LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA
TUMBUHAN
ACARA IV
PERSILANGAN DIHIBRID
Semester:
Ganjil 2015
Oleh:
Rina Listanti Dwi Hanesti
A1L014111/5
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN
BIOTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Permasalahan
tentang penurunan sifat banyak mendapat perhatian dari para peneliti. Gregor
Johan Mendel merupakan salah satu peneliti dibidang genetika yang sangat
terkenal. Hukum-hukum persilangan yang dibuat oleh beliau menjadi dasar dalam
melakukan persilangan sampai saat ini. Mendel melakukan penelitian tentang
persilangan pada tahun 1842. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Mendel
menghasilkan Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II.
Persilangan
satu sifat beda yang dilakukan oleh Mendel bertujuan untuk mengetahui pola
pewarisan sifat dari tetuanya kepada keturunannya. Selanjutnya Mendel melakukan
persilangan dengan dua sifat beda yang disebut dengan persilangan dihibrid.
Persilangan dihibrid merupakan pembuktian dari hukum Mendel II. Fenotip dari persilangan dua sifat beda yaitu
9 : 3 : 1. Gentoipe dihibrida nerupakan gen heterezigot yang terletak pada dua
lokus. Persilangan dihibrid membentuk empat gamet yang berbeda secara genetik
dengan frekuensi yang kira-kira hampir sama karena terjadi orientasi acak dari
pasangan kromosom heterezigot. pada fase metafase dalam pembelahan mitosis
pertama.
Praktikum
kali ini menggunakan lalat buah sebagai bahan persilangan. Penggunaan lalat
buah karena mudah didapat dan hasil persilangan dapat cepat diketahui. Secara
umum, lalat buah akan diletakkan dalam sebuah toples, terdapat dua individu
yang berbeda dalam tiap toples. Kemudian kedua individu tersebut akan melakukan
perkawinan. setelah beberapa hari akan nampak anakan hasil dari perkawinan yang
akan diamati.
B.
Tujuan
Praktikum
bertujuan membuktikan Hukum Mendel II pada persilangan dihibrid.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pewarisan suatu
sifat mengikuti pola hukum yang teratur dan terulang dari satu generasi ke
genersi yang lain. Mempelajari cara pewarisan gen akan mengerti bagaimana
mekanisme pewarisan satu sifat dan pola
pewarisan satu sifat yang tetap ada dalam setiap generasi keturunan. demikian
pula pada pewarisan sifat dengan dua sifat yang beda atau bahkan lebih.
Sifat-sifat yang terdapat pada hewan, tanaman dan mikroba diatur oleh gen-gen
yang ada dalam jaringan tubuhnya. Gen yang terdapat pada individu yang diploid
terdiri dari pasangan alel. Apabila terjadi perkawinan maka setiap induk akan
mewariskan satu alel pada keturunannya. Pewarisan sifat dari induk kepada
keturunannya disebut dengan hereditas (Crowder, 1986).
Mendel melakukan
persilangan pada galur murni ercis. hasil panen yang diperoleh 315 ercis bulat
kuning, 101 ercis keriput kuning, 108 ercis bulat hijau, dan 32 ercis keriput
hijau. Ercis yang bergenotipe tunggal hanya terdapat 32 ercis keriput hijau. Dari
hasil percobaannya ini Mendel menjadikannya sebagai hokum Mendel yang kedua.
Penyebaran dari satu pasang gen tidak mempengaruhi penyebaran gen yang lain.
Hukum ini dikenal dengan hukum pemilihan bebas (Kimbal, 1983).
Persilangan
dihibrid adalah persilangan yang terjadi anatara dua tetua yang memiliki dua
sifat beda atau lebih. Contoh dari persilangan dihibrid adalah eksperimen
Mendel terhadap dua sifat ercis yaitu bentuk biji dan warna bunga. Metode yang
digunakan untuk menentukan rasio fenotipe dan genotipenya adalah Metode
Punnett. Pada sasarnya metode ini sama dengan metode yang digunakan dalam
persilangan monohybrid. hanya saja perbedaan utamanya terletak pada gamet yang
memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 sifat beda (Borror, 1983).
