Tuesday, March 14, 2017

Kehilangan hasil akibat penyakit pada komoditas selederi ( Apium grevenolens l.)

TUGAS TERSTRUKTUR
HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN


KEHILANGAN HASIL AKIBAT PENYAKIT PADA KOMODITAS SELEDRI (Apium graveolens L.)












Semester :
Genap 2017
Oleh :
Rizki Novandi
A1L014111
KEMENTERIAN RISET, TKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Seledri (Apium graveolens L.) merupakan salah satu sayuran daun yang memiliki manfaat cukup banyak. Seledri umumnya digunakan sebagai bumbu masak atau pelengkap pada berbagai makanan berkuah seperti soto, sup, bubur ayam, salad, dan lainnya. Di negara-negara tertentu, masyarakat mengkonsumsi seledri batang (“stalk ”) dan daun sebagai sayuran yang dimakan dalam keadaan segar atau setelah diproses. Tanaman seledri juga banyak mengandung vitamin A, vitamin C, dan zat besi serta zat gizi lainnya yang cukup tinggi. Dalam 100 g bahan mentah, seledri mengandung 130 IU vitamin A, 0,03 mg vitamin B, 0,9 g protein, 0,1 g lemak, 4 g karbohidrat, 0,9 g serat, 50 mg kalsium, 1 mg besi, 0,005 mg riboflavin, 0,003 mg tiamin, 0,4 mg nikotinamid, 15 mg asam askorbat, dan 95 ml air (Permadi, 2006).
Tingginya permintaan seledri dalam bentuk segar oleh masyarakat Indonesia belum terpenuhi selain itu, sifat tanaman seledri bersifat aditif dalam bahan makanan sehingga dipergunakan dalam jumlah sedikit tapi penting dalam beberapa menu masakan di Indonesia. Produksi seledri di Indonesia terkendala oleh terbatasnya luas lahan produktif dan juga tidak terlepas dari gangguan penyakit baik itu penyakit pra panen maupun penyakit pasca panen. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan yang intensif khususnya masalah penyakit pasca panen pada tanaman seledri.

B.Tujuan
 1. mengetahui penyakit pasca panen yang menyerang tanaman seledri.
 2. mengetahui cara pengendalian penyakit pada tanaman seledri .

