Tuesday, March 14, 2017

laporan genetika tumbuhan acara 4 persilangan dihibrid

LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN
ACARA IV
PERSILANGAN DIHIBRID






Semester:
Ganjil 2015
Oleh:
Rina Listanti Dwi Hanesti
A1L014111/5
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN BIOTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2015
I.         PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Permasalahan tentang penurunan sifat banyak mendapat perhatian dari para peneliti. Gregor Johan Mendel merupakan salah satu peneliti dibidang genetika yang sangat terkenal. Hukum-hukum persilangan yang dibuat oleh beliau menjadi dasar dalam melakukan persilangan sampai saat ini. Mendel melakukan penelitian tentang persilangan pada tahun 1842. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Mendel menghasilkan Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II.
Persilangan satu sifat beda yang dilakukan oleh Mendel bertujuan untuk mengetahui pola pewarisan sifat dari tetuanya kepada keturunannya. Selanjutnya Mendel melakukan persilangan dengan dua sifat beda yang disebut dengan persilangan dihibrid. Persilangan dihibrid merupakan pembuktian dari hukum Mendel II.  Fenotip dari persilangan dua sifat beda yaitu 9 : 3 : 1. Gentoipe dihibrida nerupakan gen heterezigot yang terletak pada dua lokus. Persilangan dihibrid membentuk empat gamet yang berbeda secara genetik dengan frekuensi yang kira-kira hampir sama karena terjadi orientasi acak dari pasangan kromosom heterezigot. pada fase metafase dalam pembelahan mitosis pertama.
Praktikum kali ini menggunakan lalat buah sebagai bahan persilangan. Penggunaan lalat buah karena mudah didapat dan hasil persilangan dapat cepat diketahui. Secara umum, lalat buah akan diletakkan dalam sebuah toples, terdapat dua individu yang berbeda dalam tiap toples. Kemudian kedua individu tersebut akan melakukan perkawinan. setelah beberapa hari akan nampak anakan hasil dari perkawinan yang akan diamati.

B.       Tujuan
Praktikum bertujuan membuktikan Hukum Mendel II pada persilangan dihibrid.



II.       TINJAUAN PUSTAKA
Pewarisan suatu sifat mengikuti pola hukum yang teratur dan terulang dari satu generasi ke genersi yang lain. Mempelajari cara pewarisan gen akan mengerti bagaimana mekanisme pewarisan satu sifat dan  pola pewarisan satu sifat yang tetap ada dalam setiap generasi keturunan. demikian pula pada pewarisan sifat dengan dua sifat yang beda atau bahkan lebih. Sifat-sifat yang terdapat pada hewan, tanaman dan mikroba diatur oleh gen-gen yang ada dalam jaringan tubuhnya. Gen yang terdapat pada individu yang diploid terdiri dari pasangan alel. Apabila terjadi perkawinan maka setiap induk akan mewariskan satu alel pada keturunannya. Pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya disebut dengan hereditas (Crowder, 1986).
Mendel melakukan persilangan pada galur murni ercis. hasil panen yang diperoleh 315 ercis bulat kuning, 101 ercis keriput kuning, 108 ercis bulat hijau, dan 32 ercis keriput hijau. Ercis yang bergenotipe tunggal hanya terdapat 32 ercis keriput hijau. Dari hasil percobaannya ini Mendel menjadikannya sebagai hokum Mendel yang kedua. Penyebaran dari satu pasang gen tidak mempengaruhi penyebaran gen yang lain. Hukum ini dikenal dengan hukum pemilihan bebas (Kimbal, 1983).
Persilangan dihibrid adalah persilangan yang terjadi anatara dua tetua yang memiliki dua sifat beda atau lebih. Contoh dari persilangan dihibrid adalah eksperimen Mendel terhadap dua sifat ercis yaitu bentuk biji dan warna bunga. Metode yang digunakan untuk menentukan rasio fenotipe dan genotipenya adalah Metode Punnett. Pada sasarnya metode ini sama dengan metode yang digunakan dalam persilangan monohybrid. hanya saja perbedaan utamanya terletak pada gamet yang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 sifat beda (Borror, 1983).
Lalat buah Drosophila melanogaster di dalam inti sel tubuhnya hanya memiliki 8 buah kromosom, sehingga dalam pengamatan dan perhitungannya lebih mudah. Delapan buah kromosom tersebut menurut Suryo (1984) dapat dibedakan atas :
1.      Setiap 6 buah kromosom atau 3 pasang kromosom yang terdapat pada lalat betina maupun jantan bentuknya sama sengga disebut sebagai autosom atau kromosom tubuh dan disingkat dengan huruf A.
2.      Setiap 2 buah kromosom atau 1 pasang kromosom yang terdapat pada lalat betina maupun jantan merupakan sel kelamin. Bentuk dari sel kelamin pda jantan dan betina berbeda.
Drosophila melanogaster pertama kali diperkenalkan oleh Morgan dan Castel pada tahun 1900 dan diketahui bahwa Drosophila melanogaster dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran genetika pada organisme diploid. Hewan ini dianggap mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan genetika selanjutnya. Alasan penggunaan hewan ini sebagai objek penelitian genetika di laboratorium adalah ukurannya kecil, mempunyai siklus hidup pendek, dapat memproduksi banyak keturunan, generasi yang baru dapat dikembangbiakan setiap dua minggu, murah biayanya, dan mudah perawatannya (Chumaisah, 2002).
III.    METODE PRAKTIKUM
A.      Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi lalat Drosophila melanogaster, media lalat, plastic bening, chloroform, kapas dan lembar pengamatan. Peralatan yang digunakan antara lain botol bening, cawan Petridis dan alat tulis.