Lalat buah Drosophila melanogaster di dalam inti
sel tubuhnya hanya memiliki 8 buah kromosom, sehingga dalam pengamatan dan
perhitungannya lebih mudah. Delapan buah kromosom tersebut menurut Suryo (1984)
dapat dibedakan atas :
1. Setiap
6 buah kromosom atau 3 pasang kromosom yang terdapat pada lalat betina maupun
jantan bentuknya sama sengga disebut sebagai autosom atau kromosom tubuh dan
disingkat dengan huruf A.
2. Setiap
2 buah kromosom atau 1 pasang kromosom yang terdapat pada lalat betina maupun
jantan merupakan sel kelamin. Bentuk dari sel kelamin pda jantan dan betina
berbeda.
Drosophila melanogaster pertama
kali diperkenalkan oleh Morgan dan Castel pada tahun 1900 dan diketahui bahwa Drosophila
melanogaster dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran genetika pada organisme
diploid. Hewan ini dianggap mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan
genetika selanjutnya. Alasan penggunaan hewan ini sebagai objek penelitian
genetika di laboratorium adalah ukurannya kecil, mempunyai siklus hidup pendek,
dapat memproduksi banyak keturunan, generasi yang baru dapat dikembangbiakan
setiap dua minggu, murah biayanya, dan mudah perawatannya (Chumaisah, 2002).
III.
METODE
PRAKTIKUM
A.
Bahan
dan Alat
Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini meliputi lalat Drosophila melanogaster, media lalat, plastic bening, chloroform, kapas dan lembar pengamatan. Peralatan yang digunakan
antara lain botol bening, cawan Petridis dan alat tulis.
B.
Prosedur
Kerja
1.
Alat dan bahan
disiapkan
2.
Lalat Drosophila melanogasterPengamatan
dilakukan pada keturunan pertamanya.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Bagan Persilangan
P ♀ Normal x ♂
Ebony
(BBTT) (bbtt)
F1 PpTt
( Badan kecil tubuh kelabu )
P2 Badan kecil tubuh kelabu x Badan keci tubuh kelabu
BbTt x BbTt
F2 B_T_ = 128
B_tt =
41
bbT_ =
41
bbtt =
14
Punnet
|
|
BT
|
Bt
|
bT
|
bt
|
|
BT
|
BBTT
|
BBTt
|
BbTT
|
BbTt
|
|
Bt
|
BBTt
|
BBtt
|
BbTt
|
Bbtt
|
|
bT
|
BbTt
|
BbTt
|
bbTT
|
bbTt
|
|
bt
|
BbTt
|
Bbtt
|
bbTt
|
bbtt
|
morfologi Drosophila melanogaster normal
|
Tipe
|
kenampakan
|
gambar
|
keterangan
|
|
♀
normal
|
atas
|
|
1. Warna
mata merah
2. Warna
badan kelabu
|
|
♂
normal
|
atas
|
|
1.
Warna mata merah
2.
Warna badan kelabu
|
|
♀
normal
|
bawah
|
|
1.
Segmen abdomen garis hitam tipis
2.
Abdomen posterial lancip
|
|
♂
normal
|
Bawah
|
|
1.
Segmen abdomen garis hitam lebih pekat
2.
Abdomen posterial tumpul
|
Morfologi Drosophila melanogaster tipe white
|
Tipe
|
kenampakan
|
gambar
|
keterangan
|
|
♀
normal
|
atas
|
|
1.
Warna mata putih
2.
Warna badan putih
|
|
♂
normal
|
atas
|
|
1.
Warna mata putih
2.
Warna badan putih
|
|
♀
normal
|
bawah
|
|
1.
Segmen abdomen faris hitam pias
2.
Abdomen posterior lancip
|
|
♂
normal
|
Bawah
|
|
1.
Segmen abdomen garis hitam pekat
2.
Abdomen posterior tumpul
|
Morfologi
Drosophila melanogaster tipe ebony
|
Tipe
|
kenampakan
|
gambar
|
keterangan
|
|
♀
Normal
|
atas
|
|
1. Warnam
mata hitam
2. Warna
badan coklat
|
|
♂
Normal
|
atas
|
|
1. Warna
mata hitam
2. Warna
badan coklat
|
|
♀
Normal
|
bawah
|
|
1. Segmen
abdomen hitam
2. Abdomen
posterior lancip
|
|
♂
Normal
|
Bawah
|
|
1. Segmen
abdomen hitam pekat
2. Abdomen
posterior tumpul
|
1.
