Tuesday, March 14, 2017

Laporan BTLM acara 2 Pengapuran Tanah Marginal

LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA 3521)

ACARA II
PENGAPURAN TANAH MARGINAL


Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPAmsaZcCQr6ohEXBFVqlwcmPJuUjbG9T1QrhP3mH2idJFVb91ahdimMxM01vM2nVR4WjCsSrtUm15DMrsF9LMffIjXdHb-BciqQUNgN2ZJnlaQRzLbgq2ILE1Xc_OxU6aHelI-HS3kQ/s200/logo_unsoed.png


Semester :
Ganjil 2016

Oleh:
Rizki Novandi
NIM. A1L014111
Rombongan V






KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I.         PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang


Usaha peningkatan produksi pangan salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan ekstensifikasi / perluasan lahan. Akan tetapi, di Indonesia jumlah lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian semakin berkurang akibat alih fungsi lahan. Lahan yang dialihfungsikan tersebut sebaian besar adalah lahan-lahan yang produktif, sehingga secara tidak langsung pengalihfungsian lahan dapat menurunkan produksi pangan dan tidak mampu mencukuoi kebutuhan masyarakat. Guna mengantisipasi hal tersebut, mulailah usaha-usaha penggunaan lahan-lahan yang kurang produktif marginal.
Lahan marginal adalah lahan yang kehilangan kemampuan untuk mendukung proses pertumbuhan dan produksi tanaman dengan baik sehingga menjadi terpinggirkan karena produktivitasnya rendah. Hasil ekonominya pun lebih rendah dari nilai inputnya. Lahan tersebut terbentuk akibat dari proses pembentukan, peristiwa alami atau akibat aktivitas manusia. Saat ini, sudah banyak masyarakat yang memikirkan cara untuk memanfaatkan lahan-lahan marginal yang ada untuk tetap dapat memproduksi tanaman yang mencukupi kebutuhan pangan bagi masyarakat luas.
Indonesia sendiri memiliki beberapa jenis lahan marginal yang dapat dimanfaatkan, yaitu lahan gambut (masam), sulfat masam, podsolik merah kuning dan pasir pantai. Lahan-lahan tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia, dan dapat menjadi potensi untuk kegiatan perluasan budidaya tanaman. Pada umunya tanah  yang mendominasi adalah ordo tanah ultisol (podsolik merah kuning) dengan pH 4-5. Tingginya tigkat keasaman pada sebagian lahan marginal, menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan merasa tercekam. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pH tanah yaitu dengan pemberian kapur. Manfaat pemberian kapur di tanah masam yaitu dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah seperti N, P, K, Mg, S dan lain-lain. Oleh karena itu perlu diketahui macam- macam kapur yang digunakan untuk pengapuran tanah marginal , cara pemberian daqn pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan.


B.       Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1.      Mempelajari cara pengapuran pada lahan marginal
2.      Mengetahui pengaruh pemberian beberapa jenis kapur pada tanah marginal.