B.       Prosedur Kerja
1.        Alat dan bahan disiapkan
2.        Lalat Drosophila melanogasterPengamatan dilakukan pada keturunan pertamanya.




IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil
Bagan Persilangan
P          ♀ Normal                    x                      ♂ Ebony
(BBTT)                                                     (bbtt)
F1                                                         PpTt
                            ( Badan kecil tubuh kelabu )
P2           Badan kecil tubuh kelabu       x          Badan keci tubuh kelabu
                                                BbTt                x                      BbTt
F2           B_T_   = 128
            B_tt     = 41
            bbT_    = 41
            bbtt      = 14
Punnet

BT
Bt
bT
bt
BT
BBTT
BBTt
BbTT
BbTt
Bt
BBTt
BBtt
BbTt
Bbtt
bT
BbTt
BbTt
bbTT
bbTt
bt
BbTt
Bbtt
bbTt
bbtt


morfologi Drosophila melanogaster normal
Tipe
kenampakan
gambar
keterangan
normal
atas
1.      Warna mata merah
2.      Warna badan kelabu
normal
atas
1.              Warna mata merah
2.              Warna badan kelabu
normal
bawah
1.             Segmen abdomen garis hitam tipis
2.             Abdomen posterial lancip
normal
Bawah
1.             Segmen abdomen garis hitam lebih pekat
2.             Abdomen posterial tumpul


Morfologi Drosophila melanogaster tipe white
Tipe
kenampakan
gambar
keterangan
normal
atas
1.        Warna mata putih
2.        Warna badan putih
normal
atas
1.        Warna mata putih
2.        Warna badan putih
normal
bawah
1.        Segmen abdomen faris hitam pias
2.        Abdomen posterior lancip
normal
Bawah
1.        Segmen abdomen garis hitam pekat
2.        Abdomen posterior tumpul


Morfologi Drosophila melanogaster tipe ebony
Tipe
kenampakan
gambar
keterangan
Normal
atas
1.   Warnam mata hitam
2.   Warna badan coklat
Normal
atas

1.   Warna mata hitam
2.   Warna badan coklat
Normal
bawah
1.   Segmen abdomen hitam
2.   Abdomen posterior lancip
Normal
Bawah
1.   Segmen abdomen hitam pekat
2.   Abdomen posterior tumpul