Lalat Drosophilla
melanogaster eboni
|
|
Karakteristik yang diamati
|
Jumlah total
|
||||
|
--T-
|
--tt
|
bbT-
|
bbtt
|
|||
|
Observasi (O)
|
128
|
41
|
41
|
14
|
224
|
|
|
Harapan (E)
|
|
|
|
|
224
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
|
|
|
0,08
|
|
|
X²
|
0.032
|
0,024
|
0,024
|
0
|
0,08
|
|
X² hitung = 0,1645
X² table = 7,28
X² table > X² hitung maka hasil signifikan
Kesimpulan percobaan sesuai dengan perbandingan Hukum Mendel II
B.
Pembahasan
Prinsip
segregasi (pemisahan) yang dikemukakan oleh Mendel bahwa dari satu induk
(parent) yang mana saja, hanya satu bentuk alelik dari suatu gen dipindahkan
melalui suatu gamet kepada keturunannya. Pemisahan homolog-homolog pada meiosis
bertanggungjawab terhadap pola pewarisan yang diamati bila heterozigot berkawin
dalam, yaitu alel-alel bersegregasi kedalam gamet-gamet yang terpisah. Prinsip
pengelompokkan bebas (independent assortment), Mendel menyatakan bahwa
pemisahan satu factor terjadi secara bebas tidak tergantung dari pasangan
factor lainnya (Stansfield, 1991).
Suatu genotip
hibrida adalah heterozigot pada dua lokus. Dihibrida membentuk empat gamet yang
secara genetic berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi
acak dari pasangan kromosom non homolog pada piringan metafase meiosis pertama.
Fenotip-fenotip keturunan yang dihasilkan oleh suatu uji silang mengungkapkan
jumlah macam gamet yang dibentuk oleh genotip parental yang diuji. Suatu uji
silang monohybrid menghasilkan rasio fenotip 1 : 1, menunjukkan bahwa ada satu
pasang factor yang memisah. Suatu uji silang dihibrida menghasilkan rasio 1 : 1
: 1 : 1, menunjukkan ada dua pasang factor yang terpisah dan berpilih secara
bebas (Stansfield, 1991).
Persilangan
dihibrid terdapat dua individu yang mempunyai sifat beda lebih dari satu,
misalnya beda mengenai warna dan beda mengenai bentuk. Hasil persilangan
dinamakan dihibrida. Bila dua dihibrida disilangkan, akan dihasilkan empat
macam gamet dalam frekuensi yang sama baik pada jantan maupun betina (Suryo,
1984).
Rasio fenotip
klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotip-genotip dihibrida adalah 9 : 3 :
3 : 1. Rasio ini diperoleh bila alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan
hubungan dominan dan resesif. Rasio dihibrida klasik dapat dimodifikasi jika
satu atau kedua lokus mempunyai alel-alel kodominan atau alel-alel letal.
Berbagai metode untuk memecahkan masalah-masalh yang melibatkan tiga atau lebih
pasangan faktor autosomal berpilih bebas. Dengan mengetahui setiap jumlah
pasangan faktor-faktor heterozigot (n) pada F1 (Crowder, 1986).
Persilangan
dihibrid merupakan persilangan yang dilakukan oleh Mendel sebagai pembuktian
terhadap Hukum Mendel II. Hasil persilangan dihibrid seperti terdapat dalam
Hukum Mendel II disebut hukum pengelompokkan gen secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes).
Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas
ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan
gamet-gamet. Oleh karena itu, pada contoh dihibrid itu terjadi empat macam
pengelompokkan dari dua pasang gen (Suryo, 1984).
Dihibrid atau
dihibridisasi adalah suatu persilangan (pemblastaran) dengan dua sifat beda.
