polybag lalu ditimbang dengan timbangan
analitik untuk dihitung bobot basahnya. Bobot basah masing-masing dicatat dan
diambil rata-ratanya. Data tinggi tanaman dan bobot basah tersebut kemudian
dianalisis variansinya dengan menggunakan aplikasi MS.Excel, DSTAAT, Minitab
atau aplikasi yang lainnya. Setelah didapat analisis variansi maka dilakukan
uji lanjut DMRT 5 % jika syaratnya
memenuhi, dengan aplikasi yang sama.
Hasil praktikum
menunjukkan terdapat beberapa
pengaruh
perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah
daun dan bobot basah tajuk, serta berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi
tanaman tetapi tidak perpengaruh nyata pada panjang akar. Namun setelah dilakukan uji lanjut, ternyata
dosis kapur yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata karena perlakuan control menunjukkan hasil yang
terbaik.
Pada variabel tinggi tanaman, perlakuan terbaik adalah kontrol dengan rerata tinggi 77,9 cm. Pada variabel jumlah daun perlakuan terbaik
adalah kontrol
dengan rerata tinggi 7,4 pada variable bobot basah tajuk perlakuan
terbaik adalah control dengan
rerata bobot 14,41 g dan variable panjang akar perlakuan
terbaik adalah kontrol
dengan rerata panjang 48,66.
Hasil praktikum kurang sesuai dengan yang diharapkan, perlakuan control
memberikan hasil yang terbaik sedangkan perlakuan dengan pengapuran kalsit dan
dolomit menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapt terjadi
karena factor human eror yaitu kesalahan praktikan dalam melakukan
praktikum seperti kesalahan mengatur dosis kapur setiap blok dan perhitungan
hasil. Factor lainnya seperti keadaan
screen house dan pertumbuahn dari tanaman jagung, sehingga hasil yang didapat
tidak signifikan. Meskipun tidak menunjukkan perbedaan
secara nyata, namun pengapuran pada tanah marginal menyebabkan pertumbuhan
tanaman menjadi lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wahjudin
(2006) bahwa pemberian kapur pada tanah marginal dapat meningkatkan hasil
tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil pada praktikum acara III ini yaitu:
1. cara pemberian kapur pada lahan marginal masam
dapat diberikan pada tanah dengan cara meletakkan pada tanah dengan dosis
tertentu, kemudian dicampur hingga merata.
2.
Terdapat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung, namun
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman dengan variabel yang diamati tinggi
tanaman,
jumlah daun, bobot basah tajuk dan
panjang akar perlakuan control
menunjukkan hasil terbaik.
B. Saran
Saran yang
dapat diberikan pada praktikum acara I ini adalah :
1.
Meningkatkan ketelitian
dalam melakukan prosedur kerja untuk mencapai hasil yang diharapkan.
2.
Menjalin komunikasi lebih
intens antar praktikan dan antara praktikan dengan asisten untuk kelancaran
berlangsungnya praktikum.
3.
Penjelasan mengenai cara pengujian lebih dperjelas agar pralktikan tidak
mengaami kebingungan.
DAFTAR PUSTAKA
Andari, S. dan B. Hudoyo. 1988. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description, 3rd Edition
(Revised). Soil Resources, Management and Conservation Service, Land and
Water Development Division.
Hardjoloekito, A.J.H.S. 2009. Pengaruh
pengapuran dan pemupukan P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine
max L.) pada tanah Latosol . Jurnal Media
Soerjo 5
(2): 1-19.
Hardjowigeno,
S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.
______________.
2010. Ilmu Tanah. Akademika
Pressindo, Jakarta.
Ispandi, A., dan A. Munip. 2005. Efektivitas pengapuran terhadap serapan hara dan produksi beberapa klon
ubikayu di lahan kering masam. J. Ilmu Pertanian 12 (2): 125 – 139.
Maria, G.M. 2009. Respon produksi tanaman kangkung darat (Ipomoea
reptans Poir.) terhadap variasi waktu pemberian pupuk kotoran ayam. Jurnal
Ilmu Tanah 7(1) : 18-22.
Miranda, L.N.
1980. Residual effects of lime rates and
depth of incorporation. In Agronomic Economic Research on Soil Tropics
1978/1979 report. Soil Science Dept. NCSU. North Carolina. p. 17-29.
Nazaruddin.
2000. Budi Daya dan Pengaturan Panen
Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nyakpa, M. Y. 1988. Kesuburan
Tanah. Universitas Lampung.
Prasetyo, B.H., D.
Subardja, dan B. Kaslan. 2006. Podsolik merah kuning dari bahan volkan and esitic di lereng bawah Gunung
Ungaran. Jurnal Tanah dan Iklim 23:
1−12.
Rukmana, R.
1994. Bertanam Kangkung. Kanisius,
Yogyakarta.
Subagyo,
H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia.
Hal. 21-66 dalam Sumber Daya Lahan Indonesia
dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Sunarjono, H.
1987. Ilmu Produksi Tanaman dan
Buah-Buahan. CV. Sinar Baru, Bandung.
__________.
2004. Bertanam 30 Jenis Sayur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Supardi, G.1983.
Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. 591h.
Wahjudin, U.M. 2006. Pengaruh pemberian kapur dan kompos sisa
tanaman terhadap aluminium dapat ditukar dan produksi tanaman kedelai pada
tanah Vertic Hapludult dari Gajrug, Banten. Bul. Agron. 34 (3): 141–147.
LAMPIRAN



No comments:
Post a Comment