1.        Lalat Drosophilla melanogaster eboni


Karakteristik yang diamati 
Jumlah total 
 --T-
--tt 
 bbT-
bbtt 
Observasi (O)
 128
41
41
14
 224
Harapan (E)
  x 224 = 126
x 224 = 42
 x 224 = 42
x 224 = 14
224
   
 
  
 
 6
= 0,032 
 = 0,024 
  = 0,024
  =0
0,08 
 0.032
 0,024
 0,024
 0
 0,08

X² hitung = 0,1645
X² table = 7,28
X² table > X² hitung maka hasil signifikan
Kesimpulan percobaan sesuai dengan perbandingan Hukum Mendel II


B.       Pembahasan
Prinsip segregasi (pemisahan) yang dikemukakan oleh Mendel bahwa dari satu induk (parent) yang mana saja, hanya satu bentuk alelik dari suatu gen dipindahkan melalui suatu gamet kepada keturunannya. Pemisahan homolog-homolog pada meiosis bertanggungjawab terhadap pola pewarisan yang diamati bila heterozigot berkawin dalam, yaitu alel-alel bersegregasi kedalam gamet-gamet yang terpisah. Prinsip pengelompokkan bebas (independent assortment), Mendel menyatakan bahwa pemisahan satu factor terjadi secara bebas tidak tergantung dari pasangan factor lainnya (Stansfield, 1991).
Suatu genotip hibrida adalah heterozigot pada dua lokus. Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetic berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi acak dari pasangan kromosom non homolog pada piringan metafase meiosis pertama. Fenotip-fenotip keturunan yang dihasilkan oleh suatu uji silang mengungkapkan jumlah macam gamet yang dibentuk oleh genotip parental yang diuji. Suatu uji silang monohybrid menghasilkan rasio fenotip 1 : 1, menunjukkan bahwa ada satu pasang factor yang memisah. Suatu uji silang dihibrida menghasilkan rasio 1 : 1 : 1 : 1, menunjukkan ada dua pasang factor yang terpisah dan berpilih secara bebas (Stansfield, 1991).
Persilangan dihibrid terdapat dua individu yang mempunyai sifat beda lebih dari satu, misalnya beda mengenai warna dan beda mengenai bentuk. Hasil persilangan dinamakan dihibrida. Bila dua dihibrida disilangkan, akan dihasilkan empat macam gamet dalam frekuensi yang sama baik pada jantan maupun betina (Suryo, 1984).
Rasio fenotip klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotip-genotip dihibrida adalah 9 : 3 : 3 : 1. Rasio ini diperoleh bila alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan hubungan dominan dan resesif. Rasio dihibrida klasik dapat dimodifikasi jika satu atau kedua lokus mempunyai alel-alel kodominan atau alel-alel letal. Berbagai metode untuk memecahkan masalah-masalh yang melibatkan tiga atau lebih pasangan faktor autosomal berpilih bebas. Dengan mengetahui setiap jumlah pasangan faktor-faktor heterozigot (n) pada F1 (Crowder, 1986).
Persilangan dihibrid merupakan persilangan yang dilakukan oleh Mendel sebagai pembuktian terhadap Hukum Mendel II. Hasil persilangan dihibrid seperti terdapat dalam Hukum Mendel II disebut hukum pengelompokkan gen secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes). Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet-gamet. Oleh karena itu, pada contoh dihibrid itu terjadi empat macam pengelompokkan dari dua pasang gen (Suryo, 1984).
Dihibrid atau dihibridisasi adalah suatu persilangan (pemblastaran) dengan dua sifat beda. Untuk membuktikan Hukum Mendel II yang terkenal dengan prinsip berpasangan bebas, Mendel melakukan eksperimen dengan memblastarkan tanaman Pisum sativum bergalur murni dengan memperhatikan dua sifat beda, yaitu biji bulat berwarna kuning dengan galur murni berbiji kisut, berwarna hijau. Sehingga didapat keturunan kedua dengan perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 :1. Mendel menganggap bahwa gen-gen pembawa kedua sifat itu berpisah secara bebas terhadap sesamanya sewaktu terjadi pembentukan gamet (Pay, 1992).
Padi hibrida adalah turunan pertama persilangan antara dua varietas yang berbeda. Penyerbukan silang dimungkinkan bila bunga jantan pada tanaman betina bersifat mandul atau dibuat tidak berfungsi dengan cara memasukkan gen cms. Padi hibrida dihasilkan dengan menggunakan tiga galur, yaitu galur A, galur B, dan galur R. Galur A merupakan galur mandul jantan. Galur B merupakan galur pelestari atau pemelihara yang berguna untuk melestarikan dan memperbanyak galur A (Syukur, 2012).
