TUGAS
TERSTRUKTUR
HAMA DAN
PENYAKIT PASCA PANEN
KEHILANGAN HASIL
AKIBAT PENYAKIT PADA KOMODITAS SELEDRI (Apium graveolens L.)

Semester :
Genap
2017
Oleh :
Rizki Novandi
A1L014111
KEMENTERIAN
RISET, TKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I.
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seledri
(Apium graveolens L.) merupakan salah
satu sayuran daun yang memiliki manfaat cukup banyak. Seledri umumnya digunakan
sebagai bumbu masak atau pelengkap pada berbagai makanan berkuah seperti soto,
sup, bubur ayam, salad, dan lainnya. Di negara-negara tertentu, masyarakat mengkonsumsi
seledri batang (“stalk ”) dan daun sebagai sayuran yang dimakan dalam keadaan
segar atau setelah diproses. Tanaman seledri juga banyak mengandung vitamin A,
vitamin C, dan zat besi serta zat gizi lainnya yang cukup tinggi. Dalam 100 g
bahan mentah, seledri mengandung 130 IU vitamin A, 0,03 mg vitamin B, 0,9 g
protein, 0,1 g lemak, 4 g karbohidrat, 0,9 g serat, 50 mg kalsium, 1 mg besi,
0,005 mg riboflavin, 0,003 mg tiamin, 0,4 mg nikotinamid, 15 mg asam askorbat,
dan 95 ml air (Permadi, 2006).
Tingginya
permintaan seledri dalam bentuk segar oleh masyarakat Indonesia belum terpenuhi
selain itu, sifat tanaman seledri bersifat aditif dalam bahan makanan sehingga
dipergunakan dalam jumlah sedikit tapi penting dalam beberapa menu masakan di
Indonesia. Produksi seledri di Indonesia terkendala oleh terbatasnya luas lahan
produktif dan juga tidak terlepas dari gangguan penyakit baik
itu penyakit pra panen maupun penyakit pasca panen. Oleh karena itu perlu
dilakukan tindakan yang intensif khususnya masalah penyakit pasca panen pada
tanaman seledri.
B.Tujuan
1.
mengetahui penyakit pasca panen yang menyerang tanaman seledri.
2.
mengetahui cara pengendalian penyakit pada tanaman seledri .
B.Rumusan
Masalah
1. Apa
saja penyakit pasca panen pada tanaman seledri ?
2.
Bagaimana cara pengendalian bpenyakit pada tanaman seledri ?
II. PEMBAHASAN
Seledri (Apium graveolens L.) termasuk dalam
famili Umbelliferae. Seledri pertama kali digunakan sebagai obat pada abad 5 M,
dan kemudian mulai dibudidayakan sebagai bahan makanan pada awal tahun 1600-an.
Habitat aslinya adalah tanah rawa yang salin, diperkirakan berasal dari daerah
yang luas dari mulai Swedia sampai Mesir, Algeria, Abyssinia, dan daerah-daerah
Asia (Orton, 1984).
Rubatzky dan Yamaguchi
(1998) melaporkan bahwa menurut jenisnya, tanaman seledri terbagi menjadi 3
golongan yang mempunyai karakteristik hortikultura tersendiri, yaitu: seledri
tangkai (Apium graveolens L. Subsp. dulce (Mill.) Pers.), seledri umbi atau
celeriac (Apium graveolens L. Subsp. rapaceum (Mill.) Gaud.), dan seledri daun
(Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.).
Apium graveolens liar
merupakan tanaman rawa halofilik dan membutuhkan air tinggi, sedangkan tanaman
budidayanya toleran terhadap tanah salin. Seledri daun lebih toleran terhadap
panas dan dapat ditanam di dataran rendah. Penanamannya membutuhkan tanah
lembab, gembur, subur, sedikit salin dengan pH 6 - 6.8 dan kandungan bahan
organik yang tinggi (Orton, 1984).
Produksi tanaman
Seledri dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya yaitu faktor penyakit yang
menyerang setelah tanaman seledri di panen, hal ini akan menyebabkan kualitas
dan kuantitas hasil produksi menjadi menurun. Beberapa penyakit yang menyerang
tanaman seledri antara lain:
1.Bercak Daun Septoria
(Septoria apii)
Bercak daun septoria
(late blight) adalah penyakit yang terpenting pada pertanaman seledri. Penyakit
ini diketahui tersebar luas di seluruh dunia termasuk di Jawa (Semangun 2007).
Penyakit ini dapat mengurangi kualitas maupun kuantiítas hasil. Penyebab penyakit
adalah cendawan Septoria sp., yang terdiri dari dua spesies yang berbeda yaitu
S. apii (Br. & Cav.) Chester dan S. apii–graveolentis Dorogin (Pracaya
2007).