3.       
II.      TINJAUAN PUSTAKA


Sumber daya lahan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu sistem usaha pertanian, karena hampir semua usaha pertanian berbasis pada sumber daya lahan. Lahan adalah suatu wilayah daratan dengan ciri mencakup semua watak yang melekat pada atmosfer, tanah, geologi, timbulan, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, baik yang bersifat mantap maupun yang bersifat mendaur, serta kegiatan manusia di atasnya. Jadi, lahan mempunyai ciri alami dan budaya (Subagyo et al. 2004). Menurut Subagyo et al. (2004), lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Salah satu lahan marginal yaitu lahan masam atau ordo podsolik merah kuning.
Permasalahan utama yang dihadapi pada Podsolik merah kuning jika dijadikan lahan pertanian adalah keracunan aluminium (Al) dan besi (Fe) serta kekurangan hara terutama fosfor (P). Unsur Al dan Fe yang banyak larut pada tanah masam akan mudah mengikat P, sehingga penambahan pupuk P kurang bermanfaat bagi tanaman dan efisiensi pemupukan P menjadi rendah. Podsolik merah kuning dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan serta erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Podsolik merah kuning dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena kesuburan tanah Podsolik merah kuning hanya ditentukan oleh kandungan bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara (Prasetyo, 2006). Tanah Podsolik merah kuning mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Darmawijaya, 1997).
Pada umumnya Podsolik merah kuning berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Menurut FAO (1990), Podsolik merah kuning diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK). Warna tanah pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R, nilai 3−6 dan kroma 4−8 (Subagyo et al. 2004). Warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah (Hardjowigeno, 1993). Makin coklat warna tanah umumya makin tinggi kandungan goethit, danmakinmerah warna tanah makin tinggik andungan hematit (Subagyo et al. 2004).
Kandungan hara pada tanah Podsolik merah kuning umumnya rendah karena pencucian basaberlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Podsolik merah kuning yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukarkation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Podsolik merah kuning dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan,dan pemberian bahan organik (Hardjowigeno, 1993).
Salah satu cara memperbaiki tanah Podsolik merah kuning adalah dengan melakukan pengapuran. Pengapuran merupakan kegiatan memberikan kapur pada tanah untuk ameliorasi (Hardjowigeno, 1993). Pengapuran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hara P dalam tanah (Ispandi dan Munip, 2005). Pengapuran juga dapat dilakukan untuk meningkatkan pH tanah. Namun demikian, untuk mengubah kondisi tanah dari masam ke mendekati netral diperlukan lebih dari 3 ton kapur per hektar per musim tanam, sehingga kurang efektif dan efisien penggunaannya (Supardi, 1983). Manfaat pemberian kapur di tanah masam yaitu dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah seperti N, P, K, Mg, S dan lain-lain (Ispandi dan Munip, 2005).
Pengapuran pada tanah masam dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan dengan nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn dalam keadaan sangat masam dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman. Menurut penelitian, pemberian kapur setara 1,5 x Aldd (1,5 ton CaCO3/ha setiap 1 me Aldd/100 g tanah) dapat meningkatkan produksi tanaman (Wahjudin, 2006). Absorbsi unsur-unsur Mo, P dan Mg akan meningkat. Namun demikian, pengapuran tidak boleh dilakukan secara sembarangan, karena kelebihan kapur pada tanah mengakibatkan tanaman kerdil, Mn dan P menjadi tidak tersedia (Hardjoloekito, 2009).
Kapur adalah setiap bahan yang mengandung kalsium yang dapat diberikan kepada tanah guna menaikkan pH yang bereaksi asam menjadi mendekati netral dengan nilai pH sekitar 6,5 (Hardjowigeno, 2010). Kenaikan pH ini dapat berlangsung karena beberapa faktor ion Hidrogen (H+) dalam larutan tanah dinonaktifkan. Kapur dalam bidang pertanian dapat berupa bermacam-macam bahan yang digunakan untuk kesuburan tanah . Contohnya adalah sebagai berikut:
1.      Kapur giling          : kapur super kalsit kelas 1
2.      Kapur tohor           : kapur hidup kalsit kelas 2
3.      Kapur dolomite     : CaMg(CO3)2
4.      Kapur mati            : Ca (OH)2
5.      Kapur liat              : napal
6.      Kapur tulis                        : kapur halus Ca(HCO3)2
7.      kapur bara                         : slag
Dolomite adalah pupuk tunggal berkadar Magnesium tinggi, digunakan baik untuk tanah pertanian, tanah perkebunan, kebutuhan industri dan bahkan untuk perikanan/tambak (Nyakpa, 1988). Bahan baku Dolomite berasal dari batuan dolomite yang ditambang. Manfaat pupuk tunggal dolomite yang mengandung hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) adalah (Hardjoloekito, 2009):
1.        Mengoreksi keasaman tanah agar sesuai dengan pH yang diperlukan tanaman.
2.        Menetralisir kejenuhan zat - zat yang meracuni tanah, tanaman, bilamana zat tersebut berlebihan seperti zat Al (alumunium), Fe (zat besi), Cu (Tembaga).
3.        Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyerapan zat - zat hara yang sudah ada dalam tanah baik yang berasal dari bahan organik maupun pemberian pupuk lainnya seperti Urea, TSP dan KCl.
4.        Menjaga tingkat ketersediaan unsur hara mikro sesuai kebutuhan tanaman.
5.        Memperbaiki porositas tanah, struktur serta aerasi tanah sekaligus bermanfaat bagi mikrobiologi dan kimiawi tanah sehingga tanah menjadi gembur, sirkulasi udara dalam tanah lancar dan menjadikan akar semai bebas bergerak menghisap unsur hara dari tanah.
6.        Aktivator berbagai jenis enzim tanaman, merangsang pembentukan senyawa lemak dan minyak, serta karbohidrat.
7.        Membantu translokasi pati dan distribusi phospor didalam tubuh tanaman.
8.        Unsur pembentuk warna daun (klorofil), sehingga tercipta hijau daun yang sempurna.










III.   METODE PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum Acara II Pengapuran Tanah Marginal ini dilaksanakan di Laboratorium Agrohorti 2 pada hari Rabu, 28 September 2016 pukul 13.30 WIB.