B.Rumusan Masalah
1. Apa saja penyakit pasca panen pada tanaman seledri ?
2. Bagaimana cara pengendalian bpenyakit pada tanaman seledri ?
II. PEMBAHASAN
Seledri (Apium graveolens L.) termasuk dalam famili Umbelliferae. Seledri pertama kali digunakan sebagai obat pada abad 5 M, dan kemudian mulai dibudidayakan sebagai bahan makanan pada awal tahun 1600-an. Habitat aslinya adalah tanah rawa yang salin, diperkirakan berasal dari daerah yang luas dari mulai Swedia sampai Mesir, Algeria, Abyssinia, dan daerah-daerah Asia (Orton, 1984).
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) melaporkan bahwa menurut jenisnya, tanaman seledri terbagi menjadi 3 golongan yang mempunyai karakteristik hortikultura tersendiri, yaitu: seledri tangkai (Apium graveolens L. Subsp. dulce (Mill.) Pers.), seledri umbi atau celeriac (Apium graveolens L. Subsp. rapaceum (Mill.) Gaud.), dan seledri daun (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.).
Apium graveolens liar merupakan tanaman rawa halofilik dan membutuhkan air tinggi, sedangkan tanaman budidayanya toleran terhadap tanah salin. Seledri daun lebih toleran terhadap panas dan dapat ditanam di dataran rendah. Penanamannya membutuhkan tanah lembab, gembur, subur, sedikit salin dengan pH 6 - 6.8 dan kandungan bahan organik yang tinggi (Orton, 1984).
Produksi tanaman Seledri dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya yaitu faktor penyakit yang menyerang setelah tanaman seledri di panen, hal ini akan menyebabkan kualitas dan kuantitas hasil produksi menjadi menurun. Beberapa penyakit yang menyerang tanaman seledri antara lain:
1.Bercak Daun Septoria (Septoria apii)
Bercak daun septoria (late blight) adalah penyakit yang terpenting pada pertanaman seledri. Penyakit ini diketahui tersebar luas di seluruh dunia termasuk di Jawa (Semangun 2007). Penyakit ini dapat mengurangi kualitas maupun kuantiítas hasil. Penyebab penyakit adalah cendawan Septoria sp., yang terdiri dari dua spesies yang berbeda yaitu S. apii (Br. & Cav.) Chester dan S. apii–graveolentis Dorogin (Pracaya 2007).
Cendawan ini memiliki konidium panjang, lentur, hialin, dan mempunyai beberapa sekat, berukuran 22,5–58,5 x 1,5–5,0 µm. Tubuh buah berbentuk piknidium dengan garis tengah 73–147 µm, ostiol berukuran 1/3–1/2 garis tengah piknidium (Semangun 2007). Hifa dari S. apii Chester, bergaris tengah 1–5,5 µm, sedangkan hifa dari S. apii-graveolentis bergaris tengah 1,5–4,5 µm (Pracaya 2007).
Gejala serangan terdapat pada daun yang awalnya berupa bercak-bercak klorotik kecil, lalu menjadi bercak cokelat dan menyebabkan kematian jaringan tanaman. Bercak dimulai pada daun tua bagian bawah, kemudian menjalar ke daun bagian atas, beberapa bercak akan menyatu dapat mengakibatkan daun menjadi layu. Ukuran bercak S. apii Chester besar dengan garis tengah 1,5–1 mm. Bercak ini mempunyai batas yang jelas, bentuk ini disebut “bentuk-bercak besar” (large-spot form) (Semangun 2007). S. apii-graveolentis memiliki bercak kecil dengan garis tengah 0,5–3,5 mm. Bagian pinggir bercak berwarna kecoklatan sampai hitam atau kelabu. Tangkai daun tanaman juga terserang sehingga bercak meluas ke seluruh bagian tanaman (Pracaya 2007). Bercak ini disebut “bentuk bercak-kecil” (small-spot form) (Semangun 2007).
Cendawan ini dapat bertahan dari musim ke musim pada biji-biji dan pada sisa-sisa tanaman sakit. Cendawan dapat membentuk piknidium pada kulit biji. Penyakit dapat berkembang dalam cuaca yang basah dan suhu yang sejuk dengan tempratur antara 10–27o C (Raid dan Kucharek 2006). Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan tidak menanam terlalu rapat, pergiliran tanaman, menanam biji yang sudah disimpan selama 3 tahun dengan memberikan perlakuan air panas dengan suhu 48–49 °C selama 30 menit sebelum disimpan, membersihkan sisa-sisa tanaman agar tidak menjadi sumber inokulum untuk pertanaman berikutnya atau pertanaman disekitarnya. Penggunaan fungisida karbendazim, propineb, kaptafol, dan mankozeb (Semangun 2007).
2.Bercak Daun Cercospora (Cercospora apii Fres)
Bercak daun cercospora (early blight) adalah penyakit yang umum pada seledri, dan merupakan penyakit penting di samping bercak daun septoria (Semangun 2007). Penyakit dapat mulai timbul di persemaian, bercak daun ini sering menyerang seledri (Pracaya 2007).
Penyebab penyakit adalah cendawan Cercospora apii. Cendawan mempunyai konidium hialin, berbentuk gada terbalik atau berbentuk tabung, langsing, bersekat 3–10 dan berukuran 50–80 x 4 µm. Konidiofor berwarna cokelat muda, agak bengkok, bersekat 1–2, dengan ukuran 40–60 x 4–5 µm (Semangun 2007).Gejala penyakit mirip dengan gejala bercak septoria, yaitu bercak nekrotis berwarna keabu-abuan dan tidak memiliki titik-titik hitam. Gejala awal pada daun terdapat bercak bundar kecil berwarna coklat kekuningan kemudian bercak meluas (Semangun 2007). Cendawan ini menyerang semua daun pada berbagai umur, tetapi umumnya yang diserang hanya daun yang agak tua (Pracaya 2007).
Spora berkembang pada malam hari ketika suhu berkisar 14,4–30o C, dengan kelembaban relatif mendekati 100%. Spora disebarkan angin pada pagi hari saat kelembaban relatif meningkat (Mossler et al. 2007). Patogen bertahan pada sisasisa tanaman yang terdapat di tanah dan pada biji (Semangun 2007). Menurut Semangun 2007, intensitas penyakit selalu meningkat sampai minggu keempat setelah tanam. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan tidak menanam terlalu rapat, pergiliran tanaman, dan menggunakan tanaman resisten (Pracaya 2007).
3.Hawar Bakteri (Pseudomonas apii Jagger)
Hawar bakteri (bacterial blight) termasuk salah satu dari tiga jenis penyakit yang paling merugikan selain bercak daun septoria dan bercak daun cercospora pada tanaman seledri, sampai sekarang penyakit ini kurang meluas di Indonesia (Semangun 2007). Gejala berupa bercak daun bulat tidak teratur, garis tengah 5 mm, berwarna coklat karat. Gejala mirip dengan bercak daun septoria, bentuk bercak kecil-kecil, tetapi tidak memiliki titik-titik hitam, dan tembus cahaya serta tangkai daun jarang terinfeksi (Semangun 2007). Patogen penyakit ini adalah bakteri Pseudomonas apii Jagger. Bakteri berbentuk batang dengan satu sampai tiga bulu cambuk di ujung, termasuk kedalam golongan bakteri gram negatif, dan tidak membentuk spora (Sinaga 2003). Bakteri dipencarkan oleh percikan-percikan air hujan, saluran irigasi, dan alat-alat pertanian. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menanam varietas toleran (Mossler et al. 2007).
4.Mosaik (Celery Mosaic Virus)
Celery Mosaic virus (CeMV), merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman seledri, CeMV pertama kali teridentifikasi di areal pertanaman seledri bagian Australia selatan (Traicevsksi dan Knoxfield 2000). Menurut Raid dan Kucharek (2006), penyebab penyakit mosaik pada tanaman seledri adalah celery mosaic virus (CeMV). Virus ini menyebabkan gejala mosaik atau daun tanaman seledri menjadi belang, sama seperti gejala yang disebabkan cucumber mosaic virus (CMV). Tanaman terserang juga menunjukkan gejala kerdil, daun– daun tanaman terserang terlihat menyempit ukurannya dibandingkan dengan daun normal, daun mengalami perubahan warna menjadi kuning sampai keperakan dan terkadang tepi daun mengriting ke arah atas. Gejala pada mulanya terlihat jelas pada bagian tanaman yang dekat dengan permukaan tanah (Latham dan Jones 2001).
Menurut Latham dan Jones (2001), CeMV menyebabkan penyakit hanya pada tanaman famili Umbelifera seperti seledri dan wortel serta gulma yang terdapat disekitar pertanaman. Kutu daun dan lalat pengorok daun umumnya merupakan vektor virus ini pada tanaman seledri, virus ditularkan melalui aktivitas makan pada daun (Raid dan Kucharek 2006). Kebanyakan vektor virus ini berupa kutu daun bersayap yang daya mobilitasnya tinggi di sekitar areal pertanaman, sehingga kondisi alam yang mendukung perkembangan aktivitas kutu ini sama dengan mendukung perkembangan penyakit. Selain disebarkan oleh serangga, alat-alat mekanik pertanian juga ikut berpengaruh dalam penyebaran virus ini (Traicevsksi dan Knoxfield 2000). Menurut Raid dan Kucharek (2006), pengendalian penyakit mosaik pada tanaman seledri dapat dilakukan dengan eradikasi gulma yang terdapat di sekitar saluran pengairan pada lahan tanam maupun lahan persemaian seledri.