Untuk membuktikan Hukum Mendel II yang terkenal dengan prinsip berpasangan bebas,
Mendel melakukan eksperimen dengan memblastarkan tanaman Pisum sativum bergalur
murni dengan memperhatikan dua sifat beda, yaitu biji bulat berwarna kuning
dengan galur murni berbiji kisut, berwarna hijau. Sehingga didapat keturunan
kedua dengan perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 :1. Mendel menganggap bahwa gen-gen
pembawa kedua sifat itu berpisah secara bebas terhadap sesamanya sewaktu
terjadi pembentukan gamet (Pay, 1992).
Padi hibrida
adalah turunan pertama persilangan antara dua varietas yang berbeda.
Penyerbukan silang dimungkinkan bila bunga jantan pada tanaman betina bersifat
mandul atau dibuat tidak berfungsi dengan cara memasukkan gen cms. Padi hibrida
dihasilkan dengan menggunakan tiga galur, yaitu galur A, galur B, dan galur R.
Galur A merupakan galur mandul jantan. Galur B merupakan galur pelestari atau
pemelihara yang berguna untuk melestarikan dan memperbanyak galur A (Syukur,
2012).
Pemuliaan
tanaman jagung manis secara umum bertujuan untuk mendapatkan varietas-varietas
yang mempunyai kuantitas dan kualitas hasil tinggi serta resistensi terhadap
hama dan penyakit penting. Varietas unggul yang dikehendaki diperoleh melalui
evaluasi terhadap sifat morfologi-agronomi. Evaluasi diperlukan untuk
mengetahui manfaat suatu genotip sehingga dapat ditentukan genotip-genotip yang
dapat dilepas sebagai varietas baru dan dijadikan tetua dalam persilangan
selanjutnya. Evaluasi bermanfaat untuk mengetahui kergaman genetik yang dapat
dimanfaatkan secara optimal. Data hasil evaluasi akhir digunakan untuk
mendeskripsikan suatu populasi. Evaluasi suatu populasi dilakukan pada tahap
koleksi plasma nutfah. Sasaran pemuliaan tanaman jagung manis lebih mengarah
pada produksi dan kualitas hasil yang tinggi serta kisaran adaptasi tanaman
yang luas. Arah varietas jagung manis adalah varietas hibrida dan varietas OP
(open pollinated). Untuk menyilangkan galur murni cukup menanam secara
berselang-seling antara barisan galur sebagai jantan dan galur sebagai betina.
Pembentukan hibrida diperlukan tetua galur murni yang diperoleh dengan
melakukan penyerbukan sendiri minimal 6 generasi (Syukur, 2012).
Jumlah kromosom
dari kacang panjang adalah 2n = 2x = 22. Pemuliaan dilakukan oleh lembaga
pemerintah dan perusahaan swasta. Kriteria seleksi penting adalah komponen
hasil dan kualitas hasil. Komponen hasil berhubungan dengan panjang polong dan
jumlah polong per tanaman. Varietas yang telah dikenal luas oleh petani ada 777 produksi Panah Merah. Varietas ini
mempunyai warna biji merah putih. Beberapa genotip lain mempunyai warna biji
merah, putih, hitam dan merah putih. Pemuliaan kacang panjang diarahkan pada
ketahanan terhadap beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur dan virus
(Syukur, 2012).
Pemuliaan
tanaman cabai diarahkan untuk memperoleh cabai unggul. Karakter unggul cabai
seperti produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan hama
dan penyakit, daya simpan buah lebih lama, tingkat kepedasan tertentu dan
kualitas sesuai selera konsumen. Langkah awal pemuliaan dengan mengkoleksi berbagai
genotip dari plasma nutfah lokal maupun luar negeri. Produktivitas tinggi
merupakan karakteristik keunggulan yang penting. Penanaman cabai menggunakan
varietas yang unggul mempunyai produktivitas tinggi dapat meningkatkan
produktivitas hasil (Syukur, 2012).