B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah screen house, polybag, ember, gelas air mineral bekas, timbangan, penggaris, gunting dan kamera. Bahan yang digunakan adalah tanah ultisol, kapur, pupuk, bibit tanaman jagung, dan air.

C. Prosedur Kerja
1.      Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu.
2.      Tanah PMK ditimbangseberat 5 kg lalu dimasukkan kedalam polybag.
3.      Kebutuhan pupuk dihitung sesuai rumus berdasarkan kebutuhan.
4.      Pupuk dicampur merata dengan tanah masam.
5.      Polybag disusun secara acak sesuai dengan denah yang telah dibuat.
6.      Benih ditanam kedalam polybag sesuai dengan jarak tanam.
7.      Kemudian, 2 tanaman dicabut / didestruksi 5 hari setelah tanam dan disisakan 1 tanaman.
8.      Pengamatan variable tinggi & jumlah daun tanaman setiap 1 minggu sekali.
9.      Varietas diamati bobot basah tajuk, panjang akar, bobot akar dilakukan setelah 4 minggu.

D. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Adapun denah percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Blok
I
K1
D2
K2
D1
K
U
 
Blok II
D2
K2
D1
K
K1
Blok III
K2
D1
K
K1
D2
Blok IV
D1
K
K1
D2
K2
Blok V
K
K1
D2
K2
D1
Keterangan :
K         : Kontrol 0 gram
KS1       : Kalsit 7,32 gram 50 %
KS2       : Kalsit 14,64 gram 100 %
D1          : Dolomit 6,5 gram 50 %
D2        : Dolomit 13 gram 100 %
Perhitungan :
1.      Media (Polybag)
VT = L permukaan x kedalamanakar
       = 2 x 15 cm
       = 3,14 (12,5)2 x 15
       = 7359,375 cm3
BT = VT x BJI
       = 7359,4 x 1,2 gr/cm3
       = 8831,28 kg
       = 5 kg
2.      Dolomit PMK ̶̶̶˃ pH : 4,8
 =
  x =
  x = 13,43 gr
3.      Kalsit ̶̶̶˃ pH : 4,8
 =
              X =
              X = 14,64 x 10-6 ton
              X = 14,64 x 10-3 kg
              X = 14,64 gr  ̶̶̶˃100%













IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN



A.      Hasil

ACARA 2
Tabel 1. Hasil sidik ragam perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
No
Variabel
Hasil
1
Tinggi tanaman
sn
2
Jumlah daun
sn
3
Bobot basah tajuk
sn
4
Panjang akar
tn
keterangan : sn= sangat nyata, n= nyata dan tn= tidak nyata

Kesimpulan:
Pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot basah tajuk tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang akar.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
Perlakuan
Variabel
TT
JD
BBT
PA
Kontrol
77,9 a
7,4 a
14,41 b
48,66
D1
81,1 a
7,6 a
18,08 a
63,7
D2
62,3 b
6 b
7,85 c
66,34
Ks1
61,2 b
5,2 b
9,31 c
51,6
Ks2
59,4 b
5,6 b
9,07 c
64,56
Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata setelah diuji menggunakan DMRT (α= 0,05). TT= Tinggi tanaman, JD= Jumlah daun, BBT= Bobot basah tajuk dan PA= Panjang akar.

Kesimpulan:
Pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata terbaik terhadap tinggi tanaman pada perlakuan kontrol, jumlah daun pada perlakuan kontrol, bobot basah tajuk pada perlakuan D1, tetapi semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang akar.



Tabel 3. Nilai pH pada tanah PMK
No.
Perlakuan
Nilai pH
1.
Kontrol
5,1
2.
D1
5,5
3.
D2
5,6
4.
Ks1
5,6
5.
Ks2
5,5
Kesimpulan: Nilai pH pada setiap perlakuan memiliki pH lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, pH tertinggi pada perlakuan D2 dan Ks1.


B.       Pembahasan

Pengapuran merupakan kegiatan memberikan kapur pada tanah untuk ameliorasi (Hardjowigeno, 1993). Pengapuran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hara P dalam tanah (Ispandi dan Munip, 2005). Pengapuran juga dapat dilakukan untuk meningkatkan pH tanah. Namun demikian, untuk mengubah kondisi tanah dari masam ke mendekati netral diperlukan lebih dari 3 ton kapur per hektar per musim tanam, sehingga kurang efektif dan efisien penggunaannya (Supardi, 1983). Manfaat pemberian kapur di tanah masam yaitu dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah seperti N, P, K, Mg, S dan lain-lain (Ispandi dan Munip, 2005).
Pengapuran pada tanah masam dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan dengan nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn dalam keadaan sangat masam dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian, pengapuran tidak boleh dilakukan secara sembarangan, karena kelebihan kapur pada tanah mengakibatkan tanaman kerdil, Mn dan P menjadi tidak tersedia (Hardjoloekito, 2009).
Kapur Pertanian (Kaptan) adalah bahan alamiah atau suatu produk yang mengandung senyawa utama Kalsium (CaCO) dan kapur CaMg(CO3)2 yang dapat digunakan untuk mengubah sifat keasaman tanah (Miranda, 1980). Menurut Supardi (1983), senyawa-senyawa kalsium dan magnesium biasanya disebut kapur pertanian dan memiliki keuntungan meninggalkan residu yang tidak merugikan dalam tanah. Manfaat Kapur Pertanian (Kaptan) terbagi menjadi beberapa bidang, yaitu :
1.        Pada lahan pertanian: Meningkatkan pH tanah menjadi netral, meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, menetralisir senyawa-senyawa beracun baik organik maupun non anorganik, merangsang populasi & aktivitas mikroorganisme tanah
2.        Pada tanaman: Memacu pertumbuhan akar dan membentuk perakaran yang baik, membuat tanaman lebih hijau dan segar serta mempercepat pertumbuhan, meningkatkan produksi dan mutu hasil panen
3.        Pada tambak: Meningkatkan pH pada tambak yang rendah, menyediakan kapur untuk ganti kulit, memberantas hama penyakit, mempercepat proses penguraian bahan organik, meningkatkan kelebihan gas asam arang (CO) yang dihasilkan oleh proses pembusukan.
4.        Pada ikan dan udang: Dengan kondisi air dan tanah yang baik akan mempercepat perkembangan ikan dan udang serta memudahkan reproduksi, meningkatkan produksi ikan dan udang.
Telah dilakukan praktikum mengenai pengapuran tanah marginal. Contoh tanah marginal yang digunakan adalah tanah Podsolik merah kuning (PMK). Tanaman yang digunakan adalah jagung (zea mays). Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman , jumlah daun, bobot basah tajuk dan panjang akar. Praktikum diawali dengan memasukkan pasir ke dalam 20 polybag yang berbeda dengan berat masing-masing 5 kg. Polybag tersebut dibawa ke screen house, lalu disusun dengan rapi menjadi 5 blok, masing-masing blok terdiri dari 5 perlakuan. Masing-masing polybag ditambahkan kapur sesuai perlakuan dengan 2 taraf perlakuan yaitu :
·       Kalsit                KS1 : 7,32 gram 50 %
                                 KS2 : 14,64 gram 100 %
·       Dolomit            D1 : 6,5 gram 50 %
                                 D2 : 13 gram 100 %
·       Kontrol             K : 0 gram
   Tanah Podsolik merah kuning kapur pertanian serta dolomite dengan dosis masing-masing 2 dan 4 g serta kontrol (dosis 0 g) pada hari praktikum. Kemudian diberikan pupuk NPK Mutiara dengan dosis 25 g pada hari ke 10 pasca praktikum, sehingga terdapat 5 kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan tersebut diulang 5 kali, sehingga total ada 25 perlakuan. Rancangan praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Setelah itu setiap polybag diberi label sesuai dengan perlakuan. Kemudian benih jagung ditanam pada polybag sebanyak 3 benih kemudian disiram. Penyiraman dan pemeliharaan dilakukan setiap hari Setelah pemupukan, dipilih 1 jagung yang tumbuh paling baik untuk dijadikan objek pengamatan. Total tanaman yang diamati adalah 25 tanaman.
Kegiatan pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan setiap 2 hari sekali dan dihitung rata-ratanya. Jika selama pengamatan ada tanaman yang mati, maka dilakukan penyulaman. Total kegiatan penyiraman, pemeliharaan dan pengamatan adalah 26 hari. Setelah 26 hari pengamatan, jagung dicabut dari polybag lalu ditimbang dengan timbangan analitik untuk dihitung bobot basahnya. Bobot basah masing-masing dicatat dan diambil rata-ratanya. Data tinggi tanaman dan bobot basah tersebut kemudian dianalisis variansinya dengan menggunakan aplikasi MS.Excel, DSTAAT, Minitab atau aplikasi yang lainnya. Setelah didapat analisis variansi maka dilakukan uji lanjut DMRT 5 % jika  syaratnya memenuhi, dengan aplikasi yang sama.
Hasil praktikum menunjukkan terdapat beberapa pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan bobot basah tajuk, serta berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman tetapi tidak perpengaruh nyata pada panjang akar.  Namun setelah dilakukan uji lanjut, ternyata dosis kapur yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata karena perlakuan control menunjukkan hasil yang terbaik. Pada variabel tinggi tanaman, perlakuan terbaik adalah kontrol dengan rerata tinggi 77,9 cm. Pada variabel jumlah daun perlakuan terbaik adalah kontrol dengan rerata tinggi 7,4 pada variable bobot basah  tajuk perlakuan terbaik adalah control dengan rerata bobot 14,41 g dan variable panjang akar perlakuan terbaik adalah kontrol dengan rerata panjang 48,66.
Hasil praktikum kurang sesuai dengan yang diharapkan, perlakuan control memberikan hasil yang terbaik sedangkan perlakuan dengan pengapuran kalsit dan dolomit menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapt terjadi karena factor human eror  yaitu kesalahan praktikan dalam melakukan praktikum seperti kesalahan mengatur dosis kapur setiap blok dan perhitungan hasil.  Factor lainnya seperti keadaan screen house dan pertumbuahn dari tanaman jagung, sehingga hasil yang didapat tidak signifikan. Meskipun tidak menunjukkan perbedaan secara nyata, namun pengapuran pada tanah marginal menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wahjudin (2006) bahwa pemberian kapur pada tanah marginal dapat meningkatkan hasil tanaman.


