III. KESIMPULAN

1.      Seledri merupakan salah satu sayuran daun yang memiliki manfaat cukup banyak dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat indonesia namun dalam namun dalam usaha budidayanya tanaman seledri memiliki banyak kendala
2.      Penyakit yang menyerang tanaman seledri antara lain: Bercak Daun Septoria (Septoria apii), Bercak Daun Cercospora (Cercospora apii Fres), Hawar Bakteri (Pseudomonas apii Jagger) dan Mozaik ( Celery Mozaik Virus)
3.      Beberapa pengendalian yang dapat dilakukan antara lain : Penggunaan fungisida karbendazim, propineb, kaptafol, dan mankozeb, menggunakan varietas yang tahan, dan eradikasi gulma














DAFTAR PUSTAKA
Latham L, Jones R. 2001. Celery mosaic virus [western Australia]. Departement of Agriculture, Western Australia: Fact Sheet.
Mossler MA, Larson BC, Nesheim ON. 2007. Florida crop/pest management profiles: celery. Plant Pathology Department Document CIR 1235. Food Science and Human Nutrition Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.
Orton, T. J. 1984. Celery. p 240-265. In W. R. Sharp, D. A. Evans, P. V. Ammirato and Y. Yamada (Eds). Handbook of Plant Cell Culture, Vol. II. Mc. Millan Publishing Co., New York. 534 p.
Permadi, A. 2006.36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pracaya. 2007. Hama & Penyakit Tanaman. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Raid, R. and Kucharek, T. (2006). 2006 Florida Plant Disease Management Guide: Celery. Plant Pathology Department Document PDMG-V3-36. Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.
Rubatzky, V. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, produksi dan gizi. Edisi Kedua. Penerbit ITB, Bandung. 292 ha l.
Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sinaga MS. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Traicevski V, Knoxfield. 2000. Celery mosaic virus. Agriculture Notes (3): AG 0939.

No comments:

Post a Comment