Semangka tidak
berbijiadalah hasil modifikasi ploidi dan tetraploidi. Pembuatan benih semangka
tanpa biji dimulai dengan menggandakan kromosom diploid (2n=2x=22) menjadi
tetraploid (2n=4x=44). Sel telur dari tanaman tetraploid dibuahi sel sperma
dari tanaman diploid akan menghasilkan zigot triploid yang akan berkembang menjadi
biji. Genotip semangka yang digandakan kromosomnya menjadi tetraploid dan
digunakan sebagai betina harus mempunyai jarak genetik yang jauh dengan genotip
semangka diploid yang akan digunakan sebagai jantan agar hibrida triploid yang
diperoleh mempunyai heterosis tinggi. Tetraploid pada semangka dihasilkan
dengan menggunakan perlakuan kolkisin pada benih semangka. Kolkisin hanya
berpengaruh pada bagian tanaman yang sedang aktif membelah. Proses penggandaan
kromosom semangka menjadi 2x dipengaruhi oleh ketepatan dosis kolkisin dan
waktu aplikasi (Syukur, 2012).
Lalat buah
normal memiliki warna mata merah. Namun pada nutasi warna mata merah, telah
diamati warna mata lalat yang tidak merah. Beberapa warna mata muta yang
teramati yaitu white, clot, claret dan sepia. Mutan tipe white (w) mengalami
mutasi pada kromosom nomor 1 lokus 1,5. Pigmen merah yang seharusnya dihasilkan
sebagai warna pada faet mata lalat tidak dihasilkan. Sehingga terjadi
penyimpangan gen white yang memberikan warna putih pada faset matanya.
Sementara itu mutan tipe clot (cl) warna mata yang teramati adalah coklat
akibat mutasi pada kromosom nomor 2, lokus 16,5. Mutasi pada kromosom nomor 3,
lokus 100,7 pada lalat buah mengakibatkan mata berwarna merah terang atau
disebut juga sebagai tipe claret (ca). Warna matanya lebih terang bila
dibandingkan dengan warna merah pada lalat normal. Mutan tipe sepia (se)
mengalami kecacatan pada kromosom nomor 3,lokus 26 dan menyebabkan lalat
kekurangan enzim sintase PDA yang disebabkan adanya mutasi pada struktur gen
dari DNA sintase. Mutasi ini dapat diturunkan pada keturunan-keturunan dari
lalat sepia itu sendiri. Kecacatan ini menyebabkan lalat bermata coklat tua
kehitaman (Borror, 1993).
Terjadi juga
mutasi pada kenampakan bentuk mata. Ditemukan lalat buah yang tidak memiliki
mata atau hanya berupa titik yang disebut juga eyemissing (eym). Kromosom lalat
nomor 3, lokus 67,9 mengalami kerusakan yang berakibat pada keabnormalan gen
“mata absen” yang memberikan perintah pada sel yang ada larva untuk memunculkan
mata. Mutasi ini menyebabkan mutan lalat buah terganggu penglihatannya bahkan
mungkin tidak dapat dilihat (Borror, 1993).
Sayap pada lalat
wild type panjang dan lurus
menyebabkan lalat dapat terbang dengan normal atautanpa mengalami kesulitan. Perubahan
yang terjadi pada materi genetis lalat buah dapat menyebabkan perbedaan bentuk
sayap yaitu dumpy, miniature, curled dan taxi. Mutasi tipe curled (cu) terjadi
karena adanya kecacatan pada kromosom nomor 3, lokus 50. Pada tipe ini gen
curled merupakan gen dominan yang memunculkan bentuk sayap melengkung ke atas.
Mutan bentuk sayap lainnya adalah taxi (tx), sayapnya membentang 75° dari sumbu
tubuh. Hal ini diakibatkan oleh kecacatan pada kromosom nomor 1 lokus 36 yang
memunculkan fenotip bentuk sayap hanya mencapai ujung abdomen dan menjadi
pendek. Selain itu ukuran tubuh lalat miniature lebih kecil dibandingkan dengan
lalat normal. Mutasi yang terjadi pada kromosom nomor 2 lokus 13 memunculkan
fenotip lalat dumpy (dp) yang terlahir dengan sayap pendek. mutan ini adalah
mutan resesif yang dibawa oleh kedua lalat parental. Mutasi-mutasi yang terjadi
dapat menyebabkan lalat tidak bisa terbang dengan sempurna bahkan beberapa tipe
mutan miniature tidak dapat terbang (Borror, 1993).