V.      KESIMPULAN DAN SARAN



A.      Kesimpulan


Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum acara III ini yaitu:
1.      cara pemberian kapur pada lahan marginal masam dapat diberikan pada tanah dengan cara meletakkan pada tanah dengan dosis tertentu, kemudian dicampur hingga merata.
2.      Terdapat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman dengan variabel yang diamati tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah  tajuk dan panjang akar  perlakuan control menunjukkan hasil terbaik.

B.       Saran


Saran yang dapat diberikan pada praktikum acara I ini adalah :
1.      Meningkatkan ketelitian dalam melakukan prosedur kerja untuk mencapai hasil yang diharapkan.
2.      Menjalin komunikasi lebih intens antar praktikan dan antara praktikan dengan asisten untuk kelancaran berlangsungnya praktikum.
3.      Penjelasan mengenai cara pengujian lebih dperjelas agar pralktikan tidak mengaami kebingungan.



DAFTAR PUSTAKA



Andari, S. dan B. Hudoyo. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description, 3rd Edition (Revised). Soil Resources, Management and Conservation Service, Land and Water Development Division.

Hardjoloekito, A.J.H.S. 2009. Pengaruh pengapuran dan pemupukan P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L.) pada tanah Latosol . Jurnal Media Soerjo 5 (2): 1-19.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.

______________. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Ispandi, A., dan A. Munip. 2005. Efektivitas pengapuran terhadap serapan hara dan produksi beberapa klon ubikayu di lahan kering masam. J. Ilmu Pertanian 12 (2): 125 – 139.

Maria, G.M. 2009. Respon produksi tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) terhadap variasi waktu pemberian pupuk kotoran ayam. Jurnal Ilmu Tanah 7(1) : 18-22.

Miranda, L.N. 1980. Residual effects of lime rates and depth of incorporation. In Agronomic Economic Research on Soil Tropics 1978/1979 report. Soil Science Dept. NCSU. North Carolina. p. 17-29.

Nazaruddin. 2000. Budi Daya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nyakpa, M. Y. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung.

Prasetyo, B.H., D. Subardja, dan B. Kaslan. 2006. Podsolik merah kuning dari bahan volkan and esitic di lereng bawah Gunung Ungaran. Jurnal Tanah dan Iklim 23: 1−12.

Rukmana, R. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisius, Yogyakarta.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Hal. 21-66 dalam Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Sunarjono, H. 1987. Ilmu Produksi Tanaman dan Buah-Buahan. CV. Sinar Baru, Bandung.

__________. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Supardi, G.1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. 591h.

Wahjudin, U.M. 2006.  Pengaruh pemberian kapur dan kompos sisa tanaman terhadap aluminium dapat ditukar dan produksi tanaman kedelai pada tanah Vertic Hapludult dari Gajrug, Banten. Bul. Agron. 34 (3): 141–147.




LAMPIRAN


Description: C:\Users\ASUS\Pictures\10196.jpg      Description: C:\Users\ASUS\Pictures\10214.jpg



Description: C:\Users\ASUS\Pictures\10213.jpg
















No comments:

Post a Comment