Cendawan ini memiliki
konidium panjang, lentur, hialin, dan mempunyai beberapa sekat, berukuran
22,5–58,5 x 1,5–5,0 µm. Tubuh buah berbentuk piknidium dengan garis tengah
73–147 µm, ostiol berukuran 1/3–1/2 garis tengah piknidium (Semangun 2007).
Hifa dari S. apii Chester, bergaris tengah 1–5,5 µm, sedangkan hifa dari S.
apii-graveolentis bergaris tengah 1,5–4,5 µm (Pracaya 2007).
Gejala serangan
terdapat pada daun yang awalnya berupa bercak-bercak klorotik kecil, lalu
menjadi bercak cokelat dan menyebabkan kematian jaringan tanaman. Bercak
dimulai pada daun tua bagian bawah, kemudian menjalar ke daun bagian atas,
beberapa bercak akan menyatu dapat mengakibatkan daun menjadi layu. Ukuran
bercak S. apii Chester besar dengan garis tengah 1,5–1 mm. Bercak ini mempunyai
batas yang jelas, bentuk ini disebut “bentuk-bercak besar” (large-spot form)
(Semangun 2007). S. apii-graveolentis memiliki bercak kecil dengan garis tengah
0,5–3,5 mm. Bagian pinggir bercak berwarna kecoklatan sampai hitam atau kelabu.
Tangkai daun tanaman juga terserang sehingga bercak meluas ke seluruh bagian
tanaman (Pracaya 2007). Bercak ini disebut “bentuk bercak-kecil” (small-spot
form) (Semangun 2007).
Cendawan ini dapat
bertahan dari musim ke musim pada biji-biji dan pada sisa-sisa tanaman sakit.
Cendawan dapat membentuk piknidium pada kulit biji. Penyakit dapat berkembang
dalam cuaca yang basah dan suhu yang sejuk dengan tempratur antara 10–27o C
(Raid dan Kucharek 2006). Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan tidak
menanam terlalu rapat, pergiliran tanaman, menanam biji yang sudah disimpan
selama 3 tahun dengan memberikan perlakuan air panas dengan suhu 48–49 °C
selama 30 menit sebelum disimpan, membersihkan sisa-sisa tanaman agar tidak
menjadi sumber inokulum untuk pertanaman berikutnya atau pertanaman
disekitarnya. Penggunaan fungisida karbendazim, propineb, kaptafol, dan
mankozeb (Semangun 2007).
2.Bercak Daun
Cercospora (Cercospora apii Fres)
Bercak daun cercospora
(early blight) adalah penyakit yang umum pada seledri, dan merupakan penyakit
penting di samping bercak daun septoria (Semangun 2007). Penyakit dapat mulai timbul
di persemaian, bercak daun ini sering menyerang seledri (Pracaya 2007).
Penyebab penyakit
adalah cendawan Cercospora apii. Cendawan mempunyai konidium hialin, berbentuk
gada terbalik atau berbentuk tabung, langsing, bersekat 3–10 dan berukuran
50–80 x 4 µm. Konidiofor berwarna cokelat muda, agak bengkok, bersekat 1–2,
dengan ukuran 40–60 x 4–5 µm (Semangun 2007).Gejala penyakit mirip dengan
gejala bercak septoria, yaitu bercak nekrotis berwarna keabu-abuan dan tidak
memiliki titik-titik hitam. Gejala awal pada daun terdapat bercak bundar kecil
berwarna coklat kekuningan kemudian bercak meluas (Semangun 2007). Cendawan ini
menyerang semua daun pada berbagai umur, tetapi umumnya yang diserang hanya
daun yang agak tua (Pracaya 2007).
Spora berkembang pada
malam hari ketika suhu berkisar 14,4–30o C, dengan kelembaban relatif mendekati
100%. Spora disebarkan angin pada pagi hari saat kelembaban relatif meningkat
(Mossler et al. 2007). Patogen bertahan pada sisasisa tanaman yang terdapat di
tanah dan pada biji (Semangun 2007). Menurut Semangun 2007, intensitas penyakit
selalu meningkat sampai minggu keempat setelah tanam. Pengendalian penyakit
dapat dilakukan dengan tidak menanam terlalu rapat, pergiliran tanaman, dan
menggunakan tanaman resisten (Pracaya 2007).
3.Hawar Bakteri
(Pseudomonas apii Jagger)
Hawar bakteri
(bacterial blight) termasuk salah satu dari tiga jenis penyakit yang paling
merugikan selain bercak daun septoria dan bercak daun cercospora pada tanaman
seledri, sampai sekarang penyakit ini kurang meluas di Indonesia (Semangun
2007). Gejala berupa bercak daun bulat tidak teratur, garis tengah 5 mm,
berwarna coklat karat. Gejala mirip dengan bercak daun septoria, bentuk bercak
kecil-kecil, tetapi tidak memiliki titik-titik hitam, dan tembus cahaya serta
tangkai daun jarang terinfeksi (Semangun 2007). Patogen penyakit ini adalah
bakteri Pseudomonas apii Jagger. Bakteri berbentuk batang dengan satu sampai
tiga bulu cambuk di ujung, termasuk kedalam golongan bakteri gram negatif, dan
tidak membentuk spora (Sinaga 2003). Bakteri dipencarkan oleh percikan-percikan
air hujan, saluran irigasi, dan alat-alat pertanian. Pengendalian dapat
dilakukan dengan cara menanam varietas toleran (Mossler et al. 2007).
4.Mosaik (Celery Mosaic
Virus)
Celery Mosaic virus
(CeMV), merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman seledri,
CeMV pertama kali teridentifikasi di areal pertanaman seledri bagian Australia
selatan (Traicevsksi dan Knoxfield 2000). Menurut Raid dan Kucharek (2006),
penyebab penyakit mosaik pada tanaman seledri adalah celery mosaic virus
(CeMV). Virus ini menyebabkan gejala mosaik atau daun tanaman seledri menjadi
belang, sama seperti gejala yang disebabkan cucumber mosaic virus (CMV).
Tanaman terserang juga menunjukkan gejala kerdil, daun– daun tanaman terserang
terlihat menyempit ukurannya dibandingkan dengan daun normal, daun mengalami
perubahan warna menjadi kuning sampai keperakan dan terkadang tepi daun
mengriting ke arah atas. Gejala pada mulanya terlihat jelas pada bagian tanaman
yang dekat dengan permukaan tanah (Latham dan Jones 2001).
Menurut Latham dan
Jones (2001), CeMV menyebabkan penyakit hanya pada tanaman famili Umbelifera
seperti seledri dan wortel serta gulma yang terdapat disekitar pertanaman. Kutu
daun dan lalat pengorok daun umumnya merupakan vektor virus ini pada tanaman
seledri, virus ditularkan melalui aktivitas makan pada daun (Raid dan Kucharek
2006). Kebanyakan vektor virus ini berupa kutu daun bersayap yang daya
mobilitasnya tinggi di sekitar areal pertanaman, sehingga kondisi alam yang
mendukung perkembangan aktivitas kutu ini sama dengan mendukung perkembangan
penyakit. Selain disebarkan oleh serangga, alat-alat mekanik pertanian juga
ikut berpengaruh dalam penyebaran virus ini (Traicevsksi dan Knoxfield 2000).
Menurut Raid dan Kucharek (2006), pengendalian penyakit mosaik pada tanaman
seledri dapat dilakukan dengan eradikasi gulma yang terdapat di sekitar saluran
pengairan pada lahan tanam maupun lahan persemaian seledri.
III.
KESIMPULAN
1. Seledri
merupakan salah satu sayuran daun yang memiliki manfaat cukup banyak dan banyak
dikonsumsi oleh masyarakat indonesia namun dalam namun dalam usaha budidayanya
tanaman seledri memiliki banyak kendala
2. Penyakit
yang menyerang tanaman seledri antara lain: Bercak Daun Septoria (Septoria
apii), Bercak Daun Cercospora (Cercospora apii Fres), Hawar Bakteri
(Pseudomonas apii Jagger) dan Mozaik ( Celery Mozaik Virus)
3. Beberapa pengendalian yang dapat dilakukan antara
lain : Penggunaan
fungisida karbendazim, propineb, kaptafol, dan mankozeb, menggunakan varietas
yang tahan, dan eradikasi gulma
DAFTAR PUSTAKA
Latham
L, Jones R. 2001. Celery mosaic virus [western Australia]. Departement of
Agriculture, Western Australia: Fact Sheet.
Mossler
MA, Larson BC, Nesheim ON. 2007. Florida crop/pest management profiles: celery.
Plant Pathology Department Document CIR 1235. Food Science and Human Nutrition
Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and
Agricultural Sciences, University of Florida.
Orton,
T. J. 1984. Celery. p 240-265. In W. R. Sharp, D. A. Evans, P. V. Ammirato and
Y. Yamada (Eds). Handbook of Plant Cell Culture, Vol. II. Mc. Millan Publishing
Co., New York. 534 p.
Permadi,
A. 2006.36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Pracaya.
2007. Hama & Penyakit Tanaman. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Raid,
R. and Kucharek, T. (2006). 2006 Florida Plant Disease Management Guide:
Celery. Plant Pathology Department Document PDMG-V3-36. Florida Cooperative
Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of
Florida.
Rubatzky,
V. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, produksi dan gizi. Edisi
Kedua. Penerbit ITB, Bandung. 292 ha l.
Semangun
H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sinaga
MS. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Traicevski
V, Knoxfield. 2000. Celery mosaic virus. Agriculture Notes (3): AG 0939.
No comments:
Post a Comment