Perbedaan warna
tubuh merupakan salah satu akibat dari mutasi pada lalat buah. Warna tubuh
lalat normal adalah coklat muda. Pada pengamatan ditemukan tipe warna tubuh
ebony dan black. Warna tubuh tipe ebony (e) muncul karena adanya kelainan pada
gen eboni, gen yang memberikan pigmen warna coklat pada lalat Drosophila
melanogaster wild type yang mengakibatkan lalat memiliki warna tubuh hitam
mengkilat. Mutan black (b) pada Drosophila melanogaster diakibatkan oleh
kerusakan pada kromosom nomor 2, lokus 48,5 yang menyebabkan keabnormalan warna
badan, kaki dan urat sayap yang hitam namun tidk mengkilat (Borror, 1993).
Praktikum kali
ini mengamati lalat buah Drosophila melanogaster yang sudah disilangkan. Lalat
buah yang diletakkan di dalam cawan
petridish diamati menggunakan sebuah kaca pembesar. Tipe yang teramati ada
tiga yaitu normal, dumpy dan eboni.
Tipe lalat
normal betina warna mata merah, warna tubuh
kelabu, sayap lurus panjang, segmen bergaris
hitam pekat dengan warna kelabu dan abdomen posteriornya berakhir lancip. Lalat
normal jantan secara keseluruhan sama, terdapat perbedaan hanya pada segmen
garis hitam bagian atas lebih besar dan abdomen posteriornya berakhir tumpul.
Hasil pengamatan lalat buah
yang teramati bertipe eboni. Lalat buah eboni betina karakteristiknya warna
mata Hitam,
warna badan coklat,
panjang sayap sama dengan badan, segmen tipis dan abdomen posterior lancip.
Lalat buah eboni jantan karakteristiknya warna mata Hitam, panjang sayap lebih
dari badan, warna badan Hitam,
segmen garis hitam tebal dan abodomen posteriornya tumpul. Nilai x² hitung 0,08 dengan x² tabel 7,28
setelah dilakukan analisis hasilnya signifikan sebab x² hitung lebih kecil dari
x² tabel. Kesimpulannya sesuai dengan Hukum
Mendel II.
Lalat buah tipe
dumpy yang teramati dalam praktikum ini karakteristik betinanya warna mata putih, warna tubuh putih, , segmen garis hitam
lebih tipis dan abdomen posterior berakhir lancip. Untuk jantannya warna mata putih, warna tubuh putih segmen garis hitam
lebih tebal dan abdomen posterior berakhir tumpul
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Setelah
melaksanakan praktikum tentang persilangan dihibrid dengan mengamati hasil
persilangan pada lalat Drosophila
melanogaster dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil
analisis dengan uji X² menunjukkan hasil yang signifikan dari seluruh data
hasil perhitungan.
2. Hasil
yang tidak signifikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan gen dalam
lalat buah seperti lalat buah betina yang tidak virgin.
B.
Saran
Praktikum kali
ini sudah berjalan dengan baik dan asisten menjelaskan tentang praktikum ini
dengan jelas. Hanya saja terjadi kendala mati listrik karena cuaca yang buruk
sehingga praktikan mengalami kesulitan dalam mengamati dan menggambar lalat Drosophilla melanogaster. Sebaiknya
disediakan lampu senter agar memudahkan praktikan dalam pengamatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Borror, D. J., Triplehom, C. A., dan
Johnson, N. F. 1983. Pengenalan Pelajaran Serangga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Chumaisiah, N. 2002. Pengaruh
Inbreeding Terhadap Viabilitas Dan Fenotip Lalat Buah (Drosophila
melanogaster) Tipe Liar Dan Mutan Sepia. Skripsi.
FKIP Universitas Negeri Jember.
Jurusan Biologi, Jember.
Crowder,
L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah
Mada University, Yogyakarta.
Kimbal,
John. 1983. Biologi Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.
Pay,
C. Anna. 1992. Dasar-Dasar Genetika.
Erlangga, Jakarta.
Stansfield,
William D. 1991. Genetika. Erlangga,
Jakarta.
Suryo.
1984. Genetika. Gadjah Mada
University, Yogyakarta.
Syukur,
Muhammad, dkk. 2012. Teknik Pemuliaan
Tanaman. Penebar Swadaya,
Yogyakarta.
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment