Tuesday, March 14, 2017

PENGARUH PEMUPUKAN DAN POLA PENGAIRAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN
ACARA II
PENGARUH PEMUPUKAN DAN POLA PENGAIRAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN





Semester :
Genap 2016
Oleh :
Rizki Novandi
A1L014111/ 5
KEMENTERIAN RISET, TKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM AGROEKOLOGI
PURWOKERTO
2016




I.              PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Pertumbuhan tanaman pada suatu tempat dipengaruhi oleh berbagai faktor biotic dan abiotik. Pada faktor biotik yang mempengaruhi tanaman dapat berupa organisme pengganggu tanaman (OPT), keberadaan tumbuhan liar, mikroorganisme, manusia dan lain – lain. Pada faktor yang kedua yaitu faktor abiotik diantaranya berupa pemupukan, pengairan, iklim, cuaca dan lain - lain. Air merupakan kebutuhan dasar tanaman untuk dapat tumbuh, berkembang,
serta berproduksi dengan baik (De Datta, 1981). Air merupakan petunjuk utama yang membuat benih dapat tumbuh dan berkembang. Kadar air yang dibutuhkan sebuah tanaman berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Jika kadar air yang diberikan berlebihan atau terlalu banyak akan mengganggu proses pertumbuhan tanaman, begitu pula jika kadar air yang diberikan kurang juga akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan air yang baik untuk tanaman, agar tanaman dapat tumbuhu dan berkembang serta menghasilkan dengan baik. 
         Pemberian pupuk pada tanaman juga merupakan faktor abiotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Pemupukan ditujukan untuk menambah kandungan unsur hara yang tersedia dalam tanah agar dapat mencukupi kebutuhan tanaman untuk berkembang dan berproduksi. Pemberian pupuk yang tepat dan seimbang pada tanaman khususnya akan menurunkan biaya pemupukan, takaran pupuk juga lebih rendah, hasil relatif sama, tanaman lebih sehat, mengurangi hara yang terlarut dalam air,dan menekan unsur berbahaya yang terbawa dalam makanan (Sutejo, M. 2002).
         Pemupukan juga dapat meningkatkan kualitas atau tingkat kesuburan suatu lahan. Menurut Arafah, (2011), Usaha yang perlu dilakukan untuk kembali meningkatkan tingkat kesuburan tanah adalah dengan melaksanaan pemupukan kimia secara berimbang dan sesuai dengan kebutuhan lahan, namun hal itu tidak dengan serta merta akan mengembalikan tingkat kesuburan lahan, sehingga perlu masukkan bahan organic berupa pupuk hijau atau kompos. Secara umum pemberian bahan organik ke dalam tanah akan mempertahankan dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah, khususnya pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah pemberian pupuk menjadi lebih efektif dan efisien (Arafah, 2011).
         Kegiatan pemupukan yang dilakukan pada suatu tanaman dengan baik dan benar akan meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan. Las et al. (1999), mengemukakan bahwa dalam meningkatkan produksi tanaman perlu dilakukan pelestarian lingkungan produksi, salah satunya dengan melalui pemanfaatan pupuk organik. Berbagai bentuk dan bahan pupuk organik dapat diberikan tergantung pada ketersediaan di lokasi usahatani, selama ini di beberapa daerah masih terdapat banyak sumber daya lokal yang bisa dijadikan sebagai bahan pupuk organik, namun belum dimanfaatkan secara optimal, diantaranya kotoran sapi dan domba, bahkan di beberapa sentra peternakan, kotoran tersebut menjadi sumber pencemaran lingkungan, (Las et al, 1999). Dengan demikian bahwasanya tidak hanya factor biotik yang menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman, namun faktor abiotik juga sangat memilki peran penting dalam menentukan pertumbuhan dan faktor produksi tanaman. 
 
B.                 Tujuan
Untuk mengetahui pola pertumbuhan dan hasil tanaman dengan pemberian dosis pupuk makro NPK yang berbeda dan volume pemberian air yang berbeda.

















II.        METODE PRAKTIKUM
A.        Alat dan Bahan .
alat yang diperlukan antara lain cangkul, light intencity meter, thermohygrometer, oven, mistar, timbangan, selang air dan ember sertasaringan 5 mm.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain  benih jagung manis kacang hijau, polybag, pupuk NPK, dan satu buah bambu.

B.        ProsedurKerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Persiapan
1.      Tanah diambil didaerah sekitar kampus dengan volume sesuai dengan kebutuhan.
2.      Polybag dengan ukuran 5 kg pupuk, benih jagung manis, dan kacang hijau, selang air dan ember disiapkan
Pelaksanaan
1.      Polybag yang telah diisi tanah berdasarkan kombinasi pemupukan dan pemberian air yang berbeda serta setiap perlakuan disusun secara teratur, diulang 3 kali.
2.      Setiap polybag diisi dengan benih jagung, kedelai, dan kacang hijau sebanyak 2 butir.
3.      Dilakukan pemupukan NPK sesuai dosis rekomendasi.
4.      Perlakuan d iberikan dalam 2 faktor yaitu : pemupukan NPK dan pemberian air.
a.       Volume air diberikan dengan interval yang sama 3 hari sekali
A1  =diberi air dengan volume 100 ml air/polybag
A2  =diberi air dengan volume 200 ml air/polybag
A3  =diberi air dengan volume 300 ml air/polybag
b.      Dosis pupuk NPK
P1  = pupuk NPK 100% dosis rekomendasi
P2  = pupuk NPK 50% dosis rekomendasi
P3  = pupuk NPK 25% dosis rekomendasi
P4  = pupuk NPK 0% dosisrekomendasi
5.      Pemeliharaan dilakukan sesuai kebutuhan antara lain kebutuhan air serta pengendalian gulma, hamadan penyakit.
6.      Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi tanaman antara lain tinggi tanaman, bobot kering tajukdan akar, dan luas daun.
7.      Pengamatan lain dapat dilakukan dengan mengamati intensitas cahaya, suhu dan kelembapan.
8.      Pengamatan hasil dilakukan pada saat panen antara lain jumlah biji per tongkol / polybag, bobot biji per tongkol (jagung), bobot 100 biji dan bobot biji per tanaman.
9.      Semua hasil pengamatan morfologi dan hasil dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Untuk faktor iklim digunakan sebagai data pendukung




















III.       HASIL DAN PEMBAHASAN
A.        Hasil
Terlampir.
B.        Pembahasan
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan
strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Jagung sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras, disamping itu jagung juga berperan sebagai bahan baku industry pangan, industri pakan, dan bahan bakar (Siregar, 2009). Tanaman jagung termasuk famili rumput-rumputan (graminae) dari sub famili myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan jagung adalah teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman jagung. Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar didaerah pertanaman jagung. Jagung merupakan tanaman berumah satu Monoecious dimana letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan dan hasil. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi rendah, efisiensi dalam penggunaan air
(Muhadjir, 1988).
Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0-1.300 m dari permukaan laut dan dapat hidup baik di daerah panas maupun dingin (Badan Pengendali Bimas, 1983). Menurut Sutoro, Sulaiman, dan Iskandar (1988) bahwa selama pertumbuhannya, tanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari yang cukup karena sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Muhadjir (1988) menambahkan bahwa jumlah radiasi surya yang diterima tanaman selama fase pertumbuhan merupakan faktor yang penting untuk penentuan jumlah biji. Selanjutnya Badan Pengendali Bimas (1983) menambahkan bahwa intensitas cahaya merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman jagung oleh sebab itu tanaman jagung harus mendapatkan cahaya matahari langsung. Bila kekurangan cahaya batangnya akan kurus, lemah, dan tongkol kecil serta hasil yang didapatkan rendah. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerase dan drainasenya baik.
Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengolahan yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik bila pengelolaan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerase dan ketersediaan air di dalam tanah berada dalam kondisi baik. Kemasaman tanah (pH) yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 5,6 – 7,5 (Rochani, 2007). Tanaman jagung umumnya ditanam monokultur, namun dalam upaya intensifikasi lahan dapat ditumpangsarikan dengan kedelai. Intensifikasi adalah usaha untuk mengoptimalkan lahan pertanian yang ada (Ahira, 2011). Ekstensifikasi peluangnya kecil karena terbatasnya lahan pertanian produktif. Intensifikasi merupakan pilihan yang perlu terus dikembangkan, yang pelaksanaannya dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk sistem tanam tumpangsari. Warsana (2009) menyatakan, system tanam tumpangsari adalah salah satu usaha sistem tanam dimana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman berselangseling dan jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh tanaman jagung biasaya di tumpangsarikan dengan  tanaman golongan legume atau kacang – kacangan, salah satu diantaranya yaitu kacang hijau.  
 Menurut Tjitrosoepomo (1989) tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae. Akar tanaman kacang hijau merupakan akar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua, yaitu mesophytes (mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar), dan xerophytes (memiliki akar cabang lebih sedikit dan memanjang ke arah bawah) (Sharma, 1993).
Tanaman kacang hijau memiliki batang tegak atau semi tegak dengan
ketinggian antara 30 cm – 110 cm. Batang berwarna hijau, kecokelat-cokelatan,
atau keungu-unguan, berbentuk bulat dan berbulu. Pada batang utama tumbuh
cabang dan menyamping (Fachruddin, 2000). Daunnya terdiri dari tiga helaian (trifoliat) dan letaknya berseling. Tangkai daunnya lebih panjang dari daunnya dengan warna daun hijau muda sampai hijau tua. Bunganya berwarna kuning tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta batang, dan dapat menyerbuk sendiri. Polongnya berbentuk silindris dengan panjang antara 6 -15 cm dan berbulu pendek. Sewaktu muda berwarna hijau dan berubah hitam atau berwarna coklat ketika tua, dengan isi polong 10-15 biji (Andrianto dan Indarto, 2004).
Biji kacang hijau lebih kecil dibanding biji kacang-kacangan lain. Warna bijinya kebanyakan hijau kusam atau hijau mengilap, beberapa ada yang berwarna
kuning, cokelat dan hitam . Tanaman kacang hijau berakar tunggang dengan akar
cabang pada permukaan (Soeprapto,1993).
Syarat Tumbuh tanaman kacang hijau yaitu Kacang hijau dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25° C - 27° C, dengan tingkat kelembaban udara antara 50% - 89%. Tanaman ini termasuk golongan tanaman C3 dengan panjang hari maksimum sekitar 10 jam/hari. Jenis tanah yang baik bagi pertumbuhan kacang hijau adalah latosol ataupun regosol (Purwono dan Hartono, 2005).
Curah hujan yang dikehendaki untuk pertumbuhan kacang hijau berkisar antara 700-900 mm/tahun, dan memiliki toleransi yang baik pada curah hujan yang lebih renah dengan memanfaatkan kelembaban tanah dan air tanah. Demikian juga terhadap suhu, dimana suhu optimum sekitar 28° C - 30° C cukup baik pada pertanaman kacang hijau (Erythrina, 2001).
Tanaman kacang hijau hampir dapat tumbuh pada semua jenis tanah yang
banyak mengandung bahan organik, dengan drainase yang baik. Namun demikian,
tanah yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung atau tanah lempung, misalnya Podsolik Merah Kuning (PMK) dan Latosol. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki untuk pertumbuhan kacang hijau yaitu berkisar antara 5.8- 6.5 (Fachruddin, 2000). Tanaman ini tumbuh baik pada dataran rendah sampai dengan tempat dengan ketinggian 500 mdpl. Bahkan masih cukup baik pada daerah dengan ketinggiantempat hingga 700 mdpl, meskipun produksinya cenderung turun(Rukmana, 1997).
Lahan yang akan ditanami tanaman kacang hijau bisa sawah ber irigasi,
lahan sawah tadah hujan, lahan kering tegalan, serta lahan pasang surut dan lebak.
Lahan kacang hijau prioritas pertama (sawah beririgasi ) mempunyai keuntungan
lahan lebih produktif, ketersediaan air lebih terjamin, biaya produksi relatif rendah
(karena tanpa mengolah tanah secara intensif), terhindar resiko erosi, takaran
pupuk lebih rendah, dan kualitas biji hasil panen lebih baik
(Andrianto dan Indarto, 2004).
Tanaman jagung membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara primer. Pemberian pupuk terhadap tanaman jagung akan membantu dalam penyediaan unsure hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk N, P, dan K secara tunggal memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan beberapa komponen hasil jagung (Sirappa dan Razak. 2010).
Pemupukan berimbang merupakan salah satu faktor kunci untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian, khususnya di daerah tropika basah yang tingkat kesuburan tanahnya relatif rendah karena tingginya tingkat pelapukan dan pencucian hara. Pembatas pertumbuhan tanaman yang umum dijumpai adalah kandungan hara di dalam tanah, terutama hara makro N, P, dan K (Setyorini dan Widowati, 2006).
Di beberapa tempat pertanaman jagung yang intensif, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, pupuk N diberikan dalam jumlah yang sangat banyak yakni sekitar 350 kg N/ha (Saenong et al., 2005). Berdasarkan hasil penelitian Herniwati dan Tandisau (2010), diperoleh pemupukan Phonska 600 kg/ha (90 kg N, 90 kg P2O5, dan 90 kg K2O) yang setara dengan 200 kg/ha Urea + 250 kg/ha SP36+ 150 kg/ha KCl, berpengaruh positif terhadap bobot tongkol, bobot biji/tongkol, dan bobot biji kering setiap hektar (7,51 t/ha) lebih berat dibandingkan dengan perlakuan pemupukan lainnya. Tidak semua pupuk yang diberikan ke dalam tanah dapat diserap oleh tanaman. Nitrogen yang dapat diserap hanya 55-60% (Patrick and Reddy 1976), P sekitar 20% (Hagin and Tucker 1982), K antara 50-70% (Tisdale and Nelson 1975).
Tanggapan tanaman terhadap pupuk yang diberikan bergantung pada jenis pupuk dan tingkat kesuburan tanah.. Pemberian unsur P berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama dalam perkembangan akar tanaman. Semakin banyak perakaran tanaman maka semakin luas akar tanaman dapat menyerap unsur hara sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
(Chairani, 2006).
            Koswara (1983) mengatakan bahwa tanaman jagung mengambil N sepanjang hidupnya. Karena nitrogen dalam tanah sudah tercuci, maka pemberian dengan cara bertahap sangat dianjurkan. Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji, sehingga tanaman ini menghendaki tersedianya N secara terus menerus pada semua stadia pertumbuhan sampai pembentukan biji. Menurut Berger (1962) berat 1000 biji dipengaruhi oleh ukuran biji, bentuk biji, dan kandungan biji. Ukuran biji sangat ditentukan oleh faktor genetis. Oleh karena itu, diduga hasil fotosintesis yang berkurang akibat terbatasnya unsur N cenderung mempengaruhi bentuk biji dan kandungan biji sehingga menurunkan berat 1000 biji.
Pemberian pupuk K meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung, berat kering akar dan bagian atas tanaman secara linier. Selain itu, semakin meningkat dosis K yang diberikan maka semakin meningkatkan serapan K, sedangkan serapan Ca maksimum dicapai pada dosis pemupukan K sebanyak 131.5 kg K per hektar. (Winarko, 1985). Menurut Komalasari dan Fauziah (2009), unsur K  dapat meningkatkan integritas membran sel dan kulit biji sehingga dapat manurunkan kapasitas absorbsi air dan kelarutan gula dalam biji sehingga benih lebih tahan disimpan. Dari hasil yang diperoleh, pemberian pupuk NK sesuai dosis anjuran, memberikan pertumbuhan vegetatif dan generatif yang paling baik.
Pemberian pupuk unsur N berperan untuk pertumbuhan dan reproduksi tanaman pada kacang hijau. Menurut Nyakpa (1988) bahwa bilamana terjadi kekurangan unsur hara N maka pada tanaman akan terjadi penghentian proses pertumbuhan dan reproduksi sedangkan bila jumlahnya cukup tersedia akan membantu dalam proses pertumbuhan organ vegetatif pada umumnya. Nitrogen harus tersedia di dalam tanaman sebelum terbentuknya sel-sel baru, karena pertumbuhannya tidak dapat berlangsung tanpa N. Unsur N yang cukup akan membantu dalam proses pembentukan polong pada tanaman kacang-kacangan.
Pemberian pupuk unsur P pada kacang hijau mempertinggi hasil serta berat bahan kering, bobot biji, memperbaiki kualitas hasil serta mempercepat masa kematangan. Kalium di dalam tanaman kacang hijau dapat berfungsi untuk menguatkan jerami tanaman sehingga tanaman tidak mudah rebah. Terhadap produksi tanaman akan mempertinggi hasil produksi dan memperbaiki kualitas hasil, (Nyakpa, 1988).
Menurut Kozlowski, pola pemberian air atau genangan berpengaruh terhadap perutumbuhan vegetatif tanaman karena tanaman memerlukan adanya pertukaran gas yang cepat dengan lingkungannya dan adanya ketersediaan air yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan evapotranspirasi. Bila berlebih atau mengalami kekurangan menyebabkan terjadinya cekaman dan akibatnya produktivitas tanaman menurun atau bahkan terjadi kematian. Dalam keadaan tergenang, ruang pori tanah semuanya terisi oleh air sehingga pertukaran gas antar akar, tanah, dan atmosfir terhambat yang mengakibatkan tanaman mengalami cekaman. Menurut Marzolf et al (1999), genangan selama 24 jam mampu menurunkan kadar air  sampai 80 % bahkan dapat mengakibatkan tanah anaerob, ini akan mempengaruhi langsung aktifitas fotosintesis dan respirasi tanaman.
Respon fisiologis yang terjadi yaitu berlangsungnya respirasi anaerob atau biasa disebut fermentasi. Respon morfologis yang terjadi berupa terbentuknya akar adventif untuk menangkap air dari udara. Respon fisiologis bersifat reversibel atau dapat kembali seperti semula, sedangkan respon morfologis bersifat irreversibel atau tidak dapat kembali lagi (permanen). Karena respirasi anaerob menghasilkan energi yang sedikit yaitu hanya 21 Kal dan 2 ATP, sehingga pertumbuhan tanaman jagung dan kacang (C3 dan C4) terhambat , yang dapat dilihat dari kelayuan tanaman dan warna daun yang pucat dan kuning. Hal ini berbeda dengan tanaman yang tumbuh normal yang dapat melakukan resiprasi aerob yang menghasilkan 675 Kal dan 38 ATP.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dan dilakukan uji analisis bahwa perlakuan dosis pupuk P1,P2,P3, dan P4 tanaman jagung tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, panjang tongkol dan bobot tongkol. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan yang dikemukakan oleh  Damanik et al. (2011), bahwa pada saat pemberian pupuk dengan dosis tertentu pada tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Tanaman dapat memanfaatkan semaksimal mungkin unsur hara dari pupuk melalui minimalisasi pencucian dan penguapan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menghindari penguapan dan pencucian pupuk adalah melakukan pemupukan yang berulang, atau dengan kata lain mengatur frekuensi pemupukan pada tanaman. Setiap unsur pada pupuk yang diberikan pada tanaman memiliki fungsi tesendiri pada pertumbuhan dan perkembangan fisiologis tanaman. (Wahono, 2011).
Perlakuan dosis air A1, A2, dan A3 tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, panjang akar, panjang tongkol, dan bobot tongkol. Namun berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dengan perlakuan paling baik yaitu A3. Pada perlakuan A3 diberi air dengan volume 300 ml air/polybag, hal ini bahwa semakin banyaknya air yang diberikan, kebutuhan airnya berlebihanyaitu melampaui batas optimum kebutuhan air pada tanaman. Populasi tanaman yang tinggi menimbulkan kompetisi penyerapan O2, Co2, unsur-unsur dalam tanah (Hick dan Strucker, 1972 Muhadjir, 1984; Fik dan Hanway, 1996).
Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman jagung manis sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol. Apabila kebutuhan air tidak dipenuhi maka pertumbuhan tanaman akan terhambat, karena air berfungsi melarutkan unsur hara dan membantu proses metabolisme dalam tanaman jagung (Dickert, 2001). 
Hanafiah (2010), menambahkan apabila tidak ada interaksi, berarti pengaruh suatu faktor sama untuk semua taraf faktor lainnya dan sama dengan pengaruh utamanya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dari kedua faktor adalah sama-sama mendukung pertumbuhan tanaman, tetapi tidak saling mendukung bila salah satu faktor menutupi faktor lainnya. Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi dari suatu pemupukan perlu diperhatikan beberapa faktor yang ikut menentukan efisiensi penggunaan pupuk yaitu : (1) sifat dan ciri tanah, (2) sifat dan kebutuhan tanaman, (3) pola pertanian, (4) jenis pupuk dan sifatnya, (5) dosis pupuk, (6) waktu pemupukan, (7) metode atau cara pemupukan5 .








IV.       KESIMPULAN DAN SARAN
A.           Kesimpulan
1.      Perlakuan dosis air A1, A2, A3 dan A4 tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, panjang akar, panjang tongkol, dan bobot tingkol. Namun berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman .Perlakuan dosis pupuk P1, P2, P3 dan P4 tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, panjang tongkol, dan bobot tongkol.
2.      Interaksi perlakuan dosis pupuk dan dosis air tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, panjang akar, tinggi tanaman, bobot tongkol dan panjang tongkol.

B.           Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum kegiatan pengamatan dilakukan dengan sungguh sungguh agar data yang diperoleh lebih baik lagi






DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih dan Rochayati. 1988. Peranan bahan organik dalam meningkatkan efiisiensi pupuk dan produktivitas tanah. Dalam Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Adisarwanto. 2005. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya . Jakarta.
Afriani. 2004. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung Terhadap Pengaturan Saat Tanam dan Jarak Tanam. Jurnal: Agronomi , Fakultas pertanian, Universitas Amir Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian.
Arafah. 2011. Kajian pemanfaatan pupuk organik pada tanaman padi sawah di Pinrang Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 4(I): 11-18.
Balitkabi. 2005. Teknologi Produksi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian.
Berger, J., 1962. Maize Production and Manuring of Maize. Centre d’Etude de Cair (POC) dan Pupuk Za. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padangdalam Rangka Mencapai Swasembada Jagung di Indonesia. Skripsi S-1 
Budiman, H. 2012. Budidaya Jagung Organik. Pustaka Baru Putra. Yogyakarta Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Dakshini, K.M.M., Inderjit, and Foy, C.L. 1999. Allelopathy: one component in a multifacetet approach to ecology. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press
Dalton, B.R. 1999. The occurrence and behavior of plant phenolic acids in soil environment and their potential involvement in allelochemical interference interactions: methodological limitations in establishing conclusive proof of allelopathy. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press.
De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley &
Demmassabu. B. 1981. Penelitian Jarak Tanam Pada Jagung dengan Metode
dengan Berbagai Waktu Tanam Jagung di Dua Lokasi Dataran Medium Berbeda Elevasi. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Dwidjoseputro, D. 2004, Pengantar Fisiologi Tumbuhan. edisi IV. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Efendi, S. 2008. Cropping System Sutu Cara Untuk Stabilitas Produksi Pertanian. Penataran PPS Bidang Agronomi dalam Pola Bertanam. Lembaga penelitian Bogor.
Effendi, S. 1984. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna. Jakarta. 94 hal.
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. 130Hal.
Fachruddin L. 2000. Budidaya Kacang Kacangan. Kanisius. Yogyakarta.hal 6.
Falah, R. N. 2009. Budidaya Jagung Manis. Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. Frina. M. S. Ratna. A. W. Farida. Z 2000. Pengaruh Populasi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Yang Ditumpangsarikan dengan Jagung. Universitas Sri Wijaya Sumatera Selatan.
Fatmawati, Andi Apryani. 2007. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Agronomi. Jurusan Agronomi-Faperta Untirta. Serang.
Gardner, F.P., R.B. Pearce., dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. UI-Press, Jakarta. 428 hal.l.
Gomez, A.A. dan K. A. Gomez. 2007. Multiple Cropping in the Humid Tropic of Asia. Terjemahan. Andalas Press. Padang  Hal 1 – 10.
Hadriman khair dkk, 2013.” Rspon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadapa Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Pupuk Organik Cair Plus”. Jurnal Agrium. 18(1):13-22.
Hamzah. Medan. Dartius. 1986. Fisiologi Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.
Hanafiah, K.A., 2010. Rancangan Percobaan. Rajawali Pers, Jakarta
Haris, A dan Veronica Crestiani. 2005. “Studi Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Varietas Super Bee”. J. Agroland. 17(3): 10.
Hasyim, H., 2002. Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan.
Hick, D.R. and R.E. Strucker.1972. Plant den-sity effect on grain yield of corn hybriddiverse in leaf orientation. Agron. J.64:484-487.
Hortikultura.Institut Pertanian Bogor.
Indayani, Neny, Nasrullah, dan D. Priyanto. 2000. Kegiatan Biometrika Daya Saing antara Varietas Kedelai pada Pertananaman Campuran dan Baris Berseling. Agrosains 13 (2) : 183-184.
Inderjit and Dakshini, K.M.M. 1999. Bioassays for allelopathy: interactions of soil organic and inorganic constituents. In Inderjit, K.M.M. Dakshini, and C.L. Foy (eds.). Principles and Practices in Plant Ecology Allelochemical Interactions. Boca Raton: CRC Press.
Indrati. T. R. 2009. Pengaruh Pupuk Organik dan Populasi Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tumpang Sari Kedelai dan Jagung. Tesis Surakarta: Agronomi Program Pasca sarjana Universitas sebelas Maret Jakarta. 67 hal.
Juhenheimer .R.W., 1976. Corn Improvement Seed Production Uses. John Wiley and Sone. New York. 670 p. Keguruan dan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguguran Ilmu Eksakta Manado.
Khot, R.B., and N.K. Umrani. 1992.” Seed yieldand quality parameters of African Tailmaize as influence by spacing and levelof nitrogen”. Indian J. Agron. 37:183-184.
Koswara. J., 1983. Jagung. Jurusan Agronomi. Fak. Pertanian IPB, Bogor. 50 hal.
l’Azote, Geneva. 315 hal.
Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Las I, AK Makarim, SS Purba, M Mardikarini, dan S Kartaatmadja. 1999. Pola IP padi 300, konsepsi dan prospek implementasi sistem usaha pertanian berbasis sumberdaya. Badan litbang Pertanian. 66 hlm.
Lingga, P. dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisis Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Margarettha. 2002. Pengaruh Molybdenum terhadap  Nodulasi dan Hasil Kedelai
Marta, Andrik. 2013. Produktifitas Tumpangsari Kentang (Solanum tuberosum) /caisim (Brassica juncea L) dengan Beberapa Dosis Pupuk Organik Yogyakarta.
Marvelia, A dan Darmanti, S. 2006. “Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata) yang Diperlakukan denganKompos Kascing dengan Dosis yang Berbeda”. Buletin Anatomi dan Fisiologi (14): 2.
Meifrina. Widiwurjani, W. H. Nugroho, B. Guritno. 2000, Kompetisi Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum) dan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Pada Sistim Tumpangsari Akibat Pengaturan Penanaman. Fakultas Pertanian, Unibraw
Mimbar, Saubari M., 1990). Pola Pertumbuhan dan Hasil Panen Jagung Hibrida C- 1 Karena Pengaruh Pupuk N dan Kerapatan Populasi.Agriva Vol.13, No.3
Muhadjir, F. 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 423 hal.
Nuning Argo Subekti, Syafruddin, Roy Efendi, dan S. Sunarti. 2012. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung, Balai Penelitian Tanaman
Nyakpa, M. Yusuf, et al. 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lmpung.
Nyanjang, R., A. A. Salim., Y. Rahmiati. 2003. Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 25-7-7 Terhadap Peningkatan Produksi Mutu Pada Tanaman The Menghasilkan di Tanah Andisols. PT. Perkebunan Nusantara XII. Prosiding Teh Nasional. Gambung. Hal 181- 185.
Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanasius . Yogyakarta. hal 12- Purwono dan Purnawati 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadya. Jakarta.
Purnomo, J. 2007. Respon tanaman jagung terhadap pemberian pupuk fosfat pada tanah Inceptisol dari Bogor. Dalam: D. Subardja, R. Saraswati, Mamat H.S., P. Setyanto, D. Setyorini, Wahyunto, M. Noor dan Irawan (Eds). Pros. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Hari Pangan Sedunia 2007. Bandar Lampung, 25-26 Oktober 2007, hal. 377-394.
Purwono, dan Rudi Hartono, 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya,
Rahmawati Nini dkk. 2015. “ Respon Tanaman Jagung Terhadap Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair dan Aplikasi Pupuk NPK”. Jurnal Online Agroteknologi. 3(4):1303-1308.
Rochani, S. 2007. Bercocok Tanam Jagung. Azka Press. 59 hal.
S, H. Soeprapto.1993. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya : Jakarta.
Sangoi, L. 2000. Understanding plant densityeffects on maize growth and develop-ment: an important issue to maximizegrain yield. Ciência Rural, Santa Maria,v.31, n.1, p.159-168.
Santoso, D., J. Purnomo, I G.P. Wigena, Sukristiyonubowo, dan R.D.B. Lefroy. 2000. Management of phosphorus and organic matter on an acid soil in Jambi, Indonesia. J. Tanah Iklim 18: 64-72.
Sarjiyah., 2002. Parameter Seleksi Kacang Tanah Pada Cara Tanam Tunggal dan Tumpang Sari dengan Jagung. Penelitian Pertanian Pangan XVII (1) : 69 – 73. Sarman, S. 2001. Kajian Tentang Kompetisi Tanaman dalam Sistem Tumpangsari di Lahan Kering. Jurnal Agronomi 5.
Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. P.T. Gramedia, Jakarta.
Serealia, Maros. Paliwal. R.L. 2000. Tropical Maize Morphology. In: Tropical Maize:Improvement and Production. Food and Agriculture Organization of the
Singh D.P., N.S. Rana dan R.P.Singh. 2000.”Growth and yield of winter maize ( Zea mays L) as influenced by intercropsand nitrogen application”. Indian J.Agron. 45:515-519.
Siregar, G.S. 2009. Analisis Respon Penawaran Komoditas Jagung
Soegito.2003. Peningkatan Produksi Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sons, Inc. Canada. 618 p.
Subekti. N. A, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti.2010. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros 28 halaman.
Subhan. 1989. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemupukan Fospat terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Jogo (Phasealus Vulgaris. L). Bull. Penel. Horti.VIII.2. Lembang. 12 hal.
Sudarno, H., Rusin, Marjono dan Supri. 2002. Pengaruh Sumber Nitrogen, Dosis, dan Waktu Pemberian Terhadap Produksi dan Mutu Benih Jarak. Didalam Proseding Seminar Pengembangan Wilayah dalam Rangka Otonomi Daerah.
Suharsono Dan Adi Sarwanto. 2001. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta
Suprapto, H.S., 1991. Bertanam Kedelai. Penebar .Swadaya, Jakarta.
Suprapto. 2002. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriyatman, B. 2011. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Karya Ilmiah
Sutejo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta
Sutejo, M.M. 1992. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bina Aksara. Jakarta. 1972 hal.
Sutoro, Y., Soelaeman dan Iskandar, 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan . Bogor.
Suwarto, S. Yahya, Handoko, M. A. Chozhin. 2005. Kompetisi Tanaman Jagung dan Ubi Kayu dalam System Tumpang Sari. USU. Medan
Syafruddin, s. Saenong dan Subandi. 2008. “Penggunaan Bagan Warna Daun Untuk Efisiensi Pemupukan N Pada Tanaman Jagung”. Penelitian Pertanian 27(1):24-31.
Syafruddin. 2002. Tolak Ukur dan Konsentrasi Al untuk Penapisan Tanaman Jagung terhadap Ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan. 24 : 3-4
 Syarif. Z. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kentang dengan dan Tanpa Diikatkan dengan Turus dalam Sistem Tumpangsari Kentang/Jagung Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang, Absolut, Teknologi Pertanian, Bogor. hlm. 161-181.
Tjirosoepomo, Gembong. 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. United Nations. Rome. p 13-20.
Waluya, A.2009. Gulma pada Tanaman Jagung di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. PenguasaanSarana Tumbuh. Departemen Agronomi dan
Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpang Sari Jagung danKacang tanah. BPTP Jawa Tengah.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Gava Media, Yogyakarta.
Yuyun Yuniarsih. 2003. Budidaya Jagung. Kanisius, Yogyakarta.