Pemuliaan tanaman jagung manis secara umum bertujuan untuk mendapatkan varietas-varietas yang mempunyai kuantitas dan kualitas hasil tinggi serta resistensi terhadap hama dan penyakit penting. Varietas unggul yang dikehendaki diperoleh melalui evaluasi terhadap sifat morfologi-agronomi. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui manfaat suatu genotip sehingga dapat ditentukan genotip-genotip yang dapat dilepas sebagai varietas baru dan dijadikan tetua dalam persilangan selanjutnya. Evaluasi bermanfaat untuk mengetahui kergaman genetik yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Data hasil evaluasi akhir digunakan untuk mendeskripsikan suatu populasi. Evaluasi suatu populasi dilakukan pada tahap koleksi plasma nutfah. Sasaran pemuliaan tanaman jagung manis lebih mengarah pada produksi dan kualitas hasil yang tinggi serta kisaran adaptasi tanaman yang luas. Arah varietas jagung manis adalah varietas hibrida dan varietas OP (open pollinated). Untuk menyilangkan galur murni cukup menanam secara berselang-seling antara barisan galur sebagai jantan dan galur sebagai betina. Pembentukan hibrida diperlukan tetua galur murni yang diperoleh dengan melakukan penyerbukan sendiri minimal 6 generasi (Syukur, 2012).
Jumlah kromosom dari kacang panjang adalah 2n = 2x = 22. Pemuliaan dilakukan oleh lembaga pemerintah dan perusahaan swasta. Kriteria seleksi penting adalah komponen hasil dan kualitas hasil. Komponen hasil berhubungan dengan panjang polong dan jumlah polong per tanaman. Varietas yang telah dikenal luas oleh petani  ada 777 produksi Panah Merah. Varietas ini mempunyai warna biji merah putih. Beberapa genotip lain mempunyai warna biji merah, putih, hitam dan merah putih. Pemuliaan kacang panjang diarahkan pada ketahanan terhadap beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur dan virus (Syukur, 2012).
Pemuliaan tanaman cabai diarahkan untuk memperoleh cabai unggul. Karakter unggul cabai seperti produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, daya simpan buah lebih lama, tingkat kepedasan tertentu dan kualitas sesuai selera konsumen. Langkah awal pemuliaan dengan mengkoleksi berbagai genotip dari plasma nutfah lokal maupun luar negeri. Produktivitas tinggi merupakan karakteristik keunggulan yang penting. Penanaman cabai menggunakan varietas yang unggul mempunyai produktivitas tinggi dapat meningkatkan produktivitas hasil (Syukur, 2012).
Semangka tidak berbijiadalah hasil modifikasi ploidi dan tetraploidi. Pembuatan benih semangka tanpa biji dimulai dengan menggandakan kromosom diploid (2n=2x=22) menjadi tetraploid (2n=4x=44). Sel telur dari tanaman tetraploid dibuahi sel sperma dari tanaman diploid akan menghasilkan zigot triploid yang akan berkembang menjadi biji. Genotip semangka yang digandakan kromosomnya menjadi tetraploid dan digunakan sebagai betina harus mempunyai jarak genetik yang jauh dengan genotip semangka diploid yang akan digunakan sebagai jantan agar hibrida triploid yang diperoleh mempunyai heterosis tinggi. Tetraploid pada semangka dihasilkan dengan menggunakan perlakuan kolkisin pada benih semangka. Kolkisin hanya berpengaruh pada bagian tanaman yang sedang aktif membelah. Proses penggandaan kromosom semangka menjadi 2x dipengaruhi oleh ketepatan dosis kolkisin dan waktu aplikasi (Syukur, 2012).
Lalat buah normal memiliki warna mata merah. Namun pada nutasi warna mata merah, telah diamati warna mata lalat yang tidak merah. Beberapa warna mata muta yang teramati yaitu white, clot, claret dan sepia. Mutan tipe white (w) mengalami mutasi pada kromosom nomor 1 lokus 1,5. Pigmen merah yang seharusnya dihasilkan sebagai warna pada faet mata lalat tidak dihasilkan. Sehingga terjadi penyimpangan gen white yang memberikan warna putih pada faset matanya. Sementara itu mutan tipe clot (cl) warna mata yang teramati adalah coklat akibat mutasi pada kromosom nomor 2, lokus 16,5. Mutasi pada kromosom nomor 3, lokus 100,7 pada lalat buah mengakibatkan mata berwarna merah terang atau disebut juga sebagai tipe claret (ca). Warna matanya lebih terang bila dibandingkan dengan warna merah pada lalat normal. Mutan tipe sepia (se) mengalami kecacatan pada kromosom nomor 3,lokus 26 dan menyebabkan lalat kekurangan enzim sintase PDA yang disebabkan adanya mutasi pada struktur gen dari DNA sintase. Mutasi ini dapat diturunkan pada keturunan-keturunan dari lalat sepia itu sendiri. Kecacatan ini menyebabkan lalat bermata coklat tua kehitaman (Borror, 1993).
Terjadi juga mutasi pada kenampakan bentuk mata. Ditemukan lalat buah yang tidak memiliki mata atau hanya berupa titik yang disebut juga eyemissing (eym). Kromosom lalat nomor 3, lokus 67,9 mengalami kerusakan yang berakibat pada keabnormalan gen “mata absen” yang memberikan perintah pada sel yang ada larva untuk memunculkan mata. Mutasi ini menyebabkan mutan lalat buah terganggu penglihatannya bahkan mungkin tidak dapat dilihat (Borror, 1993).
Sayap pada lalat wild type panjang dan lurus menyebabkan lalat dapat terbang dengan normal atautanpa mengalami kesulitan. Perubahan yang terjadi pada materi genetis lalat buah dapat menyebabkan perbedaan bentuk sayap yaitu dumpy, miniature, curled dan taxi. Mutasi tipe curled (cu) terjadi karena adanya kecacatan pada kromosom nomor 3, lokus 50. Pada tipe ini gen curled merupakan gen dominan yang memunculkan bentuk sayap melengkung ke atas. Mutan bentuk sayap lainnya adalah taxi (tx), sayapnya membentang 75° dari sumbu tubuh. Hal ini diakibatkan oleh kecacatan pada kromosom nomor 1 lokus 36 yang memunculkan fenotip bentuk sayap hanya mencapai ujung abdomen dan menjadi pendek. Selain itu ukuran tubuh lalat miniature lebih kecil dibandingkan dengan lalat normal. Mutasi yang terjadi pada kromosom nomor 2 lokus 13 memunculkan fenotip lalat dumpy (dp) yang terlahir dengan sayap pendek. mutan ini adalah mutan resesif yang dibawa oleh kedua lalat parental. Mutasi-mutasi yang terjadi dapat menyebabkan lalat tidak bisa terbang dengan sempurna bahkan beberapa tipe mutan miniature tidak dapat terbang (Borror, 1993).
Perbedaan warna tubuh merupakan salah satu akibat dari mutasi pada lalat buah. Warna tubuh lalat normal adalah coklat muda. Pada pengamatan ditemukan tipe warna tubuh ebony dan black. Warna tubuh tipe ebony (e) muncul karena adanya kelainan pada gen eboni, gen yang memberikan pigmen warna coklat pada lalat Drosophila melanogaster wild type yang mengakibatkan lalat memiliki warna tubuh hitam mengkilat. Mutan black (b) pada Drosophila melanogaster diakibatkan oleh kerusakan pada kromosom nomor 2, lokus 48,5 yang menyebabkan keabnormalan warna badan, kaki dan urat sayap yang hitam namun tidk mengkilat (Borror, 1993).
Praktikum kali ini mengamati lalat buah Drosophila melanogaster yang sudah disilangkan. Lalat buah yang diletakkan di dalam cawan petridish diamati menggunakan sebuah kaca pembesar. Tipe yang teramati ada tiga yaitu normal, dumpy dan eboni.
Tipe lalat normal betina warna mata merah, warna tubuh kelabu, sayap lurus panjang, segmen bergaris hitam pekat dengan warna kelabu dan abdomen posteriornya berakhir lancip. Lalat normal jantan secara keseluruhan sama, terdapat perbedaan hanya pada segmen garis hitam bagian atas lebih besar dan abdomen posteriornya berakhir tumpul.
 Hasil pengamatan lalat buah yang teramati bertipe eboni. Lalat buah eboni betina karakteristiknya warna mata Hitam, warna badan coklat, panjang sayap sama dengan badan, segmen tipis dan abdomen posterior lancip. Lalat buah eboni jantan karakteristiknya warna mata Hitam, panjang sayap lebih dari badan, warna badan Hitam, segmen garis hitam tebal dan abodomen posteriornya tumpul. Nilai x² hitung 0,08 dengan x² tabel 7,28 setelah dilakukan analisis hasilnya signifikan sebab x² hitung lebih kecil dari x² tabel. Kesimpulannya sesuai dengan Hukum Mendel II.
Lalat buah tipe dumpy yang teramati dalam praktikum ini karakteristik betinanya warna mata putih, warna tubuh putih, , segmen garis hitam lebih tipis dan abdomen posterior berakhir lancip. Untuk jantannya warna mata putih, warna tubuh putih segmen garis hitam lebih tebal dan abdomen posterior berakhir tumpul




V.      KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum tentang persilangan dihibrid dengan mengamati hasil persilangan pada lalat Drosophila melanogaster dapat disimpulkan bahwa :
1.      Hasil analisis dengan uji X² menunjukkan hasil yang signifikan dari seluruh data hasil perhitungan.
2.      Hasil yang tidak signifikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan gen dalam lalat buah seperti lalat buah betina yang tidak virgin.

B.       Saran
Praktikum kali ini sudah berjalan dengan baik dan asisten menjelaskan tentang praktikum ini dengan jelas. Hanya saja terjadi kendala mati listrik karena cuaca yang buruk sehingga praktikan mengalami kesulitan dalam mengamati dan menggambar lalat Drosophilla melanogaster. Sebaiknya disediakan lampu senter agar memudahkan praktikan dalam pengamatan.




DAFTAR PUSTAKA
Borror, D. J., Triplehom, C. A., dan Johnson, N. F. 1983. Pengenalan Pelajaran Serangga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Chumaisiah, N. 2002. Pengaruh Inbreeding Terhadap Viabilitas Dan Fenotip Lalat Buah (Drosophila melanogaster) Tipe Liar Dan Mutan Sepia. Skripsi.
FKIP Universitas Negeri Jember. Jurusan Biologi, Jember.
Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Kimbal, John. 1983. Biologi Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Pay, C. Anna. 1992. Dasar-Dasar Genetika. Erlangga, Jakarta.
Stansfield, William D. 1991. Genetika. Erlangga, Jakarta.
Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Syukur, Muhammad, dkk. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya,
                        Yogyakarta.





LAMPIRAN

No comments:

Post a Comment